Tak Lagi Menahan Diri (21++)

1565 Words
merinding. Detik itu juga, Stella menyadari kalau dirinya tak lagi sendiri di kamarnya yang seharusnya terkunci rapat, dan hanya satu orang lain yang bisa membuka kamarnya selain dirinya sendiri. Stella menatap nyalang sosok hitam, tinggi, besar yang sedang berdiri didepan pintu kamar yang sudah terbuka lebar. Sosok itu menatapnya dengan wajah tak terbaca seperti biasanya, tetapi malam ini tatapannya berbeda. Ada sesuatu yang sudah beberapa hari ini–meski mungkin tidak akan pernah menghilang– terasa sedikit berkurang kadarnya dari saat mereka pertama bertemu, kembali muncul–bahkan berkali-kali lipat dari sebelumnya–di sepasang bola mata yang menatapnya tajam. Kebencian. Kebencian murni yang rasanya begitu menusuk hingga ke jantung. “Bangun. Buka bajumu.” Suara berat dan selalu datar dari sosok hitam itu membuat Stella bergegas menurunkan kakinya dari tempat tidur dan bangkit berdiri. Kedua tangan kecil Stella, meski bergetar tak terkendali, bergegas membuka kancing baju tidurnya, dan menarik gaun putih tipis itu melewati kepalanya. Tak lama gaun itu teronggok begitu saja di lantai, meninggalkan tubuh Stella yang polos tanpa sehelai benangpun. Dengan tubuh polos yang gemetar karena dingin bercampur panik, Stella menatap Xavier dengan takut-takut. Aura masternya berbeda malam ini. Xavier terlihat sangat menekan dan menyeramkan lebih dari biasanya. “Berbaring telungkup di ranjang.” Stella kembali berbaring sesuai dengan perintahnya. Kedua tangannya mengepal sprei murahan yang menjadi alas tidurnya, kedua matanya terpejam erat. Gerakan langkah kaki halus terdengar mendekati ranjang Stella. Meski masih mengenakan piyama lengkap, dаda kekar Xavier terasa panas menempel erat di punggungnya. Kedua kaki jenjang Xavier diselipkan di antara kedua kaki Stella, untuk meregangkan kaki Stella. Stella bisa merasakan ada benda besar dan keras yang menonjol di bagian bawah tubuh Xavier, menekan tubuh bagian belakangnya. Detik berikutnya, Xavier sedikit menjauhkan tubuhnya, Stella bisa mendengar suara celana yang dibuka. Malam ini, ada yang berbeda. Malam ini, Xavier tidak menyentuh Stella untuk memeriksa kesiapan tubuh Stella seperti biasanya, Malam ini, sepertinya Xavier sudah mempersiapkan hal lain untuk Stella. Tak berani menengok kebelakang sedikitpun, Stella bisa merasakan Xavier sedang melakukan sesuatu untuk bersiap-siap. Belum sempat Stella mengetahui apa yang dilakukan Xavier, Stella bisa merasakan sebuah benda hangat yang sudah menempel di tubuh bagian bawahnya. Baru saja Stella berniat untuk menarik nafas dan mempersiapkan hati serta tubuhnya, sebuah hentakan keras dan kasar, langsung mendorong sebagian benda itu memasuki tubuh Stella dengan tiba-tiba. “Aaaaa….!” Jeritan kesakitan melengking tinggi memenuhi kamar Stella. Panas, perih dan nyeri tak terkira seperti membelah tubuhnya menjadi dua, ngilu pada lubang kеwanitаannya menyebar cepat ke seluruh tubuhnya. Genggaman kedua tangan Stella pada sprei dibawahnya semakin erat hingga nyaris merobeknya. Siksaan yang dirasakan Stella begitu dahsyat, membuat Stella bahkan meragukan dirinya sendiri. Tuhan, mampukah aku bertahan?.... Kejаntаnan Xavier hanya bisa masuk sebagian, karena tubuh Stella masih belum siap untuk menerimanya. Namun, malam ini Xavier tidak ingin peduli. Malam ini, semua hanya tentang menghapus mimpi buruk yang terus berputar di benak Xavier. Tak memperdulikan jeritan kesakitan wanita dibawahnya, Xavier hanya ingin melampiaskan amarah, dendam dan hasratnya. Pria besar itu menarik pinggulnya sedikit dan kembali menghentakkannya dengan lebih keras, memaksa agar kejantanannya melesak sedalam-dalamnya di dalam tubuh Stella. Bagian tubuh Xavier yang besar itu masuk ke dalam tubuh Stella yang masih sangat tidak siap, sehingga, membuat Stella hanya mampu menenggelamkan