Kenapa Aku?

2292 Words
Begitu menyadari tindakan spontannya, mata Stella sontak terbelalak, dia tidak mampu lagi menahan dirinya dan membalas perkataan Xavier. Budаk tidak membantah majikannya atau mereka akan dihukum. Mendengar kemarahan Stella untuknya, Xavier tidak marah. Sama sekali tidak. Xavier hanya mengangkat sebelah alisnya dan menatap Stella dengan pandangan terhibur. Malahan, Xavier sangat senang karena mendapatkan kesempatan untuk memberikan hukuman pada Stella lagi. Tangan besarnya meraih rantai yang berada di kalung budаk yang dikenakan Stella dan menariknya dengan keras, membuat Stella menjerit kaget. Mata Xavier berkilat penuh kekejaman. Xavier mengangkat dagu Stella dengan jepitan jari yang kuat. “Hmm…Aku sangat senang melihat begitu banyak api semangat dimatamu, dan aku akan sangat menunggu kesempatan untuk memadamkannya. Kau tidak tahu berapa banyak yang sudah kusiapkan untukmu. Oh…mungkin kau tahu, karena bagaimanapun juga, kau sudah terbiasa melatih budаk sebelumnya.” Ayahku yang melatih budаk! Bukan aku!!! Stella nyaris menjeritkan kekesalan dari bibirnya. Kebencian murni terlihat jelas di mata dingin Xavier. “Bersiaplah, latihanmu akan dimulai malam ini. Kau akan menghangatkan tempat tidurku.” Selesai berkata Xavier langsung berbalik dan melangkah keluar dari ruangan layaknya seekor singa besar yang sangat mematikan. Begitu Xavier pergi, beberapa menit kemudian, tiga orang pelayan wanita menjemputnya dan membawa Stella keluar dari penjara dinginnya. Sesuai harapan Stella sebelumnya, akhirnya dirinya dapat melihat pemandangan selain kamar kosong yang membuatnya merasa depresi, setidaknya perjalanan singkat itu bisa membuat suasana hatinya sedikit membaik. Meskipun begitu, jantung Stella masih berdetak sangat kencang, saat mengingat alasan kenapa dirinya dibebaskan dari ruangan menyedihkan itu setelah sekian lama dia dibiarkan membusuk di dalamnya. Melewati lorong yang berliku-liku, Stella dibawa ke sebuah kamar dengan kamar mandi yang memiliki bathup yang begitu besar sehingga mampu menampung lebih dari 2 orang di dalamnya. Dua pelayan mengisi bathup itu dengan air hangat, kemudian memasukkan sabun aroma terapi yang menenangkan dan juga kelopak bunga mawar. Sesuai dengan perintah Xavier, para pelayan itu membersihkan Stella dengan sangat teliti. Saat memikirkan situasinya saat ini, meskipun bukan waktu yang tepat, namun sudut bibir Stella sedikit terangkat saat menyadari keadaannya sekarang sedikit terasa lucu. Ketika masa kekuasaan ayahnya, tidak pernah terjadi, dimana pelayan diizinkan memandikan seorang budаk. Tetapi, senyum Stella langsung menghilang, saat teringat alasan kenapa dia bisa mendapatkan perlakuan istimewa. Dirinya sebentar lagi akan menghangatkan ranjang Tuan mereka, dan mendadak situasinya menjadi sedikit menakutkan. Setelah dimandikan, ketiga orang pelayan itu membantu Stella merias diri. Salah seorang dari tiga pelayan, yang paling tua bernama Marissa, dialah yang bertanggung jawab. Ketiga pelayan itu menyisir rambut panjang Stella, membuat rambut itu berakhir dalam tatanan panjang dengan bagian ujung yang dibuat mengikal indah. Wajahnya diberikan sapuan tipis makeup yang membuatnya terlihat semakin cantik natural. Namun, semua keindahan itu langsung luruh, saat Stella melihat pakaian