“Ach!” Axel menggerang saat dia merasakan perih di jarinya.
Jari Axel baru saja mendapat tusukan dari kuku Siena. Tentu saja bukan tanpa sebab, tapi itu juga karena tangan Axel berani kurang ajar dengan memegang tangan Siena di balik punggung Irwan.
Mendengar sedikit erangan putranya, Irwan pun menoleh ke putranya. “Ada apa?” tanya Irwan.
“Gak kok. Cuma tiba-tiba agak sakit aja perutnya,” jawab Axel mencari alasan.
“Ayo kita masuk. Jangan sampe kamu sakit.”
Irwan segera memberi kode pada Leo agar mengantarnya masuk ke dalam hotel. Dia berjalan perlahan dengan tongkatnya di dampingi Siena dan Leo.
Axel tetap berjalan di belakang bersama dengan Bima. Bibirnya sedikit tersenyum saat dia melihat punggung Siena yang terbuka dan membuat gairahnya sedikit tergoda.
“Dia gak pernah gagal pake baju apapun. Meski bukan orang kaya, tapi dia selalu terlihat mahal,” ucap Axel dalam hati mengagumi kecantikan Siena yang tidak pernah berubah sejak dulu.
Anggota keluarga Wijaya masuk ke dalam ruang pesta. Para tamu undangan yang sudah datang, segera berdiri dan bertepuk tangan menyambut pemilik acara.
Irwan berjalan sambil tersenyum lebar, menyapa para tamunya. Dia sangat senang karena masih bisa melihat teman-temannya lagi seperti tahun lalu.
Siena juga ikut menyapa para tamu. Dia yang berjalan sedikit di belakang Irwan, berusaha sebaik mungkin memerankan perannya sebagai nyonya keluarga Wijaya.
Semua anggota keluarga duduk di kursi utama. Sedang para asisten, duduk di meja samping meja utama yang memang sudah disiapkan.
Irwan menyuruh Leo untuk segera memulai acara. Dia tidak mau para undangannya menunggu lagi terlalu lama.
Acara demi acara diikuti dengan baik oleh Siena dan Axel. Siena berusaha cuek dan tidak peduli pada Axel, dengan terus melihat ke depan, di mana acara itu di gelar.
Tapi tidak dengan Axel. Pria yang sudah merancang sebagian susunan acara itu malah terganggu dengan penampilan ibu tirinya.
Siena terlalu cantik dengan gaun yang dia pilihkan. Axel tidak menyangka kalau Siena akan memakai gaun itu dan tetap berlaku sangat elegan seperti tidak terganggu sama sekali.
“b*****t! Kenapa dia bisa secantik itu. Kenapa dia sekarang bisa sangat percaya diri memakai baju seterbuka itu. Apa dia memang sudah benar-benar berubah?” gumam Axel dalam hati.
Axel sangat tidak menyangka kalau perpisahan mereka mampu mengubah Siena sangat cepat. Wanita cantik yang dia kenal sangat cuek dengan penampilan itu ternyata sudah tidak ada.
Siena yang dia temukan sekarang terlihat semakin berani bahkan sangat keras kepala. Axel membenci Siena yang tidak bisa dia taklukkan seperti dulu.
“Baiklah, sekarang saatnya acara puncak. Pak Irwan dan keluarga boleh naik ke panggung Pak, untuk meniup lilin ulang tahun sekaligus foto bersama,” ucap pembawa acara.
“Ayo naik,” ajak Irwan sambil memundurkan kursinya agar bisa berdiri.
Siena dan Axel, segera berdiri bersama untuk menemani Irwan meniup lilin ulang tahunnya yang seharusnya sudah tidak pantas untuk dirayakan. Pria tua itu juga sampai diantar oleh Leo yang memang selalu setia pada Irwan sejak dulu.
Keluarga Irwan berdiri di belakang meja yang memajang kue tart dan juga tiga gelas di atas meja itu. Pembawa acara meminta Irwan untuk meniup lilin ulang tahunnya sebelum semua lilin akan mencair.
