24

1792 Words

Pintu apartemen tertutup rapat, dan satu helaan napas panjang pun terdengar dari Nayara. Tumitnya terasa ngilu, pundaknya seperti membawa beban berkarung-karung. Hari ini melelahkan, secara fisik dan mental. Terutama karena pria satu itu—Adiraja Mahadipa—bosnya, yang rewel luar biasa. “Kenapa sih harus selalu aku yang ditunjuk? Kenapa harus aku yang disuruh-suruh ambil minuman, cetak ulang dokumen, atau bersikap manis di depan klien m***m itu?” gerutunya dalam hati. Saat langkahnya masuk ke ruang tengah, aroma cokelat hangat menyambutnya. Dan seseorang... sudah duduk santai di sofanya. "Hei, kenapa cemberut gitu?" suara yang familiar dan tenang itu mengalun. Viren. Nayara hanya menggeleng. Masih diam, belum sanggup bercerita. "Capek?" tanya Viren lagi, menyodorkan gelas berisi cokelat

Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD