Gauri menatap gaun yang terletak di atas ranjang dengan perasaan hampa. Dalam tangis yang tak terdengar, dia mencoba tegar. Meyakinkan diri bahwa tidak perlu melakukan semua yang diminta ayahnya. "Kenapa ayah sekejam itu padaku, kenapa?" isaknya pilu. Namun, sepersekian detik kemudian, dia menyeka air mata dengan cepat. "Nggak. Aku nggak boleh nangis. Aku harus kuat. Aku harus bisa menunjukkan pada mereka, bahwa aku bukanlah pion yang bisa dimainkan." Gauri bangkit. Memandang sekilas gaun itu, lalu pergi begitu saja. Di bawah, beberapa mobil baru saja memasuki pekarangan rumah Gauri. Rumah yang tidak seberapa besarnya dibandingkan kediaman Dev. "Bawa semuanya, jangan sampai ada yang tertinggal," perintah seorang pria berkemeja biru, dengan setelan jas yang rapi. "Baik, Pak." Di