“Zea? Apa yang kau pikirkan? Katakan pada kami??” ujar dr. Atlas menatap wanita yang ia kagumi itu.
Tidak ada sahutan apapun, bahkan Zea hampir tidak berkedip selama hampir 1 menit lalu. Hingga dr. Viona kembali menyentuh lengan Zea, mengusapnya lembut.
“Hey?? Kau dengar kami?” tanyanya dengan nada bicara lembut.
Glek!
Zea mengangguk kecil, lalu menurunkan pandangannya. Dia tersenyum tipis lalu menyeka air mata yang mulai jatuh di sudut mata kanannya.
“Iya, Dokter. Maaf, aku hanya … mungkin aku syok dengan surat-surat ini. Aku—” ucapannya terhenti. Dia menyempatkan diri menarik napas panjang, melihat mereka dengan mata berkabut bingung.
Axton melirik Hugo yang duduk di sisi kirinya. Dia menyenggol siku kanan Hugo hingga pria itu menatapnya dan memberi isyarat mata seakan bertanya ada apa.
Dia sendiri bingung ingin melakukan apa. Axton merasa kalau mereka perlu membicarakan sesuatu yang mungkin bisa menetralisir keadaan.
Apalagi berita ini merupakan berita baik bagi Zea. Yah, Axton tahu kalau tim mereka akan melewati beberapa rintangan untuk menyampaikan surat-surat ini secara terbuka.
Prof. Gil tersenyum tipis.
“Baiklah, kalau begitu … sebaiknya kita beristirahat dulu saja. Bagaimana?” tanya Prof. Gil menatap mereka bergantian.
Mengangguk kecil, Prof. Calder setuju dengan saran Prof. Gil.
“Aku setuju, Professor Gil. Sebaiknya … kita beristirahat dulu. Aku juga—” ucapan Prof. Calder disela cepat oleh Zea.
“Professor, Dokter … aku baik-baik saja. Aku tidak apa-apa. Tadi … aku hanya syok, tapi aku baik-baik saja, aku bersumpah. Bisa kita lanjutkan pembicaraan ini, Professor??” tanya Zea sambil tersenyum tipis. Dia beralih menatap dr. Viona dan dr. Atlas bergantian.
“Dok??” ujarnya lagi.
Mereka saling melirik satu sama lain sambil tersenyum. Zea terlihat antusias sekali, padahal tidak menutup kemungkinan jika wanita itu bisa saja marah sebab penelitiannya terhenti beberapa hari lalu.
“Setelah membaca surat-surat ini, kau mau melakukan apa, Zea?” tanya dr. Viona masih menatapnya lekat.
Zea tersenyum tipis, menatap mereka bergantian.
“Ini bisa menjadi kekuatan untukmu mengajukan banding terhadap mereka, Zea. Kau bisa menggunakan mereka sebagai alasan kuat untuk tetap melanjutkan penelitianmu. Apalagi … keluarga mereka sudah menyetujuinya. Benar begitu, Prof? Dok?” ujar Rega mengatakan pendapatnya.
Prof. Calder dan Prof. Gil mengulum senyum mendengar pernyataan mereka sejak tadi.
“Dan kami bisa melakukan itu jika kau mau. Kami akan membantumu untuk pergi ke Swiss dan meyakinkan mereka. Karena … ini adalah harga diri tim kita. Aku tidak mau mereka berpikir kalau tim kita sangat lemah hanya karena mereka langsung mengambil keputusan tanpa banyak pertimbangan, sementara pasien Monodna IV-98 sangat mengharapkan penelitian ini untuk tetap dilanjutkan,” jelas Axton panjang lebar.
Mereka mengangguk setuju dengan penjelasan Axton barusan. Termasuk dr. Atlas yang berulang kali menghela napas panjang. Entah kenapa, dia merasa kalau kasus ini lebih sulit daripada menangani persoalan uji coba yang terlambat dan gagal.
Banyak sekali pro dan kontra yang menyudutkan Zea. Dia sangat tidak suka itu.
“Kalau sudah sepakat, aku akan mengurus surat resmi agar mereka mempertimbangkan Zingi curas sekali lagi. Semua surat-surat ini bisa menjadi pendukung utama kita. Tapi … kalau mereka tidak memperdulikan semua surat-surat ini, kita akan meminta tolong kepada pihak pasien secara langsung. Atau kita akan melakukan penelitian Zingi curas dengan lepas tanpa ikut campur tangan Laboratorium ini. Bagaimana, Professor?” ujar dr. Atlas menatap Prof. Calder dan Prof. Gil.
Zea kembali membungkam mulut mendengar ucapan mereka sejak tadi.
“Kalian benar … surat-surat ini bisa menjadi sumber kekuatan untuk Zingi curas. Aku setuju kalau Zea benar-benar yakin,” ujar Prof. Gil menatap Zea.
Prof. Calder ikut mengangguk kecil. Dia kembali membuka suaranya.
“Yah … aku juga setuju. Sekarang, kita hanya perlu fokus pada Zea saja. Tinggalkan pekerjaan lain dan kita akan membantu Zea untuk melanjutkan penelitian ini. Aku akan berhubungan langsung dengan mereka setelah dr. Atlas mengirimkan surat resmi ke Swiss,” ujar Prof. Calder.
Mereka semua mengangguk setuju.
“Dan aku sangat yakin … berita ini pasti sudah tersebar luas. Pasti pasien dan keluarga mereka sudah mengumumkan ini ke publik. Jadi … aku pikir kita tidak perlu khawatir jika saja ada sebagian orang yang menganggap ini hanyalah sebuah trik agar penelitian Zingi curas tetap dilakukan,” ujar Hugo dengan analogika yang tepat.
Axton dan dr. Atlas mengangguk paham, termasuk dr. Viona.
“Karena mereka tidak bisa memfitnah kau sembarangan, Zea. Itu bisa menjadi tameng jika ada yang memusuhimu. Mereka … tidak punya alasan untuk mengatakan bahwa ini semua adalah rencana,” sambung Rega menatap mereka bergantian.
Pembicaraan mereka cukup melegakan hati Zea. Namun, dia masih ingin melakukan hal lain seperti menjenguk para pasien Monodna IV-98 dan mewawancarai mereka secara langsung termasuk mewawancarai keluarga mereka.
Mendengar alasan langsung dari bibir mereka dapat menambah semangat dan kekuatan dari dalam diri Zea. Dia hanya ingin meyakinkan hatinya sekali lagi bahwa menentang keputusan sepihak dari Badan Kesehatan Dunia adalah pilihan terbaik untuk massalahnya kali ini.
“Baiklah, Professor, Dokter … aku akan mengikuti saran kalian semua,” ucap Zea mulai membuka suara.
Dia tersenyum lalu menarik panjang napasnya, menatap surat-surat yang sudah terbuka diatas meja, di hadapan mereka.
“Aku … meminta bantuan kalian untuk penelitianku. Aku harap … kalian bersedia,” ujarnya kembali menatap mereka satu persatu.
Mereka semua mengangguk setuju. Yah, tentu saja mereka akan membantu Zea. Terlepas dari ada atau tidaknya pengkhianat dari tim mereka.
Karena Zea sendiri tidak akan pernah memberitahu bahan-bahan asli penawar yang ia buat. Zingi curas akan tetap aman.
Timnya hanya membantunya dalam penelitian nanti jika saja disetujui oleh Badan Kesehatan Dunia. Jika tidak, maka mereka akan melakukannya secara mandiri di luar Laboratorium ini.
..**..
Benar dan sesuai dengan dugaan mereka, berita itu tersebar luas begitu cepat. Tidak sedikit masyarakat yang ikut mendukung Zingi curas.
Bahkan mereka telah mengenal siapa itu dr. Zea Mays Coates. Namanya sudah tersebar hingga ke seluruh penjuru Negeri di dunia ini.
Berita ini sangat menggemparkan dunia, sama seperti gemparnya virus Monodnaviria Immunodeficiency yang hadir di tahun 2098 lalu. Tidak hanya berita Nasional, tetapi berita Internasional juga membahas topik berita yang sama.
Termasuk Laboratorium Nasional Amerika Serikat, tempat dimana mereka bekerja. Tidak sedikit dari mereka yang berusaha untuk menjatuhkan nama baik Zea dengan mengatakan bahwa trik licik dan kotor tidak akan membawa keberhasilan apapun.
Betapa sedih hati Zea ketika mengetahui bahwa orang-orang di tempat ia bekerja semakin banyak yang membencinya. Padahal, Zea jarang bergaul dengan mereka. Mengenal mereka saja tidak, tetapi kenapa mereka sampai seperti itu membencinya, pikir Zea.
Dia melakukan penelitian ini bukan tanpa alasan dan bukan pula dengan alasan sederhana. Melainkan ingin menyembuhkan dunia dengan memakai bahan-bahan yang diambil langsung dari alam.
Tapi tidak mengapa, Zea tidak terlalu serius menanggapi ocehan mereka. Sebab fokus utamanya saat ini adalah menyampaikan semua pesan-pesan itu kepada Badan Kesehatan Dunia sebelum surat keputusan mereka untuk Zingi curas turun secara resmi.
*
*
Novel By : Msdyayu (Akun Dreame/Innovel, IG, sss)