bc

Dijual Suami

book_age18+
146
FOLLOW
2.1K
READ
billionaire
family
blue collar
drama
bxg
brilliant
like
intro-logo
Blurb

"Hukuman seorang b***k yang mengaku perawan adalah kematian!" Selin Amara (18) di jual oleh suami dan mertuanya agar gadis itu bisa membayar hutang mereka. Selin yang merupakan seorang anak panti asuhan tentu saja tidak berdaya dan tidak ada yang melindunginya. Vasko Alexandros (27) adalah seorang pria kaya raya dengan wajah nya yang bagaikan seorang dewa. Dia pemilik perusahaan batu bara dan membeli Selin dengan harga satu trilun dari suami dan mertuanya. "Saya rela mati tuan." Selin yakin bahwa ia masih perawan. Yang ia tahu suaminya tidak pernah menyentuhnya. Namun ... bagaimana jika suaminya diam diam menyentuhnya, apa yang akan terjadi pada Selin. "Aku pernah memasukan seorang b***k ke danau buaya, karena dia mengaku perawan. Kamu tahu apa yang terjadi padanya?" Vasko menyeringai sinis dan Selin mendelik dengan mulutnya yang terbuka.  "Dia mati dikoyak oleh para buaya itu." Desis Vasko membuat Selin menelan ludahnya dengan susah payah.  Lalu apa sebenarnya yang terjadi pada Selin? apakah dia masih perawan dan selamat dari ancaman kematiannya? atau ... dia malah mati di makan oleh buaya buaya danau itu.

chap-preview
Free preview
Di Jual Satu Triliun.
“Buka bajumu!” Suara bariton itu menggema di ruangan megah yang dihiasi marmer hitam mengilap dan lampu gantung kristal yang menjuntai anggun dari langit-langit. Lelaki itu berdiri dengan tubuh tegap, mengenakan setelan Armani yang sempurna, setiap jahitannya seperti berbicara tentang kekayaan tak terbatas. Wajahnya tampan, namun dingin—seolah ukiran pahatan yang tak mengenal kasih. Di depannya, seorang perempuan berdiri gemetar. Selin. Wajahnya cantik, meski letih mengaburkan kilaunya. Rambutnya yang hitam legam terurai berantakan, kontras dengan pakaian lusuh yang menempel di tubuh kurusnya. Bagaimana mungkin nasib bisa begitu kejam? Suami dan mertuanya telah menjualnya—dirinya, tubuhnya, masa depannya—hanya demi melunasi tumpukan hutang yang tak pernah ia tahu keberadaannya. “Tapi…” suara Selin bergetar, nyaris seperti bisikan, seolah takut suara itu akan memecahkan harga dirinya yang tersisa. Vasko, lelaki yang kini berdiri di hadapannya, mendadak menunduk. Jemarinya mencengkeram rahang Selin dengan paksa, menarik wajah perempuan itu hingga hanya sejengkal dari wajahnya. Mata hitamnya, dingin dan tajam, menatap lurus ke dalam mata Selin, mencari jawaban, mencari celah. “Suamimu yang b******k itu, bersama mertua bajingannya, telah menukar hidupmu dengan satu triliun rupiah dariku,” desisnya. Setiap kata adalah belati yang menusuk harga diri Selin, memotongnya hingga berserak di lantai marmer. “Mereka bilang kau masih perawan. Apa itu bohong?” Selin tidak langsung menjawab. Senyumnya merekah—bukan senyum kebahagiaan, tetapi senyum satir yang penuh dengan luka dan kehancuran. Mata indahnya yang basah menatap balik pada lelaki itu, tidak dengan keberanian, tetapi dengan kepasrahan yang memilukan. “Tidak, Tuan. Itu tidak bohong. Saya memang masih perawan. Tapi…” ia menelan ludah, suaranya nyaris pecah. “Tapi apa!” Vasko melepaskan cengkeramannya dengan kasar, hingga Selin hampir tersungkur ke lantai. Tatapannya seperti ujung pedang yang ingin merobek-robek jiwa perempuan itu. “Saya belum mandi,” jawab Selin, suaranya datar, hampir sinis. “Tubuh saya bau dan kotor. Tuan tidak layak menyentuh saya.” Vasko terdiam sejenak, sebelum tawa dingin keluar dari bibirnya. Bukan tawa yang hangat, melainkan tawa yang penuh ejekan. Ia melangkah mundur, kedua tangannya kini terselip di saku celana mahalnya. “Baiklah,” katanya sambil mengangguk perlahan, senyum sinis tetap menghiasi wajahnya yang tampan. “Pergilah mandi. Bersihkan dirimu. Tapi ingat, Selin—kau adalah milikku. Kesucian itu milikku. Jika kau berbohong…” Ia mendekat lagi, berbisik di telinganya. Suaranya begitu rendah namun penuh ancaman. “Jika kau berbohong, kau akan menyesal telah lahir ke dunia ini.” Selin hanya menunduk. Tidak ada air mata yang keluar dari matanya, karena ia tahu tangis tidak akan mengubah nasibnya. Di sudut ruangan yang mewah, pantulan bayangannya di kaca besar tampak seperti boneka rapuh yang menunggu tali takdirnya ditarik hingga putus. _____________ Selin melangkah perlahan memasuki kamar mandi, perasaan aneh berkecamuk di dadanya. Pintu yang baru saja tertutup di belakangnya seperti memisahkan dua dunia—dunia tempat ia terus dihina, dan ruang ini, yang serba mewah namun dingin, tak memberi kenyamanan. Marmer putih bersih melapisi dinding hingga ke lantai, berkilau seperti cermin. Di sudut ruangan, bathtub berbentuk oval berdiri dengan elegan, airnya siap mengalir hanya dengan sentuhan kecil. Di atas wastafel, botol-botol kristal berisi sabun dan minyak wangi tersusun rapi, memancarkan kemewahan yang jauh dari jangkauan hidup Selin sebelumnya. Namun, ia tidak bergerak. Tubuhnya mematung di depan pintu, seolah ia adalah patung yang salah tempat. Pikirannya melayang, memutar kembali ucapan sinis perempuan berseragam tadi. b***k? Apakah dirinya benar-benar telah terperosok sedalam itu? "Sudah sejauh ini, Selin," gumamnya pelan, lebih kepada dirinya sendiri. Dengan tangan gemetar, ia mulai membuka pakaian lusuhnya. Air hangat mengalir, membasuh tubuhnya, membawa serta jejak debu dan kotoran, namun tidak cukup untuk menghapus kehinaan yang melekat di kulitnya. Sementara itu, di ruang tamu, aroma tembakau bercampur wangi parfum mahal mengisi udara. Vasko duduk dengan santai, satu tangan memegang rokok yang mengepul, sementara tangan lainnya melingkar di pinggang perempuan berbadan seksi yang duduk manja di pangkuannya. Rambut perempuan itu tergerai indah, dan bibir merahnya menyunggingkan senyum tipis penuh tipu daya. "Tuan," suara perempuan itu terdengar manja, tetapi di baliknya terselip nada iri. "Kenapa kau membeli b***k itu? Bukankah aku bisa memberikan semua kehangatan yang kau inginkan?" Vasko menghembuskan asap rokoknya perlahan, matanya menatap kosong ke depan. Senyum tipis yang menghiasi wajahnya lebih menyerupai lekukan sinis daripada tanda kehangatan. "Karena," katanya singkat, "aku ingin mencoba mangsa baru." Perempuan itu menyentuh rahang Vasko dengan jemari lentiknya, membelai kulitnya dengan penuh kekaguman. Ia tahu, lelaki yang kini menjadi obsesinya itu adalah dewa dalam dunia para manusia biasa—tampan, kaya raya, dan berkuasa. Namun, jawaban Vasko membuat hatinya tersayat. "b***k itu berwajah cantik," katanya, kali ini dengan nada yang sedikit bergetar. "Apa tuan yakin tidak tertarik padanya?" Mata Vasko beralih, menatap perempuan di pangkuannya dengan pandangan dingin. Senyum sinis itu tidak memudar, justru semakin menohok. "Apakah kau benar-benar berpikir," katanya pelan, tetapi nadanya seperti cambuk, "bahwa aku pernah jatuh cinta padamu?" Kata-kata itu, meski sederhana, menampar keras. Perempuan itu tertunduk, bibirnya gemetar, dan keseksian yang ia banggakan seketika memudar di hadapan penghinaan lelaki itu. Namun, ia tetap diam, terlalu terpesona oleh sosok yang meremukkan harga dirinya dengan begitu mudah. Vasko berdiri hingga membuat Soraya berdiri dengan cepat. Ia berdiri begitu kokoh dengan raga menawan begitu ia banggakan. "Perempuan hanya lah mainan bagiku!" Desis Vasko, membuat Soraya menunduk dengan kedua matanya yang memanas. *** “Wajahmu memang cantik, tapi kamu kampungan!” Nada sinis itu keluar dari bibir perempuan berseragam kerja yang berdiri di belakang Selin, tangan cekatan melilitkan rambut Selin menjadi tatanan elegan. Namun, tatapannya penuh hinaan, seperti seorang ratu yang memandangi rakyat jelata. “Meski kamu memakai baju mahal,” lanjutnya, menyematkan anting berlian pada telinga Selin dengan gerakan keras, “kamu tetaplah budak.” Selin menatap pantulan dirinya di cermin besar di depannya. Dress yang kini melekat di tubuhnya begitu indah, dengan potongan yang memamerkan bahunya yang halus. Kalung berlian berkilauan di leher jenjangnya, seperti rantai emas yang mengikat burung dalam sangkar. Namun, ia tidak mengatakan apa pun. Matanya hanya menatap kosong, bibirnya terkatup rapat. Apa gunanya menjawab hinaan itu? “Kamu tahu, kan?” Suara perempuan itu kembali memecah keheningan. Kali ini lebih rendah, tetapi tidak kalah tajam. “Tuan Vasko hanya ingin tubuhmu. Kamu hanya perlu melayaninya sampai dia puas.” Ia berhenti sejenak, menatap Selin melalui pantulan cermin dengan senyum yang dingin. “Tapi ingat, jangan pernah berikan hatimu padanya. Karena kalau itu terjadi, kamu yang akan hancur.” Hati Selin berdesir mendengar peringatan itu, namun wajahnya tetap datar. Ia tidak bisa memutuskan apakah kata-kata perempuan itu adalah nasihat tulus atau sekadar tamparan lagi atas nasibnya yang tragis. Perempuan itu menyelesaikan riasan dengan lipstik warna peach, menyapukan warna lembut pada bibir Selin. Kini, wajah Selin tampak sempurna, hampir seperti dewi dari dunia lain. Namun, di balik itu, ia hanyalah boneka—indah untuk dipamerkan, tetapi kosong di dalamnya. “Bagi tuan Vasko,” perempuan itu mendesis, memasang senyum getir, “secantik apa pun kita, para perempuan, kita tidak ada harganya.” Kata-kata itu menggantung di udara, menghantam Selin dengan dinginnya kenyataan. Ia hanya diam, tetapi di dalam hatinya, rasa perih itu menjalar, menambah beban yang sudah begitu berat ia pikul. Di depan cermin, ia melihat dirinya bukan sebagai manusia, tetapi bayangan seorang b***k—cantik, berharga mahal, tapi hanya untuk dijual. "Tuan Vasko ada di kamarnya, dan kamu harus datang ke sana!" Suara tajam perempuan itu memecah keheningan. Setelah selesai mendandani Selin, ia menatapnya dengan pandangan puas bercampur hina. "Iya," jawab Selin pelan, suaranya hampir tenggelam oleh kecemasan yang membungkusnya. Langkah Selin terasa berat ketika ia meninggalkan ruangan itu. Gaun indah yang dikenakannya terasa seperti beban yang mengikat. Ia mengikuti arah yang ditunjukkan sebelumnya, melewati lorong panjang yang dihiasi lukisan-lukisan berbingkai emas. Lantai marmer di bawah kakinya berkilau, memantulkan bayangan yang terasa asing. Rumah ini berlantai lima, bak istana megah yang dipenuhi kemewahan dari ujung ke ujung. Kristal menghiasi setiap sudut lampu, ornamen mahal bertebaran seperti bukti kejayaan Vasko. Saat ia memasuki lift, tombol menuju lantai lima ditekan dengan jari gemetar. Di dalam kotak kecil itu, detak jantungnya berpacu, seolah-olah lift itu sedang menghitung setiap detik menuju takdirnya. Ketika pintu lift terbuka, ia disambut oleh pemandangan yang menakjubkan. Ruangan luas itu adalah mahakarya kemewahan. Langit-langitnya tinggi, dihiasi ukiran-ukiran emas yang berkilauan di bawah cahaya lampu gantung. Sebuah sofa kulit besar terhampar di tengah ruangan, dikelilingi oleh jendela-jendela besar yang memamerkan pemandangan malam kota di bawah sana. Jika rumah ini adalah kerajaan, maka lantai lima ini memang pusat tahtanya, tempat seorang raja memerintah dengan keangkuhan mutlak. Selin menarik napas panjang sebelum melangkah masuk. Di tengah ruangan, sosok yang menjadi pusat semua ini berdiri membelakanginya. Tuan Vasko, dengan setelan hitam mahal yang membungkus tubuh tegapnya, tampak seperti sebuah patung hidup. Aura dingin dan dominannya mengisi seluruh ruangan, membuat Selin merasa kecil dan tidak berarti. "Pe-permisi, Tuan…" suara Selin bergetar, hampir tenggelam di bawah berat suasana. Ia menelan ludah dengan susah payah, berusaha menguatkan dirinya. Vasko tidak langsung berbalik. Ia tetap berdiri dengan tenang, kedua tangannya dimasukkan ke dalam saku celana. Punggungnya yang tegap dan rambutnya yang tertata sempurna memberi kesan bahwa ia bukan sekadar manusia, melainkan penguasa. Ketika akhirnya ia berbalik perlahan, mata hitamnya yang tajam menembus jiwa Selin, membuat gadis itu merasa seolah-olah seluruh keberadaannya sedang dihakimi. "Selamat datang di tahtaku," katanya dengan suara rendah dan dingin, senyum tipis menghiasi bibirnya. Senyum itu tidak ramah, melainkan seperti pemangsa yang baru menemukan mangsanya. "Mendekatlah." Kaki Selin terasa berat, seolah-olah ruangan ini mencengkeram tubuhnya. Namun, ia melangkah maju, mematuhi perintah itu. Di setiap langkah, ia merasa semakin dekat dengan takdir yang sudah digariskan untuknya, takdir yang entah akan menghancurkannya atau mengubahnya selamanya.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
216.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.9K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
176.5K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
298.0K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
153.4K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.8K
bc

TERNODA

read
193.8K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook