Malam itu hujan turun pelan. Lampu ruang keluarga rumah Axel dan Keyara dinyalakan redup, menciptakan suasana hangat meski udara sedikit dingin. Fathan sudah tertidur lagi setelah sorenya sempat bangun sebentar untuk minum obat. Tubuhnya sudah tidak sepanas pagi tadi, walau matanya masih tampak kuyu. Keyara duduk di sampingnya, mengusap lembut rambut Fathan. Ia belum sanggup jauh dari anak itu. Axel menyiapkan teh hangat di ruang tengah, membiarkan Keyara punya waktu sendiri dengan pikirannya. Dalam ketenangan itu, suara kendaraan berhenti di depan rumah terdengar pelan. Bukan suara keras, bukan suara yang tergesa. Hanya suara seseorang yang pulang dengan kelelahan dan kerinduan yang panjang. Keyara mengangkat kepalanya pelan. Ia tahu tanpa harus melihat. Itu Arga. Axel berjalan kelua