Sorak sorai tepuk tangan dari tamu undangan mulai bersahutan mengiringi tiupan lilin Irwan. Axel melirik sinis ke arah papanya, namun bibirnya masih dia paksakan untuk tetap tersenyum.
“Tua bangka gak tau diri. Udah mau mati, masih aja mau ulang tahun,” gumam Axel dalam hati.
Siena ikut melihat ke arah suami palsunya. “Aku harus segera bicara sama dia. Aku gak mau perjanjian ini dilama-lamain,” ucap Siena dalam hati.
“Baiklah, sekarang Pak Irwan boleh memotong kue untuk diberikan pada istri dan anak tercinta, Pak,” ucap pembawa acara.
“Apa-apaan ini!” geram Axel sambil menatap tajam ke arah pembawa acara.
Axel paling tidak suka kalau dia harus melakukan tindakan manis pada orang yang pernah menyakiti mamanya. Bahkan meski itu papanya sendiri.
Leo segera mendekat ke arah Irwan. Dia memberikan piring berisi potongan kue serta garpu kecil untuk menyuapi kue itu ke Siena dan Axel.
Siena mendapat suapan pertama dari Irwan. Setelah itu baru Axel yang juga mendapatkan banyak tepuk tangan meriah dari para tamu.
“Baik, gimana kalo sekarang kit—“
“Bu Siena, kenapa Ibu gak mencium papa. Bukannya sebagai istri, harusnya memberi ciuman untuk suaminya,” ucap Axel memotong ucapan pembawa acara sambil tersenyum pada ibu tirinya.
Mata Siena membulat dan mimik wajahnya tidak lagi bisa tersenyum. “Ci-cium?” ucap Siena pelan penuh rada kaget.
“Iya. Sekaligus menunjukkan pada para tamu kalau kalian pasangan yang patut untuk membuat mereka iri.”
Tentu saja Siena geram mendengar ide tidak masuk akal Axel. Dia menatap tajam pria yang tampak masih tersenyum ke arahnya, seolah dia baru saja memberikan ide cemerlang.
Bukan hanya Siena yang kaget, Irwan yang ada di samping Axel pun ikut kaget. Dia melihat ke arah Axel sebentar lalu kembali melihat ke para undangan yang sepertinya sedang menantikan sesuatu.
“Kamu ini becandanya bisa aja,” ucap Irwan sambil tersenyum kecut.
“Axel gak becanda loh, Pa. Biasanya kalo dia Amerika itu gitu. Abis tiup lilin, trus pasangannya kasih ciuman,” jawab Axel.
“Tapi itu di Amerika. Kalo di sini ya malu lah.” Irwan terus mengelak.
“Kenapa malu, kan kalian suami istri.”
“Axel!” Irwan mulai terpancing.
“Kenapa?” jawab Axel santai.
Irwan melirik ke arah tamunya yang membuatnya lebih gugup karena mereka sepertinya menantikan apa yang dikatakan Axel. Tapi dia juga tidak bisa begitu saja menyetujuinya, karena Siena pasti akan menolak keras.
“Udahlah, gak usah. Kita bersulang aja.”
Irwan mengambil gelas di atas meja lalu menoleh ke Leo. “Siapkan wine-nya,” pinta Irwan yang langsung mengabaikan permintaan aneh putranya.
“Baik, Pak.”
Leo segera mendekat untuk menuangkan wine di gelas Irwan dan anak istrinya. Dia juga memberikan isyarat pada para pelayan untuk mulai membagikan minuman yang sama untuk para undangan.
Siena mengambil gelas miliknya yang diberikan Leo. Dia sedikit bisa bernapas lega, karena kali ini Irwan berpikiran waras untuk membelanya.
“Gak seru banget. Suruh ciuman gak mau,” ucap Axel sedikit menggerutu memancing amarah papanya.
“Gak usah macem-macem kamu. Siena bakalan malu nanti,” gumam Irwan pelan.
Axel menoleh ke papanya, sambil mengambil gelasnya. “Kenapa malu? Dia istri papa kan?”