I Don't Wanna Give Up

2265 Words
Author’s POV Keyra melirik adik iparnya yang tengah minum segelas jus di tepi kolam. Ingin rasanya dia berbincang dengan Derra dan mencari tahu lebih banyak tentang Giandra namun dia agak ragu Derra bisa bersikap bersahabat terhadapnya. Dengan penuh keyakinan, Keyra semakin mantap melangkah mendekati adik iparnya. “Derra boleh aku duduk?” Derra melirik Keyra yang tersenyum ke arahnya. “Silakan.” Keyra duduk di hadapan Derra. Matanya menyisir ke arah kolam renang dengan arus air yang terlihat tenang. “Kamu nggak ada syuting Der? Derra menggeleng, “aku syuting nanti sore.” “Oya Derra, bisa nggak kamu berbagi cerita tentang kakakmu? Aku pingin ingin tahu masa lalu dia, misal kisah percintaan dia di masa lalu.: Derra menatap Keyra begitu serius. “Kenapa kak Keyra nggak nanya langsung ke kak Giandra?” Tanggapan Derra begitu datar. Keyra terdiam sejenak. Ditatapnya adik iparnya dengan tatapan yang lebih bersahabat. “Gian nggak terbuka untuk bercerita tentang masa lalunya.” Jawab Keyra tenang. Derra melayangkan pandangannya ke arah kolam. “Kakakku itu cuma pernah mencintai dan pacaran ama satu orang. Dia udah jatuh cinta ama Vania itu sejak SMA. Mereka saling menyukai cuma nggak ada ikatan apapun. Vania belum ingin pacaran. Lulus SMA kak Gian kuliah ke Australia, Vania tetep di Indonesia. Meski jauhan mereka tetap keep contact. Waktu kakak pulang ke Indonesia pas akhir semester pertama buat liburan, kakak nembak Vania. Mereka jadian. Tapi selama pacaran, kak Gian pernah cerita nggak pernah macem-macem ama Vania, karena Vania berhijab dan menjaga diri. Waktu kak Gian lulus kuliah, Vania bahkan menyempatkan hadir di wisudanya. Hubungan mereka sangat serius dan udah ada rencana pernikahan. Hingga akhirnya Vania mutusin kak Gian tanpa alasan jelas. Dua bulan kemudian, kak Gian baru tahu Vina dekat dengan cowok lain yang kata Vina jauh lebih baik dari kak Gian. Tapi fakta bicara lain, akhirnya Vania nikah dengan cowok itu karena hamil duluan. See, siapa sebenarnya yang lebih baik? Kak Giandra trauma hebat soalnya dia cinta banget ke Vania. Aku seneng sih dia udah mau move on dengan nikahin kak Keyra. Meski awalnya aku kurang setuju kak Gian menikahi kak Keyra.” Keyra mencerna kembali apa yang sudah dibeberkan Derra. Akhirnya dia mengetahui alasan Giandra begitu membenci perempuan, terutama perempuan berhijab. Giandra masih terbelenggu trauma masa lalu. Keyra juga senang Derre bisa bersikap terbuka dan jujur mengakui sikap awal dia yang kurang menyetujui pernikahan kakaknya dengannya. ****** Giandra berjalan beriringan dengan Steven, kembali ke ruangan pribadinya setelah sebelumnya menghadiri rapat direksi. Steven adalah sahabat Giandra sekaligus menduduki jabatan di dewan direksi tepatnya direktur keuangan dan SDM. Giandra terbiasa memanggilnya Steve. Setiba di ruangannya, Giandra menghempaskan tubuhnya di atas kursinya. Steven mengamati wajah Giandra yang terlihat lelah. “Semalam begadang ya? Habis berapa ronde ama Keyra?” Steven tersenyum menggoda. Giandra tersenyum kecil, “semalam aku tidur di kamar lain.” “Astaga. Sayang amat istri dianggurin. Dia udah jadi istrimu Gi, udah nggak perlu main jebak-jebakan kan? Atau karena kamu udah nyentuh dia pas malam penjebakan itu makanya kamu kurang tertarik untuk nyentuh dia lagi.” Giandra terkekeh mendengar ucapan temannya. “Aku nggak sebrengsek itu Steve, aku bisa profesional dengan hanya mengambil adegan yang perlu saja.” Steven mengangguk-angguk. Dia paham benar karakter Giandra. Temannya ini memang satu-satunya CEO yang langka. Dengan kekayaan yang ia miliki sebenarnya Giandra bisa bersenang-senang dengan siapapun. Banyak wanita yang dengan senang hati menjadi objek untuk pelampiasan hasratnya. Tapi sejauh ini Giandra belum pernah sekalipun membawa wanita manapun ke apartemennya. Entah bagaimana caranya Giandra bisa bersabar menahan hasrat dan memilih untuk mengguyur badannya dengan air dingin kala hasrat itu datang. Giandra tak tertarik untuk membangun relationship dengan perempuan secantik apapun. Steven tahu, sahabatnya ini pernah mengalami trauma dikhianati dan membuatnya skeptis memandang cinta. Dia bersyukur sahabatnya akhirnya mau melepas masa lajang, meski Giandra menikahi Keyra bukan karena cinta. “Gi aku ingin nanya sesatu. Tapi maaf kalau ini terlalu personal.” Giandra menaikkan alis matanya, “tumben kamu minta maaf dulu sebelum bertanya. Kamu makhluk paling ceplas-ceplos yang pernah aku kenal.” Steven tertawa pendek, “apa kamu nggak tertarik buat jadiin pernikahanmu normal kayak pernikahan lain? Apa kamu nggak penasaran pingin ngrasain seks itu kayak giman?” Pembahasan seperti ini sudah menjadi pembahasan yang biasa bagi mereka dan mereka terbiasa membicarakan hal-hal vulgar dengan gamblang. “Aku ini laki-laki normal Steve. Aku hanya akan melakukannya dengan cinta. Aku masih belum bisa membuka hatiku untuk Keyra dan masih terbayang trauma masa lalu. Aku nggak mau melakukannya tanpa cinta, itu hanya akan menyakitinya Steve.” Giandra kembali terbayang ciumannya dengan Keyra sebelum berangkat. Jejak bibir Keyra seolah masih membekas di bibirnya dan ia masih bisa mengingat rasanya, manis... Namun ia tak mau semakin hanyut membayangkan sosok wanita yang pernah membuatnya begitu marah karena telah mencoreng nama baiknya. Dia teringat pada mantan terindah sekaligus sosok yang pernah menyakitinya begitu hebat, Vania Armetta. “Gi, bukankah..sorang pria itu.. ehm.. He can have s*x with anyone without love.” Lanjut Steven sambil mengelus dagunya. Giandra tertawa kecil, “We are not same Steve. You can have s*x with anyone you want. But i’m not that kind of person. It doesn’t mean I judge you, because it’s your right to do anything you want. I just want to have s*x with someone special. Jangan tertawakan aku kalau aku bilang aku hanya ingin melakukannya dengan istriku. Hanya saja aku belum bisa mencintai Keyra. Aku tak akan menyentuhnya selama perasaanku masih kosong untuknya.” Steven tersenyum, “ya dari dulu kamu belum berubah. Aku salut dengan prinsipmu. Aku harap kamu bisa jatuh cinta pada istrimu Gi. Okey aku memang tidak percaya pada satupun agama. Tapi bukannya agama juga punya aturan yang mengatur kewajiban suami?” Giandra tercekat. Ia menatap lekat sahabatnya yang kadang penuh kejutan. Steven tipe cowok yang bengal, suka clubbing, pernah dua kali one night stand dengan orang yang baru ia kenal di club, nggak sungkan untuk minum banyak saat clubbing, playboy, memutuskan untuk tak beragama tapi di sisi lain kadang ia menghargai banyaknya rules dalam agama Islam. Contohnya saat Giandra mengungkapkannya pada perempuan berjilbab, Steven menanggapi, “setiap perempuan bebas memilih mau berpakaian seperti apa. Kalau memang dia berhijab untuk taat pada Tuhannya, apa salah?” Keunikan Steven ini sebenarnya hampir mirip dengan keunikannya. Giandra tak begitu memerhatikan banyaknya rules dalam agamanya sendiri, namun prinsipnya untuk hanya melakukan seks dalam pernikahan itu adalah sisi lain dari keistimewaannya. Sesekali bersenang-senang ke club, sesekali minum meski sedikit, tapi dia tak pernah asal mengumbar rayuan ke perempuan untuk bisa menidurinya. Dua karakter unik ini yang membuat persahabatan mereka semakin lengkap. “Aku tahu Steve. Aku perlu waktu untuk membuka hatiku. Aku kadang melihat sosok Vania ada padanya dan itu bisa memuncukkan rasa benci dan amarah setiap kali melihatnya.” Steven menggeleng pelan, “ini nggak adil untuknya, Vania dan Keyra dua pribadi yang berbeda.” Giandra beranjak lalu menyandarkan tubuhnya di dinding dekat tirai jendela. Tangannya beredekap dan tatapannya masih menelisik pada sahabatnya. “Kenapa kamu jadi berubah pandangan pada Keyra? Kamu seperti bersimpati padanya. Padahal kamu pernah memberiku saran untuk menjebaknya kan? Saat itu kamu juga kesal dengan sikapnya yang sudah mempermalukan perusahaan kita?” Steven menghembuskan napas, “ya dulu aku sempat kesal dengan tingkahnya. Sama sepertimu, aku juga marah. Cuma sekarang posisinya sudah berganti menjadi istrimu, bukan rivalmu. Dia juga udah minta maaf di depan publik kan? Aku hanya ingin pernikahanmu bahagia Gi. Tolong jangan salah menafsirkan.” Giandra membuka sedikit tirai yang menutupi jendelanya. Pandangannya menyisir ke arah luar gedung. Jalanan begitu padat dan banyak kendaraan berlalu-lalang. Ia menoleh temannya sekali lagi. “Aku mengerti maksudmu Steve. Terimakasih sudah mengingatkan.” ****** Keyra menata baju-bajunya di dalam lemari kamarnya. Sore tadi dia dan Giandra pulang ke apartemen Giandra. Ada rasa yang mencelos dari dasar hatinya kala melihat ruang kamar ini. Ini tempat Giandra menjebaknya yang akhirnya membawanya pada pernikahan yang tak normal. Pernikahan yang terjadi dengan diawali oleh sesuatu yang buruk. Namun jauh di lubuk hatinya yang terdalam, ia masih berharap ada keajaiban yang akan menyelamatkan pernikahannya. Dia tak ingin pernikahan yang ia jalani hanya sebatas status. Meski ia tahu, tak mudah untuk meluluhkan hati Giandra. “Sementara kita tinggal di sini sampai rumah selesai direnovasi.” Ujar Giandra datar sambil membuka lemari bajunya dan mengambil sebuah t-shirt. Dengan cueknya Giandra membuka kancing kemejanya lalu meletakkan kemejanya begitu saja di ranjang. Keyra bisa melihat jelas bentuk tubuh Giandra yang proporsional dengan otot perut yang tercetak begitu nyata. Keyra menduga suaminya rutin membentuk tubuhnya di tempat gym. Giandra berganti mengenakan t-shirt lalu merebahkan tubuhnya di ranjang. Dia merasa begitu lelah. “Lepaskan kerudungmu Key. Jika sedang bersamaku lepaskan kerudungmu. Aku tak suka melihatnya.” Ujar Giandra masih saja dengan nada bicara yang terdengar dingin. “Iya maaf, aku nggak sempat melepasnya karena mesti menata baju dulu.” Keyra melepaskan khimar di kepalanya. Giandra selalu menyukai rambut Keyra yang hitam legam dan tergerai begitu indah. Namun ia tak mau menunjukkan kekagumannya. “Ganti pakaian yang lebih santai Key. Yang lebih pendek.” Ucap Giandra lagi. “Sependek apa?” Tukas Keyra sembari merapikan rambutnya. Giandra terbelalak, “ya mana aku tahu. Kamu lebih tahu ukuran bajumu sependek apa.” Keyra bersedekap dan menatap lekat Giandra, “aku punya beberapa. Ada gaun yang pendeknya sebatas lutut, ada yang cuma sampai paha, ada juga yang lebih pendek dari itu. kamu mau yang mana?” Giandra menelan ludah. Jelas saja dia akan memilih gaun yang paling pendek. Tapi rasanya ia harus jaim di depan Keyra. Ia tak mau menunjukkan bahwa ia menginginkan istrinya. “Terserah kamu mau pakai yang mana.” Balas Giandra ketus. “Kalau aku pakai yang paling pendek, kira-kira kamu bisa nahan diri nggak ya?” Keyra menyeringai. Giandra tersenyum sinis, “kamu menantangku? Pakai saja yang paling pendek. Kalau perlu lingerie sekalian. Aku nggak akan kegoda. Sudah kubilang aku nggak tertarik padamu Key.” “Okey.. aku akan pakai lingerie.” Keyra tersenyum sedang Giandra hanya melongo, tak menyangka Keyra yang terlihat polos itu berani menantangnya dengan mengenakan lingerie. Keyra berganti lingerie di kamar itu juga dan membuat d**a Giandra naik turun ketika sesekali meliriknya. Sebenarnya Keyra merasa malu dan canggung, tapi ia tahu, untuk menghadapi suami seangkuh, sejaim dan sedingin Giandra, dia harus bersikap lebih agresif. Jika dia hanya menurut dan pasrah, Giandra hanya akan semakin menindasnya. Seusai mengenakan lingerie hitam yang merupakan hadiah dari sahabat baiknya sesama rekan guru, Keyra duduk di sebelah Giandra. Melihat sosok Keyra dengan pakaian super mini yang terbuka di bagian punggung dan belahan d**a yang rendah serta paha mulus yang juga terekspos hadirkan desiran tak menentu. Benar-benar godaan yang menguji arogansinya. Sebagai laki-laki normal, Giandra berfantasi bisa menerkam tubuh Keyra saat itu juga dan menikmati setiap inchi tubuhnya. Namun ia tahan sedemikian kuat. Dia tak mau membuat Keyra merasa di atas angin karena Giandra menginginkannya. Keyra melirik Giandra yang tak bereaksi apapun. “Aku udah nurutin kemauanmu untuk ganti baju pendek, kelewat pendek malah. Dan sekarang kamu diemin aku?” Giandra tersenyum, “aku hanya ingin kamu berpakaian lebih santai, itu aja. Aku nggak bermaksud apa-apa.” Diacuhkan seperti ini tentu sama sekali tidak menyenangkan. Tak terbayang olehnya bahwa ketika menikah, dia harus menjadi seorang istri yang agresif dan harus berusaha membangkitkan ketertarikan suaminya padanya. Dia bukan tipe pengemis cinta. Tapi di depan Giandra, dia meruntuhkan segalanya. Bahkan saat ini dia merasa telah kehilangan harga diri. “Kalau gitu aku ganti lagi, dingin pakai baju sependek ini.” “Jangan..!” Giandra keceplosan dan dia jadi salah tingkah. Keyra menganga sejenak dan manatap wajah suaminya dengan intens. Giandra menerawang ke langit-langit. “Kalau mau ganti silakan.” Lanjut Giandra tanpa menoleh Keyra. “Kata pertama kamu itu adalah suara hatimu yang terdalam, sedang kata-kata yang barusan hanya sebatas di bibir saja.” Balas Keyra sambil tersenyum tipis. Giandra mendelik, “jangan bangga dulu, aku tetap pada pendirianku bahwa aku nggak tertarik padamu Key. Kamu mau naked sekalipun, aku nggak akan goyah.” “Yakin?” Keyra tersenyum menggoda. Giandra melirik Keyra sejenak lalu kembali mengalihkan pandangannya ke arah lain. Tentu dia begitu tergoda dengan sikap seduktif Keyra, namun dia tak menahan diri. Terkadang sosok Vania masih saja menghantui dan seolah melakat pada sosok Keyra. “Entah apa yang ada di pikiran muridmu kalau tahu gurunya agresif begini.” Balas Giandra sekenanya. “Entah apa yang ada di pikiran bawahanmu kalau tahu atasannya nggak bisa b*******h dengan melihat istrinya yang mengenakan lingerie. Kalau perempuan disebut frigid, laki-laki disebut apa?” Giandra melirik Keyra tajam. “Aku laki-laki normal Key. Berhentilah mengejekku.” Giandra menajamkan tatapannya. “Aku hanya perlu bukti.” Balas Keyra singkat. Giandra mendorong tubuh istrinya hingga terbaring. Giandra mendekatkan wajahnya pada wajah Keyra yang terlihat gugup. “Jangan pernah berpikir aku tertarik padamu Key. Pernikahan ini hanya semata untuk mengembalikan nama baikku dan perusahaan. Jangan berharap lebih. Aku bisa saja membungkammu saat ini juga. Membuang jauh-jauh pikiranmu bahwa aku ini tidak tertarik secara seksual pada lawan jenis. Aku tak mau melakukannya tanpa rasa cinta.” Mata mereka beradu. Keyra terdiam, dadanya bergetar hebat. Setiap melihat wajah Giandra begitu dekat, Keyra selalu merasa deg-degan. Rasanya dia ingin menyerah setelah melihat respon Giandra. Mungkin memang benar, Giandra sama sekali tak tertarik padanya dan dia tak akan pernah mencintainya. Giandra buru-buru menjauhkan raganya dari Keyra. Dia takut lepas kendali. Sedari tadi dia sudah sangat berusaha untuk menahan gejolaknya. Dia melangkah keluar kamar dan Keyra hanya diam membisu. Entah kapan Giandra mau membuka hati untuknya. Keyra sadar benar, dia sudah mulai mencintai laki-laki dingin dan ketus itu. Keyra masih belum ingin menyerah. Dia akan terus berjuang untuk mendapatkan hati Giandra.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD