bc

MENCURI HATI MAFIA

book_age18+
484
FOLLOW
5.3K
READ
revenge
HE
mafia
heir/heiress
mystery
friends with benefits
like
intro-logo
Blurb

Nadine Questa Brice, gadis berusia 9 tahun yang menyaksikan pembunuhan kedua orang tuanya dengan kejam oleh mafia, Henry Octav Pierre. Polisi tak bisa menangkap pelaku pembunuhan, membuat Nadine berniat untuk membalaskan dendam orang tuanya. Dia menjadi polisi demi bisa membinasakan mafia pembunuh orang tuanya.

15 tahun kemudian dia kembali ke Perancis dengan menjadi pasukan polisi khusus, setelah mutasi dan menjalani pendidikan di London.

Ketika dia bertugas di sana dia mencari pembunuh orang tuanya. Sayangnya, Henry Octav Pierre yang dia cari sudah mati. Bagaimanapun juga darah harus diganti dengan darah. Nyawa kedua orang tuanya yang hilang harus ditukar dengan nyawa lainnya dari darah keturunan Henry Octav Pierre. Kebetulan sekali di tengah misinya, Nadine harus berurusan dengan Steve Pierre, putra dari Henry Octav Pierre, yang membuat banyak masalah di sana. Siapa yang tahu sampai saat ini identitas Steve Pierre sudah ditemukan. Bahkan polisi tak mengetahui sosok aslinya.

Di tengah menjalankan tugas, Nadine mengenal Levon Otis hingga tumbuh asmara di antara mereka. Sosok Levon Otis merupakan sosok misterius. Siapa sangka Levon ternyata adalah nama lain Steve, keturunan Henry Pierre. Padahal setiap malam pria itu menghabiskan malam dengan Nadine. Bisakah Nadine membalaskan dendam kedua orang tuanya dan membunuh Levon? Lalu bagaimana dengan kisah cinta mereka berdua selanjutnya?

chap-preview
Free preview
Eps. 1 Tragedi
"Nadine, Ibu sudah buatkan s**u hangat untukmu. Cepat diminum!" teriak seorang wanita dari dapur. Saat ini Kota Reims sedang diguyur hujan lebat. Hujan membasahi seluruh Perancis di musim penghujan ini. Tak ada yang beranjak dari rumah. Semua jendela dan pintu rumah tertutup rapat. "Ya, Ibu! Aku masih mengerjakan tugas dari sekolah. Nanti aku ambil sendiri ke dapur!" balas Nadine dengan berteriak. Gadis kecil bermata hazel bulat itu mengibaskan kuncir panjangnya saat kembali duduk setelah menjawab panggilan dari ibunya. Suara hujan yang mengguyur terdengar semakin deras. Bahkan beberapa kali terdengar petir menyambar, meredam suara hujan yang teramat deras. Sudah dua jam Nadine duduk di depan meja belajar. Gadis kecil itu memang rajin dan selalu mengerjakan tugas yang didapatnya dari sekolah hari itu juga. Bahkan kadang sampai terlambat makan. Hingga membuat ibunya sering mengomelinnya. "Tumben sekali, ibu tidak memanggilku lagi? Apa ibu sedang sibuk di dapur, memasak?" Biasanya ibunya Nadine tak kalah berhenti memanggilnya hingga dia datang memenuhi panggilan wanita itu. Di antara rasa penasaran juga rasa haus yang mendera di tengah tubuh yang meremang karena cuaca, Nadine keluar dari kamar menuju ke dapur. Pelan dia mengayunkan kaki ke sana. Suara gemerisik guyuran hujan masih berdengung di telinga. Hingga sebuah suara asing di tengah hujan membuat jantungnya seakan berhenti berdetak. Terdengar suara tembakan dari dapur. "Suara apa itu ..." Sungguh kaki kecil Nadine seketika gemetar, dan terasa lemas untuk diayun kembali. Setelah segenap keberaniannya terkumpul, Nadine kembali mengayunkan kakinya, meski debar jantung di d**a masih belum bisa dia tenangkan hingga tiba di dapur. Akh! Nadine menjerit histeris kala melihat darah bersimbah membasahi lantai marmer yang ada di depannya. Sepasang bola matanya membulat kala menatap lurus ke depan. Ibunya tergeletak di lantai dengan darah merembes keluar dari kepala membasahi seluruh tubuh. Ada peluru yang menembus kepala ibunya itu. Bukan hanya satu peluru saja yang bersarang di sana tapi lebih dari tiga peluru yang membuat hatinya semakin teriris perih. "Ibu!" Dengan hati bercampur aduk tak karuan, juga tubuh yang terasa tak berotot, Nadine mengayunkan kaki kembali untuk menghampiri ibunya. "Nadine, berhenti!" Suara seorang lelaki yang berada tak jauh dari ibunya tergeletak menghentikan langkahnya. "Keluar dari sini dan cari perlindungan, cepat!" perintahnya. "Ayah!" teriak Nadine setelah memutar bola mata menatap sesosok lelaki yang duduk dengan bersimbah darah pula. Darah keluar dari bagian d**a juga perut. Darah segar kembali membasahi marmer putih. Pria itu bersandar ke dinding dengan napas tersengal. Bahkan dari bagian paha juga bersarang beberapa peluru di sana. "Ayah! Ibu!" Nadine tak mengindahkan teriakan ayahnya dan menerobos masuk ke ruangan itu sampai pada ayahnya. Tepat di saat dia meraih tubuh ayahnya, terdengar derap langkah kaki berat menuju ke arahnya dari sisi barat ruangan. Ada seorang pria dengan bekas luka sayat pada bagian mata kiri, dengan tubuh dipenuhi oleh tato berbentuk singa menatap tajam ke arahnya sembari mengangkat senjata laras panjang ke arahnya. "Gadis kecil, apa kau mau menyusul kedua orang tuamu juga, hm?!" Pria dengan tatapan mata dingin seperti elang itu tersenyum miring pada Nadine. Nadine tak bisa berkata. Seluruh saraf di lidahnya saat itu kelu. Hanya gelengan kepala yang bisa dia tunjukkan pada pria kejam yang menembaki ayah ibunya dengan sadis. "Nadine, cepat pergi! Jangan hiraukan Ayah, setidaknya kau harus selamat." Ucapan ayah Nadine terdengar pilu dan menyayat hati. Nadine bukannya tak mau pergi, tapi dia tak bisa pergi dari sana. Semua urat ditubuhnya terasa mati, hingga dia tak bisa menggerakkannya sama sekali. Pria dengan sodet pada pipi bagian kiri itu terus melangkah, malah kini dia akan menarik pelatuk senjata yang dipegangnya. "Henry Octav Pierre, aku peringatan kau, jangan sekali-kali menyentuh putriku. Atau aku akan membuatmu menyesal!" Dalam keadaan tak berdaya, pria itu masih bisa mengancam pria kekar yang sudah merenggut nyawa istrinya. Terdengar suara tawa menggelegar merespons perkataan Gustav, ayahnya Nadine. Detik itu juga pria keji tanpa perasaan itu menarik pelatuk senjata laras panjang. Peluru melesat dengan cepat ke arah Nadine. Nadine yang tak bisa bergerak hanya memejamkan mata, pasrah menerima takdir dijemput oleh malaikat maut. Gustav yang ada di dekat Nadine segera meraih tubuh kecil putrinya, mendekapnya erat, apapun yang terjadi. Beberapa selongsong peluru yang seharusnya menembus tubuh kecil Nadine, menembus tubuh Gustav. Peluru dari senjata laras panjang Henry Octav terus menghujam punggungnya, seperti sasaran tembak. Pria laknat itu baru berhenti menarik pelatuk, setelah tubuh Gustav luruh menyapu lantai dengan posisi mendekap erat Nadine yang ia lindungi di balik tubuhnya. Darah segar merah mengalir memenuhi lantai marmer putih kala itu. "Kalian semua sudah tamat. Itu akibatnya jika kalian tidak mau kerjasama denganku." Henry Octav Pierre mengulas senyum seringai lebar sembari memikul senjata laras panjang di bahu, setelah meniupnya dengan bangga tanpa rasa berdosa sedikit pun. Setelahnya terdengar derap langkah berat, pria itu keluar dari ruangan menyisakan kesunyian yang mencekam. Tak ada yang tahu jika Nadine kecil masih bernapas di balik tubuh Gustav dan tidak terluka sama sekali. "Ayah ..." Setelah memastikan pria yang ada di ruangan itu sudah benar-benar keluar dari sana, barulah Nadine berani buka mulut. Dengan sekujur tubuh yang penuh oleh darah ayahnya, Nadine menegakkan tubuh Gustav yang basah oleh darah dan masih mendekapnya erat. "Ayah, bangunlah." Nadine menyandarkan tubuh Gustav ke dinding. Pria di hadapannya itu, tak merespons sama sekali. Bahkan tubuhnya pucat dan sedingin es. Dengan tubuh yang masih gemetar dan juga bola mata yang berair, Nadine memeriksa napas ayahnya. "Tidak! Ayah, tidak!" jeritnya histeris kala mendapati tak ada nafas yang keluar atau masuk ke saluran pernapasan Gustav. Dia beralih menghampiri ibunya yang ada di dekatnya. "Ibu, bangun dan buka mata Ibu. Aku mau mengambil s**u hangat buatan Ibu." Nadine kecil mengguncang tubuh ibunya yang sama sekali tak merespons. Tubuh ibunya itu dingin dan pucat sama seperti tubuh ayahnya. "Ibu!!!" Terdengar jeritan menyayat hati, setelah gadis kecil itu memeriksa napas ibunya sudah terhenti. "Ayah ... Ibu ... tolong bangun. Jangan tinggalkan aku seperti ini. Katakan ini semua tidak benar. Katakan ini semua hanya mimpi!" "Pria itu ... aku mengingatnya. Aku sudah menamkan dalam ingatanku dan tak akan melupakannya dengan ingatan eidetikku. Aku akan menemukanmu." Nadine memang mempunyai kelebihan. Dia mempunyai ingatan eidetik, sebuah ingatan spesial yang bisa mengingat hal sekecil apapun dengan mendetail. Dengan tangis berderai, Nadine memeluk tubuh ayah dan ibunya yang sedingin es.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Tentang Cinta Kita

read
212.2K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.3K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.4K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook