There's No Choice

1853 Words
Keyra terisak semakin keras kala ia melihat rekaman adegan panas yang ia lakoni dengan Giandra. Keyra tak menyangka sosok wanita di layar yang terlihat begitu agresif dan liar adalah dirinya. Dia sama sekali tak sadar telah berani berbuat sesuatu yang dilarang agamanya. Rekaman itu tak utuh hingga selesai. Adegan terakhir adalah saat Giandra mencium bibirnya dengan panas dan tangannya menjelajah meremas dadanya, menelusuri perutnya, sedang dia hanya bisa pasrah dan tangannya mencengkeram punggung laki-laki b***t itu. Keyra jijik melihatnya. Dia usap leher, lengan dan seluruh tubuhnya seakan hendak membersihkan semua jejak-jejak ciuman dan sentuhan Giandra di setiap jengkal tubuhnya. Keyra kembali menangis histeris. Matanya dikejutkan dengan kedatangan laki-laki yang telah mengoyak kehormatannya. Keyra beranjak dengan selimut yang ia genggam ujungnya agar tetap menutupi tubuhnya yang hanya mengenakan underwear. Keyra berjalan mendekati Giandra. “Kurang ajar kau.” Tangan Keyra bersiap menampar Giandra hingga membuat genggamannya pada ujung selimut itu lepas. Giandra menangkis tangan Keyra yang bersiap melayang. Kini selimut yang membungkus tubuhnya melorot ke lantai. Giandra kembali berdesir tak menentu melihat Keyra yang hanya mengenakan underwear tanpa pelindung apapun. Keyra belum menyerah. Meski tangan yang satu ada dalam cengkeraman Giandra, ia masih berusaha melawan dengan tangan yang satunya. Giandra menangkis kembali serangan tangan Keyra. Dua tangan Keyra sudah dikuasai Giandra. “Lepaskan aku b******k. Kejam, keji, nggak punya perasaan.” Giandra mencengkeram kedua tangan Keyra begitu kuat. “Terus aja berteriak. Terus aja keluarkan sumpah serapahmu. Semua itu nggak akan mengembalikanmu utuh seperti sedia kala.” Keyra terus memberontak dan berusaha melepaskan diri dari cengkeraman Giandra. Apa daya tenaganya kalah telak dibanding tenaga Giandra yang jauh lebih besar. “Apa yang kamu lakukan padaku semalam? Kamu pasti membuatku tak sadar dengan minuman itu? Atau kamu mencampurkan obat perangsang ke dalamnya? Dasar brengsek..!” Giandra menyeringai, “kamu nggak polos-polos amat ternyata ya. Kamu sadar tengah dipengaruhi obat perangsang. Andai kamu jadi anak baik dan nggak macem-macem melawanku, kejadian semalam nggak akan pernah terjadi. Kamu nggak mau kan kalau rekaman itu sampai menyebar? Seorang guru muda yang cantik dan terlihat polos, Keyra Aprilia yang lantang menentang Giandra Daniswara ternyata begitu hebat dan agresif di ranjang.” “Kurangajar.” Kaki Keyra menendang kaki Giandra cukup keras dan membuat Giandra sedikit kessakitan. Didorongnya tubuh mungil Keyra hingga terhempas ke ranjang. Giandra menindihnya dan kedua tangannya kembali mencengkeram kedua tangan Keyra. Keyra menitikkan air mata. Ingin rasanya mengulang waktu agar kembali berjalan mundur. Dia tak akan pernah menghadiri pesta ulangtahun Raynald. Hidupnya hancur dan ia merasa tak memiliki sesuatu yang berharga, yang akan membuatnya tegak berjalan sebagai seorang perempuan. Dia merasa begitu hina dan kotor. “Kamu nggak punya pilihan lagi Key. Kamu harus menuruti semua keinginanku.” Jarak wajah Giandra begitu dekat dengannya membuat Keyra bergidik. Dia begitu membenci laki-laki ini. Laki-laki yang telah memporak-porandakan hidupnya, mencabik-cabik harga dirinya. “Minta maaflah padaku dan perusahaanku dan ralat semua ucapanmu di publik. Katakan pada semua, bahwa aku tak pernah berniat menggusur panti asuhan Matahari. Katakan pula bahwa ini hanya kesalahpahaman. Dan satu lagi...menikahlah denganku.” Keyra tersentak mendengar kalimat terakhir Giandra. “Kamu sudah nggak memiliki sesuatu yang bisa kamu persembahkan untuk suamimu nanti Key. Tak akan ada laki-laki sholeh yang taat agama, yang mau menerima gadis yang sudah kehilangan segalanya dan sudah dinikmati tubuhnya oleh laki-laki lain. Karena itu aku akan bertanggungjawab menikahimu.” Keyra semakin tercekat. Ia menangis semakin kencang. Tangannya yang sebelumnya bergerak aktif ingin melepaskan diri dari cengkeraman Giandra kini melemah seiring tangisnya yang semakin menyayat. “Aku tidak mau menuruti keinginanmu. Aku akan mengatakan kepada semua orang bahwa kamu telah menjebakku.” Giandra menyeringai, “silakan Key. Aku pastikan rekaman itu akan kusebar begitu kamu berkoar-koar kembali di media. Dan panti asuhan itu akan aku gusur. Ingat Key ada dua hal yang harus kamu lindungi. Panti asuhan dan harga dirimu. Atau kamu ingin mengulang kembali adegan panas kita semalam?” Keyra begitu marah. Ingin ia menonjok muka Giandra dengan membabi buta, namun tanaganya serasa melemah di bawah cengkeraman satu-satunya laki-laki yang pernah menjamahnya itu. Air matanya terus berjatuhan. Batinnya begitu tersiksa dan sejenak ia berpikir, mungkin mati lebih baik daripada harus hidup dengan menanggung aib sebesar ini. “Jika rekaman itu tersebar, kamu juga akan malu.” Balas Keyra berusaha setenang mungkin meski luka itu begitu hebat dan telah menggerogoti pertahanannya. Giandra mengangkat sebelah sudut bibirnya, “ya, tapi rasa maluku nggak ada apa-apanya dibanding nama baikmu Keyra. Tanpa melihat rekaman kita, orang pasti sudah negatif duluan memandangku. Seorang CEO 28 tahun, punya kekuasaan, punya uang, di mata mereka aku bisa mendapatkan apapun, termasuk perempuan dan seks. Beda denganmu Key. Kamu udah terlanjur dibungkus image yang baik, polos, sederhana, idealis, apa yang akan dipikirkan publik saat tahu sisi liarmu? Apa yang ada di pikiran anak-anak panti asuhan saat mengetahui pengurus mereka berkelakuan b***t begini? Keyra kembali menangis. Giandra menyekanya pelan dan ia kecup pipi Keyra yang sudah banjir air mata. Ia bisa merasakan tawarnya rasa air mata itu. “Ikuti saja keinginanku Key. Apa susahnya meralat kembali ucapanmu dan minta maaf di depan publik? Kamu takut harga dirimu jatuh? Kamu sudah nggak punya harga diri lagi Key. Kamu dalam genggamanku sekarang. Aku janji aku nggak akan menggusur panti asuhan itu.” Giandra melepaskan cengkeramannya dan menjauhkan tubuhnya dari Keyra. “Sekarang mandilah. Aku sudah menyiapkan pakaian ganti untukmu dan juga sarapan. Setelah itu tanda tangani perjanjian kita dan aku akan mengantarmu pulang.” Giandra berjalan mendekat ke arah pintu dan meninggalkan Keyra yang masih tersedu dalam tangisnya. Isakan tangis Keyra terbenam diantara gemericik air dari shower di kamar mandi apartemen laki-laki yang sangat dibencinya. Dia berpikir seandainya bunuh diri tidak berdosa mungkin lebih baik dia mengakhiri hidupnya. Selama ini ia mati-matian menjaga kehomatannya dan semalam dia kehilangannya dalam keadaan tak sadar. Dia tak tahu harus mengadu pada siapa. Hanya Allah tempatnya berkeluh kesah dan memanjatkan doa. Masa depan serasa suram dan ia hanya bisa melihat kegelapan di sekelilingnya. Keyra mengenakan pakaian yang sudah disiapkan Giandra. Satu stel gamis lengkap dengan jilbabnya. Dia masih punya hati dengan menyediakan pakaian tertutup untuknya. Keyra keluar dari kamar yang menjadi saksi bisu atas apa yang Giandra lakukan padanya. Giandra menatapnya dari ujung hijab Keyra sampai ujung kaki. Wajah Keyra begitu dingin dan matanya terlihat sembab karena terlalu banyak menangis. “Duduk.” Ujar Giandra dan kini tatapannya tertuju pada lembaran kertas berisi perjanjian antara dirinya dengan Keyra. “Silakan baca perjanjiannya lalu tanda tangani.” Raut wajah Giandra begitu datar seakan tidak terjadi apa-apa semalam. Keyra membaca baik-baik kata demi kata dalam surat perjanjian itu. Keyra diminta menyetujui permintaan Giandra untuk meralat ucapannya dan meminta maaf pada Giandra dan perusahaannya lewat media dan dia juga harus mau menikah dengan Giandra. Jika Keyra menolaknya maka Giandra akan tetap pada rencananya semula untuk menggusur panti asuhan Matahari dan menyebarkan video panas mereka. Dengan jeritan hati yang menggema, amarah, kecewa, sedih dan kalut yang begitu mencabik hatinya yang terdalam, dengan luka yang begitu perih, dengan segala ketidakberdayaannya yang tidak punya pilihan lain, Keyra menandatangi surat perjanjian itu. Giandra tersenyum puas merayakan kemenangannya. Selanjutnya Giandra menawari Keyra untuk sarapan roti tawar bakar dan segelas s**u kedelai. Keyra sama sekali tak menyentuh makanan yang disajikan. Dia sama sekali tak berselera makan setelah apa yang terjadi padanya. Dia benci pada keadaannya saat ini dan dia benci karena Giandra berhasil mengendalikannya. Dia merasa telah kehilangan sebagian dirinya, kehilangan separuh nyawanya. Keadaannya saat ini seperti orang yang bernapas namun jiwanya telah mati. Di dalam jantung yang berdetak tak selalu ada kehidupan di dalamnya. Bahkan sebagian orang merasa sudah mati meski napas masih berhembus. Sepanjang perjalanan menuju panti asuhan, Keyra masih bertahan dengan sikap diamnya. Giandra sesekali melirik ke arahnya. “Tolong bicarakan rencanaku untuk melamarmu pada orangtuamu.” “Tak perlu ada lamaran.” Balas Keyra datar. Sementara tatapannya masih menyasar ke arah depan. “Kenapa? Dimana orangtuamu tinggal?” Keyra terpekur. Dia menghela napas. Tatapannya masih tertuju ke arah depan dan ia enggan menoleh Giandra. “Cukup hubungi wali hakim untuk menjadi wali nikahku. Aku anak haram hasil perzinahan orangtuaku. Ibuku menitipkanku pada almarhum kakek. Dia bukan kakek kandungku, dia kakek angkatku. Ibuku pergi entah kemana, tak ada yang tahu. Dulu dia hanya karyawati yang tinggal mengontrak di sekitar rumah kakek. Begitu juga ayahku. Aku nggak tahu siapa dia. Satu-satunya yang ditinggalkan ibuku adalah sebuah surat yang sampai sekarang masih aku simpan dan tak ingin aku baca.” Kata-kata Keyra meluncur lancar dengan raut wajah yang masih datar. Setiap kali mengingat latar belakangnya hatinya selalu bergerimis. Namun ia tak mau menunjukkan kesedihannya di depan Giandra. Dengan sisa kekuatan yang ia miliki ia ingin terlihat kuat di depan laki-laki yang telah menorehkan luka yang begitu sakit dan menganga dalam hatinya. Namun di mata Giandra, kerapuhan Keyra tetap bisa ia lihat. Untuk sesaat Giandra tercekat. Ia bahkan belum membicarakan rencana pernikahannya dengan ayahnya yang saat ini tengah check up kesehatannya di Singapura bersama ibunya. Giandra harap asal-usul Keyra tak jadi masalah bagi ayahnya yang notabene bersahabat dengan almarhum kakek angat Keyra. Ibunya mungkin tipe yang sangat kritis dalam memilih menantu, namun apabila ayahnya setuju, ibunya akan mengikuti. Sedari awal ayahnya pun tidak menyetujui rencana Giandra untuk membangun perumahan di kawasan panti asuhan Matahari. Namun karena tanah itu memang dibeli atas nama Giandra, ayahnya tak punya hak untuk menyampuri. Lagipula dia percaya anaknya sudah cukup dewasa dan bijak dalam mengambil keputusan. Ditatapnya Keyra begitu tajam. Ia bisa melihat sudut mata Keyra yang berkaca. Please jangan lemah karena melihat kesedihannya. Gian...Visi utamamu adalah mengembalikan nama baik perusahaan dan nama baikmu sendiri dan tentu saja membalaskan dendam pada wanita yang ada di sebelahmu. Ingat, kamu kehilangan proyek bernilai trilyunan rupiah karena wanita ini. Dia yang menyebabkan perusahaan hampir bangkrut. Jangan tersentuh dengan air matanya. Pernikahanmu dengannya harus diwujudkan karena hal ini akan memperbaiki citramu yang telah memilih gadis sederhana, anak yatim piatu dan pengurus panti asuhan sebagai istrimu. Giandra sibuk bermonolog dalam hati. Mereka tiba di depan panti asuhan. Keyra keluar dari pintu mobil tanpa sepatah katapun. Bahkan dia juga enggan menoleh Giandra. Tatapan Giandra mengikuti langkah Keyra hingga gadis itu masuk ke dalam panti. Ada perasaan aneh yang tak bisa ia deskripsikan secara gamblang. Di satu sisi ia tak bisa membendung simpatinya atas cerita pahit di balik sosoknya yang keras kepala. Di sisi lain dendamnya masih sedemikian membara. Adegan panasnya dengan Keyra masih saja mendominasi pikirannya. Sekuat apapun keinginannya untuk mengulangnya dengan Keyra, dia mencoba melawan karena ia tak mau bermain lebih jauh dengan perasaannya. Menikahi Keyra hanyalah murni karena ia ingin memulihkan nama baik dan membalaskan dendam pada gadis itu. Ia tak mau melibatkan perasaan dalam permainan yang ia ciptakan sendiri. Keyra menghempaskan tubuhnya di atas ranjang. Air mata itu kembali menuruni wajahnya dan suara paraunya semakin tercekat. Ia tutup kepalanya dengan bantal agar isakannya tak terdengar oleh pengurus panti yang lain maupun anak-anak panti. Impian dan segala harapan seakan hancur tak bersisa. Dia tak tahu lagi bagaimana menata puing-puing hati yang retak untuk bisa terus melangkah ke depan. Dia tak lagi bisa melakukan segala sesuatu atas keinginannya sendiri karena selalu ada bayang-bayang Giandra yang akan menekannya. Keyra mengepalkan tangannya kuat-kuat dan memukulkannya pada guling. Dari hati yang terdalam, Keyra begitu membenci Giandra.. Benar-benar membencinya..
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD