Setelah Satria tidur, Ratna buru-buru keluar dari kamar dan mendatangi kamar Bima. Ia mengetuk pintunya dengan sedikit tergesa. Dan tepat sekali. Yang membukakan pintu adalah Binar. “Ikut aku sebentar,” lirihnya sambil menarik lengan Binar. “Eh, tunggu, Ma!” Binar segera menahan tangan ibu mertuanya. “Apa lagi?” “Saya pamit mas Bima dulu.” “Dia belum tidur? Kalian ngapain sih?” tanya Ratna dengan wajah merengut kesal. Namun tak perlu dijawab, ia sudah bisa melihat bekas kemerahan di tulang selangka Binar. “Astaga!” keluhnya sambil memalingkan wajah. Binar nyengir saat ibu mertuanya melihat hasil karya Bima di tubuhnya. “Hehe, jadi saya pamit dulu, ya, Ma?” “Nggak usah, kita bicara besok pagi aja. Kalian lanjutkan aja,” ucap Ratna dengan wajah sedikit bersemu merah. “Eh, beneran ng