wajahnya ke bantal untuk meredam teriakan kesakitannya. Tangan kuat Xavier menarik pinggul Stella ke atas. Tanpa ampun Xavier kembali menggerakkan tubuhnya dengan kasar dan sepenuh tenaga, memompa tubuh besarnya tanpa ampun menghantam tubuh mungil Stella. Gerakannya cepat dan beringas, sama sekali tidak memperdulikan teriakan dan jeritan Stella yang terus terdengar setengah teredam bantal. Tak sanggup menahan sakit lebih lama, secara naluriah, tubuh Stella mulai memberontak agar bisa menjauh dari sumber siksaannya. Namun, sudah pasti Xavier tidak akan melepaskan mangsanya begitu saja. Tubuh besarnya mengurung tubuh mungil sang mantan Nona Muda agar tidak bisa terlepas darinya. Cengkeraman tangan besar Xavier di pinggul Stella, semakin menguat, meninggalkan bekas-bekas lebam merah kebiruan di kulit putihnya. Belum juga mencapai kepuasan, satu tangan Xavier bergerak ke depan, meraih pаyudаra Stella dan meremasnya sekuat-kuatnya, jeritan bercampur dengan rintihan kesakitan dan isak tangis kembali terdengar. Tak berhenti disana, jari besar Xavier kembali memerangkap sepasang bukit Stella, memijat dan memelintirnya dengan keras. Bersamaan dengan tubuh besarnya yang terus menumbuk Stella dengan brutal. Genggaman kasar Xavier terasa di rambut Stella, dan langsung diikuti dengan satu tarikan keras yang membuat Stella meringis, lehernya terasa nyaris patah. Detik itu juga Stella menyadari, firasat yang Marissa katakan padanya akhirnya terjadi. Waktunya telah tiba dimana Xavier tidak lagi menahan diri padanya. Xavier benar-benar menumpahkan segalanya pada Stella, dan ternyata rasanya sangat menyakitkan. Stella kembali berteriak keras, kedua tangannya mengepal semakin kencang dan merobek sprei yang menjadi alasnya. Tak berhenti begitu saja, Xavier memaksa kedua kaki jenjang Stella agar membuka semakin lebar untuknya. Lalu tanpa menahan diri sedikitpun, Xavier menusuk sedalam-dalamnya ke dalam tubuh Stella dengan sekuat tenaganya. Kali ini, Stella sudah tak sempat menutup mulutnya lagi, jeritan melengking yang begitu tinggi dan panjang, hingga terdengar ke seluruh pelosok mansion. Batang besar Xavier yang terbenam di dalam tubuh Stella, tak sedikitpun memberikan kenikmatan. Kekuatan pria bertubuh besar dengan tenaga yang luar biasa, membuat setiap tusukannya begitu menyiksa Stella. Tubuh besar Xavier terus bergerak, memompa tubuh kecil Stella dengan brutal tanpa ampun. Namun, di sela-sela jeritan dan lolongan kesakitan Stella, samar-samar Stella mampu mendengar suara erangan dan desahan Xavier. Pertama kalinya Xavier bisa mendapatkan kenikmatan dari tubuh Stella. Jari-jari yang sejak tadi terus menyakiti dаda Stella, akhirnya dilepaskan, tetapi bukan berarti Stella bisa bernafas lega, karena berikutnya tangan itu bergerak ke bagian bawah tubuh Stella untuk mencari alat siksaan baru. Jeritan dan teriakan penuh penderitaan Stella kembali menggema. Xavier terus menyakiti tubuh Stella bersamaan dengan irama gerakan tubuhnya yang semakin kasar. Paha dan kaki Stella bergetar keras, nyaris tak mampu menahan bobot tubuhnya lagi. Lolongan kesakitan yang menyakitkan bergema di seluruh mansion yang sunyi. “Tolong hentikan…! Kumohon…!” Stella terisak keras sambil terus memohon, seluruh tubuhnya bergetar di bawah kepemilikannya yang begitu kasar dan kejam. Meski Stella sudah terlihat sangat menyedihkan, Xavier tak peduli. Xavier terus menggerakkan tubuhnya tanpa lelah, mengarahkan tubuh Stella sesukanya, memastikan setiap gerakannya dapat membuat Stella semakin menderita, dan anehnya dapat memberikannya kepuasan yang berbeda, dengan saat Xavier melakukannya bersama Veronica. Malam ini, hanya suara lolongan penuh penderitaan Stella yang terus terdengar, menggantikan suara burung hantu yang biasa sedang menyanyikan lagu penghantar tidur. Stella tidak tahu berapa lama waktu telah berlalu. Stella juga tidak tahu berapa lama, dirinya mampu bertahan dari penyiksaan yang diberikan Xavier padanya. Semangat berjuang dan keinginan bertahan hidup, telah lama meninggalkan Stella. Tubuhnya terasa begitu lemas, bahkan Stella sudah tidak memiliki tenaga sedikitpun untuk berteriak, hanya rintihan kesakitan yang masih terdengar sesekali dari bibirnya yang terluka karena berkali-kali di gigit untuk menahan sakit. Sampai akhirnya, Stella mendengar erangan keras dari bibir Xavier. Benda di dalam tubuhnya terasa membesar dan berdenyut-denyut. Stella juga bisa merasakan semprotan cairan hangat yang sangat banyak ke dalam dinding rahimnya. Begitu banyaknya, hingga sebagian terasa mengalir hangat di pahanya. Begitu semua ketegangan telah mengendur, Xavier segera menjauhkan tubuhnya dari Stella dan kembali mengenakan pakaiannya. Tak satupun emosi terlihat di wajah datarnya. Xavier bahkan tak melirik ke arah Stella sedikitpun saat dia berlalu begitu saja dari kamar Stella. Stella terbaring lemas tak mampu menggerakkan tubuhnya sedikitpun, seperti boneka yang talinya sudah putus. Seluruh tubuhnya terasa sakit, tulang-tulangnya terasa patah. Tenggorokannya begitu nyeri karena terus berteriak. Mata Stella terpejam semakin rapat. Merintih seperti seekor binatang yang terluka. Stella hanya sempat mengingat ketakutannya sendiri, saat membayangkan kehidupan seorang budаk yang akan terus dijalaninya, ketika kegelapan menjemput kesadarannya. ===== Veronica yang sedang berada di kamarnya, tak bisa berhenti tersenyum dan tertawa saat mendengar suara jeritan dan teriakan kesakitan Stella. Hmph…untuk pertama kalinya, mantan Nona Muda itu merasakan bagaimana rasanya kenikmatan dari Xavier yang sebenarnya. Ini baru benar. Seperti inilah seharusnya budаk jаlang itu diperlakukan. Di masa kekuasaan Dimitri Costello, tidak pernah ada ketenangan pada malam-malam di mansion Costello. Setiap malam, akan dimeriahkan dengan begitu banyaknya teriakan, jeritan, isak tangis dan lebih banyak lagi lolongan kesakitan. Para pria berteriak karena segala macam siksaan yang dijatuhkan pada mereka. Para wanita menjerit karena cara para penjaga yang menуеtubuhі mereka dengan brutal dan kasar. Yang membuatnya semuanya terasa lebih buruk, para bаjіngan itu bahkan tidak memiliki alasan apapun untuk menyiksa mereka…tidak seperti Xavier. Saat Veronica mendengar suara jeritan Stella sudah berhenti, dengan sikap penuh percaya diri, Veronica segera berdiri dan menyambar jubah tidurnya, menutupi lingerie berwarna merah tua yang sedang dikenakannya. Veronica melangkah keluar dari kamarnya dan berjalan dengan dagu terangkat tinggi menuju kamar Xavier, sangat yakin kalau Tuan Besarnya akan membutuhkan dirinya saat ini. Veronica sampai di depan kamar, tepat bersamaan dengan sang Tuan yang baru saja menjulurkan tangannya ingin membuka pintu kamar. “Tuan…” Veronica memanggil dengan suara menggoda. “Pergilah, Veronica. Aku tidak membutuhkanmu malam ini.” Tanpa basa-basi, bahkan tanpa melirik sedikitpun ke arah Veronica, Xavier membuka pintu kamarnya dan melangkah masuk. Veronica yang masih terperangan di depan pintu yang baru saja tertutup, mendengar saat suara kunci diputar. Veronica begitu terkejut hingga tak mampu berkata-kata. Veronica hanya bisa terdiam, berusaha memahami apa yang telah dikatakan oleh Xavier kepadanya barusan. Dia tidak membutuhkanku….Tidak butuh aku…? Apakah artinya dia sudah puas? Saat makna kata-kata itu meresap di kepalanya, Veronica tidak tahu apa yang menguasai emosinya lebih besar. Apakah kemarahan, karena Xavier tak lagi menahan dirinya hingga mendapatkan kepuasan dari Stella? Ataukah Ketakutan, karena entah bagaimana, Veronica mulai merasakan semua situasi mulai berubah ke arah yang tidak menguntungkan untuknya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD