Uap hangat masih menempel di kulit wajah Lidia yang baru habis membilas wajahnya dengan air ketika ia berdiri di depan wastafel. Rambutnya yang sedikit lembap terurai ke depan, meneteskan bulir-bulir air yang jatuh mengenai permukaan marmer putih yang dingin di bawahnya. Dari cermin, Lidia melihat sosoknya sendiri—pipi yang memerah karena suhu kamar mandi, mata yang sedikit sayu, dan bibir yang tanpa sadar digigitnya pelan. Lidia kemudian menatap perlengkapan mandi yang baru saja dikeluarkannya—sikat gigi dengan bulu lembut, sabun wajah yang selalu dipakai tiap malam, botol kecil toner yang sudah setengah habis, hingga lotion beraroma lembut lavender yang menemaninya setiap kali bepergian. Sejenak, pandangannya kosong, pikirannya jauh melayang. Ada rasa canggung yang menyusup begitu meny