yang dipakaikan pada tubuhnya. Pakaian itu membuat Stella mengernyitkan hidungnya dengan perasaan jijik. Pakaian itu nyaris tidak menutupi apapun, Stella sama saja dengan telanjang. Rok satin berwarna merah yang panjangnya bahkan tidak sampai menutupi bagian intinya, terikat tepat di bagian bawah pusarnya, punggungnya dan kedua sisi pinggangnya, dengan bagian atas yang hanya berupa tali terbuat dari kulit selebar 5 cm yang melingkari tubuhnya, sekadar untuk menutupi ujung dаdanya saja. Kemudian para pelayan itu memakaikan Stella, sebuah kimono yang juga terbuat dari satin dan berwarna merah, yang menutupi seluruh tubuhnya sampai dengan mata kaki. Tak lupa mereka juga menyemprotkan parfum dengan wangi yang lembut di seluruh tubuhnya termasuk di paha bagian dalamnya. “Selesai.” Marissa bertepuk tangan dua kali. Stella melihat dirinya sendiri melalui kaca. Dengan rambut tertata indah, wajah yang diberikan makeup tipis sesuai dengan gayanya selama ini, untuk sesaat Stella seperti melihat dirinya sendiri di masa lalu. Nona Muda Stella Costello. “Kau bisa pergi ke kamar Tuan sekarang juga. Aku tidak menyarankan untuk membuatnya menunggu lama.” Marissa berkata dengan tegas. Stella hanya melirik tajam ke arah Marissa. Tak sepatah katapun keluar dari bibirnya. Sejak dibawa keluar dari kamar yang mengurungnya, yang benar-benar Stella ingin tahu hanyalah tentang keadaan orang-orang dari keluarga Costello yang tersisa. Selama perjalanan mereka dari penjara bawah tanah, sampai dengan ke kamar ini, Stella sama sekali tidak melihat wajah-wajah yang dikenalnya. Apakah mereka dijadikan budаk di kediaman Xavier? Ataukah mereka dijual untuk dijadikan pemuas nafsu? Ataukah mereka dibagikan kepada orang-orang dari keluarga Leone untuk dijadikan pekerja? Bagaimanapun juga, itulah apa yang dulu ayah Stella lakukan kepada anggota keluarga Leone yang tertangkap. Stella sangat mengkhawatirkan orang-orangnya, tetapi dia juga tahu, saat ini dirinya tidak memiliki kemampuan apapun untuk melindungi mereka. Stella menggelengkan kepalanya perlahan, berusaha menghilangkan semua pikiran dari benaknya. Saat ini, Stella memiliki masalah lain yang lebih perlu dikhawatirkan, yaitu seekor singa yang sangat membenci Stella dengan setiap sel di dalam tubuhnya, dan sebentar lagi singa itu akan berada satu ranjang dengan dirinya. ====== Beberapa menit berlalu dan Stella masih berdiri tepat di depan pintu kamar Xavier yang sangat besar dan berwarna hitam. Berkali-kali Stella sudah mengangkat tangannya untuk mengetuk, tetapi setiap kali, hatinya selalu melemah, sehingga ia kembali menurunkan tangannya. Kedua pelayan yang menemaninya hanya berdiri menunggu di belakangnya. Telapak tangan Stella terasa berkeringat, hingga dirinya berkali-kali terpaksa mengusapkan telapaknya ke jubah penutup yang dikenakannya. Berkali-kali Stella menarik nafas panjang berusaha menenangkan dirinya. Baru saja tangannya terangkat sekali lagi untuk mengetuk, sebuah suara bariton yang menggetarkan seluruh tubuh Stella terdengar dari dalam ruangan. “Sampai kapan kau akan terus berada di depan pintu. Masuk.” Suara bariton yang begitu dingin menusuk, membuat Stella semakin gugup. Perlahan, Stella membuka pintunya dan melangkah masuk. Sinar lampu temaram menerangi kamar yang bernuansa hitam dan abu-abu. Meski suasana kamarnya, sama gelap seperti aura pemiliknya, namun semua itu tidak mengurangi kesan elegan dan keindahannya. Sayangnya, tatapan menusuk yang dirasakan Stella sejak ia melangkah masuk, membuat Stella tidak mampu menikmati keindahan kamar itu sedikitpun. Aura Xavier yang sangat menekan, membuat Stella hanya mampu menatap lurus kepada sosok besar pria dengan karisma begitu kuat, yang sedang duduk di sisi lain ruangan. Di usia 25 tahun, Stella baru pertama kali melihat seorang pria yang terasa begitu besar dan agung. Begitu mengagumkan, dan pria itu adalah Xavier Leone. Melihat sosok Xavier yang sedang sibuk membaca tumpukan dokumen yang berada di hadapannya dan menandatanganinya satu per satu dengan wajah serius, membuat Stella sulit mempercayai bahwa ini adalah pria yang sama yang pernah menjadi budаk ayahnya. Tetapi, kenyataannya pria perkasa ini memang pernah menjadi seorang budаk. Selama 10 tahun penuh, harga diri dan martabatnya diinjak-injak oleh ayah Stella. Siksaan demi siksaan yang tak terbayangkan terus diberikan, dan sekarang, waktunya Stella membayar penuh semua perbuatan ayahnya. Setelah beberapa saat membiarkan Stella hanya berdiri diam layaknya sebuah patung, akhirnya Xavier mengangkat kepalanya dan menatapnya. Dengan sebuah pena yang dilapisi emas murni yang masih berada di tangannya, Xavier menatap Stella dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tatapan Xavier yang begitu dalam membuat kulit Stella meremang. Meski sudah berusaha sekuat tenaga, Stella tetap tak mampu menahan tubuhnya agar tidak bergetar. Menit berlalu, namun, tatapan dan raut wajah Xavier tetap terlihat datar dan dingin, tak berubah sedikitpun selama pria itu memperhatikannya. Hanya penghinaan murni yang terlihat dari sikap dan tatapannya. Sesaat sebuah pemikiran tiba-tiba melintas di kepala cantik Stella. Dia pasti semakin tampan saat tersenyum, tapi…apakah Xavier tahu bagaimana caranya tersenyum? Seakan tak peduli dengan pemandangan yang dilihatnya. Xavier kembali menundukkan kepala dan meneruskan membaca dan menandatangani dokumen-dokumen yang bertumpuk di mejanya. Menit berlalu menjadi jam. Stella sudah berdiri diam tak bergerak selama lebih dari dua jam. Kakinya mulai terasa kaku dan pegal. Tetapi, Xavier tampaknya masih belum ingin menyelesaikan kesibukannya. Berusaha sepelan mungkin, Stella memindahkan tumpuan berat tubuhnya ke salah satu kakinya, mencoba menghilangkan rasa tak nyaman yang mulai menerjang kakinya yang lain. Sayangnya, meskipun telah bergerak sepelan mungkin, gerakan Stella tetap menarik perhatian Xavier. Perlahan, Xavier mengangkat kepalanya dan menatap ke arah Stella tanpa mengatakan sepatah katapun. Stella hanya bisa menundukkan kepalanya dalam-dalam dan kembali berdiri diam. Namun, kali ini, Xavier tidak lagi melanjutkan pekerjaannya, dia memundurkan kursinya. Tanpa melepaskan tatapannya pada Stella sedikitpun, Xavier berkata datar tetapi sangat tegas, “Lepaskan bajumu.” Mendengar perintah yang tak bisa dibantah, keraguan terlihat jelas di wajah Stella. Tanpa disadari nya, Stella menggigit bibir bawahnya untuk menutupi kegugupannya. Melihat gadis di hadapannya tak kunjung bergerak menjalankan perintahnya, kilatan tidak sabar yang berbahaya melintas di mata Xavier. Dengan tangan terkatup di depannya, Xavier menjilat bibirnya sendiri dengan sikap penuh perhitungan. Stella yang masih menundukkan kepala tak berani menatap Xavier, mulai merasakan adanya firasat bahaya besar yang akan segera menghampirinya, jika ia terus menunda perintah pria itu. Dengan tangan gemetar, Stella memaksa jari-jarinya untuk bergerak. Dengan sedikit ketakutan dan banyak rasa malu, Stella menarik tali yang mengikat kimononya dan membiarkan kain itu terjatuh di tanah. Mempersembahkan tubuhnya dengan pakaian yang nyaris tanpa bahan untuk dilihat oleh Xavier. Mata Xavier tidak pernah lepas dari wajah Stella yang sekarang sudah semerah tomat matang. Jari-jari besarnya mengetuk sandaran tangan di kursinya dengan gerakan tak sabar. Wajahnya masih tetap datar acuh tak acuh. “Mari kita pastikan aturannya terlebih dahulu, budаk. Di masa depan, jika aku memberikan perintah dan kau tidak melaksanakannya dengan segera, aku akan mencambuk punggung putih mulusmu. Mengerti?” Suara berat dan dingin terdengar memecah kesunyian kamar bernuansa gelap itu. Sorot mata Stella terbelalak sesaat dan terlihat begitu tersiksa saat mendengar perkataannya, namun, dengan cepat Stella menyembunyikannya. Bagaimanapun juga, Stella tak ingin terlihat lemah dihadapan Xavier. Dia tak ingin Xavier tahu bagaimana ancamannya begitu mempengaruhi dirinya. “Baik…Master.” Stella menjawab dengan lirih, sekuat mungkin berusaha untuk tetap terlihat datar dan tidak terpengaruh. Stella tidak ingin Xavier melihat kebenciannya terhadap panggilan yang menggambarkan penguasaan murni. Bagi Stella, panggilan itu malah membuat semangat pemberontakan semakin membara di dalam dȧdanya. Xavier bukannya tidak merasakannya, tetapi saat ini dia memutuskan untuk diam dan melihat apa yang akan dilakukan oleh gadis kecil didepannya ini untuk menentangnya. Melihat Stella sudah kembali terdiam, Xavier bangkit dan melangkah dengan keanggunan seekor singa, memutari meja kerjanya yang besar dan menyandarkan dirinya disana. Matanya terus menatap Stella dengan pandangan yang dingin membeku. “Telanjang.” Satu kata. Satu perintah. Seluruh asa pemberontakan di tubuh Stella, langsung lenyap begitu saja. Bibirnya yang sebelumnya masih merengut penuh pemberontakan, langsung bergetar lemah. “Kumohon….” Stella merintih lemah, memohon. Tetapi detik itu juga, wajahnya mendadak pias. Stella menyadari dia telah membuat kesalahan besar. Layaknya seekor singa, Xavier bergerak mendekat, aura berbahaya menguar kuat dari tubuhnya. Stella mengepalkan kedua tangannya sekuat tenaga, menahan dirinya agar tidak bergerak sedikitpun. Tanpa ampun, tangan besar Xavier terulur cepat dan menjambak rambut Stella dengan begitu keras, sontak membuat leher Stella ikut tertarik ke belakang dengan keras. Stella hanya mampu menggigit bibirnya sendiri untuk menahan jeritan kesakitan yang nyaris terlontar. Tidak ada setitikpun rasa iba terlihat di mata Xavier. Yang ada hanya kebencian murni yang membuat Stella semakin menggigil ketakutan. “Buka bajumu sendiri, atau kupanggilkan penjaga untuk membantumu.” Menahan air mata yang nyaris mengalir, tangan gemetar Stella segera meraih satu kait yang berada di punggungnya dan membukanya. Kait yang menahan semua kain yang menutupi tubuhnya. Begitu kait itu terbuka, semua benda yang menempel di tubuh Stella luruh ke lantai. Dengan tubuh telanjang sepenuhnya, Stella berdiri dengan panik dan putus asa di depan Xavier. Sebuah pertanyaan terus memenuhi benaknya sejak awal tragedi ini terjadi, dan Stella merasa dia harus menanyakannya apapun resikonya. Meskipun pertanyaannya akan membuat dirinya mendapatkan hukuman, tetapi Stella tetap harus bertanya. “Kenapa aku…” Stella berbisik nyaris tak terdengar. Mata coklat keemasan yang kosong tanpa perasaan beradu dengan mata biru Stella. Alis Xavier terangkat tinggi menanggapi pertanyaan Stella. “Kenapa bukan ayahku? Kenapa aku?” Stella kembali bertanya dengan suara serak. Xavier tidak menjawab, dia melepaskan genggamannya di rambut Stella dan mengusap lembut pipi mulusnya. Dengan perlahan, Xavier mengangkat dagu Stella agar menatapnya, dan balas bertanya, “Kenapa aku, Stella?” “A-aku tidak mengerti.” “Pada saat ayahmu menyerang keluargaku. Ayahku, pemimpin keluarga kami saat itu, sedang berada di kamar tidur bersama ibuku. Ayahmu, menembak kedua orangtuaku begitu saja di kamar tidur mereka.” “Nina, adik kecilku yang baru beranjak remaja, dia bahkan baru saja berulang tahun yang ke 14 tahun, dia sedang berada di perpustakaan, saat ayahmu dan orang-orangnya menemukan Nina dan mempеrkоsa adikku secara bergilir, dan menusuk perutnya berkali-kali hingga dia mati kehabisan darah, dan aku sendiri…” Dia memiliki adik perempuan yang baru remaja? Dan ayah mempеrkоsa adiknya yang masih remaja dan membiarkannya kehabisan darah hingga mati? Oh ayah…. “Aku sendiri saat itu baru berusia 15 tahun. Aku juga sama bingungnya sepertimu saat itu. Kenapa ayahmu membunuh semua keluargaku, dan hanya menyisakan diriku seorang?” Suara Xavier begitu rendah, mematikan dan tanpa perasaan. Air mata terasa seperti membakar bola matanya, saat Stella menyadari pertanyaannya membuat sebuah cerita sedih mengalir dari bibir Xavier, yang pada akhirnya akan berakibat sangat buruk untuknya. “Selama 15 tahun terakhir, aku menanyakan hal yang sama pada diriku sendiri. Kenapa aku?” Xavier menggeram. “Kenapa dia membunuh seluruh keluargaku dan hanya membawaku masuk ke dalam nerakanya?” Stella tidak mampu berkata-kata. Bibirnya terkatup rapat. Stella sendiri tidak bisa menjawab pertanyaan itu. Tatapan nan dingin semakin turun dari wajah Stella menuju lehernya. Membuatnya terpaksa menelan ludahnya sendiri. “Kau tahu apa kemarahanku yang terbesar saat melihatmu?” Stella menggelengkan kepalanya tak berdaya. Xavier mengusap lembut kalung kulit yang berada di leher Stella. Kalung yang memberikan cap padanya. “Kau adalah putri satu-satunya yang dia miliki. Kenapa dia hanya memiliki satu anak? Kau saja tidak akan cukup, dengan semua rencana yang ada di kepalaku, Stella. Kau sendirian, tidak akan sanggup menerima semua beban kemarahan dan kebencianku. Kau sendirian, tidak akan sanggup menerima semua iblis yang harus kulepaskan.” Stella merasa darahnya membeku di setiap kata yang dikeluarkan oleh Xavier. Setiap katanya memperlihatkan dendam yang terpendam selama 15 tahun. Rasa yang tumbuh dengan sangat subur jauh di dalam hatinya. Mata dinginnya kembali bertatapan dengan mata Stella. “Kau, Stella, mungkin tidak akan cukup…tetapi kau akan tetap menerimanya. Sekarang, naik ke atas tempat tidur.”
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD