1. Dikhianati Tunangan dan Adik Tiri
“A- apa … apa maksudnya ini?”
Aluna Riana, wanita berusia 23 tahun itu menatap nanar seorang pria dan wanita yang baru saja berciuman. Ia bahkan nyaris pingsan sebab, pria yang saat ini menyeringai padanya itu adalah tunangannya, Aldorian.
“Oops. Ketahuan.” Wanita yang berdiri di samping Aldo, yang pinggangnya dipeluk posesif olehnya, justru mengukirkan tawa mengejek melihat sang kakak tiri menatapnya dengan wajah pucat. Ia bahkan dengan sengaja menyandarkan kepala di bahu Aldo sambil bergelayut manja. “sorry, ya, Kak. Aldo-mu, adalah milikku sekarang.”
Aluna melebarkan mata, sekujur tubuhnya gemetar seperti baru saja mendapat kejutan listrik yang mematikan. Apakah ia tengah bermimpi sekarang? Jika benar, ia ingin segera bangun saat ini juga.
Beberapa waktu sebelumnya, Aluna datang dengan hati ceria berniat memberi kejutan ulang tahun untuk Aldo. Sayangnya, saat tiba di rumah pria berwajah blasteran itu justru dirinya yang dibuat terkejut. Ada kue ulang tahun di atas meja juga beberapa minuman seperti telah diadakan pesta kecil-kecilan. Ia juga menemukan Aldo dan adik tirinya berciuman, bahkan disaksikan ibu tirinya yang tampak bahagia melihatnya.
“Sorry, Lun. Tapi aku sudah memutuskan, pertunangan kita batal. Aku memilih Flora untuk menggantikanmu menjadi istriku.”
Tes ….
Air mata Aluna jatuh tepat setelah Aldo mengatakan kalimat itu. Kalimat yang tak pernah Aluna bayangkan akan terucap darinya. Dirinya dan Aldo telah menjalin kasih selama setahun, dan baru 3 bulan lalu memutuskan untuk bertunangan. Akan tetapi, hari ini, tepat di hari ulang tahun Aldo, pria itu justru mengakhiri semuanya, menghancurkan semua angan dan harapannya menjalin rumah tangga dengannya. Dan yang semakin menyakitkan adalah, orang yang merebut Aldo adalah adik tirinya sendiri, Flora.
“Maaf, ya, Lun. Aldo lebih memilih adikmu, jadi kau harus menerimanya,” ucap Desi, ibu tiri Aluna dan saksi perselingkuhan yang Aldo dan Flora lakukan.
Pandangan Aluna tampak hancur menatap sang ibu tiri. Padahal dulu ibu tirinya itu begitu mencintainya, tapi setelah sang ayah meninggal beberapa tahun yang lalu, cinta yang ibu tirinya berikan lenyap. Dirinya terus dipaksa mengalah dalam hal apapun dengan adiknya.
“Se- sejak kapan … sejak kapan?” tanya Aluna dengan suara bergetar. Pandangannya mengiba pada Aldo berharap yang dilihat dan didengarnya hanyalah lelucon hanya untuk mengerjainya.
“Kau tidak perlu tahu sejak kapan. Yang penting sekarang, aku memilih Flora menjadi tunangan dan calon istriku. Dia lebih pintar darimu, lebih bisa mengerti mauku, selain itu dia lebih cantik darimu. Tapi tenang saja, kau boleh mengambil cincin itu. Anggap saja sebagai hadiah.”
Aluna sama sekali tak melihat raut wajah bersalah dari Aldo yang membuat dadanya kian sesak.
“Sayang! Kau ini apa-apaan? Cincin itu berharga. Daripada membiarkannya menyimpannya, lebih baik aku yang memakainya,” rengek Flora manja.
“Oh, kau menginginkannya? Kalau begitu, suruh dia memberikannya padamu.”
Flora menyeringai tipis. Ia melepaskan diri dari Aldo untuk berjalan ke arah Aluna yang berdiri di depan pintu.
Flora mengulurkan tangan setelah berdiri dua langkah di depan Aluna. “Berikan padaku, Kak. Kau dengar sendiri Aldo memilihku, jadi kau tidak berhak memiliki cincin itu.”
Aluna hanya diam sambil mengepalkan tangan kuat hingga buku jarinya memerah. Ia marah, kecewa, tapi tak bisa melampiaskannya pada Flora.
“Ayo, Kak. Berikan padaku. Kau tidak berniat memiliki sesuatu dari calon adik iparmu, kan?” ucap Flora dengan tangan semakin terulur, berada di depan wajah Aluna.
“Benar, Lun, cepat berikan pada adikmu. Jika tidak, kau akan tahu akibatnya setelah sampai di rumah,” sahut Desi yang ikut campur sambil melempar pelototan pada Aluna.
Aluna menggigit bibir bawahnya dan menunduk kemudian dengan berat hati melepas cincin di jari manisnya. Namun, bukan memberikannya pada Flora, cincin itu justru ia lempar pada Aldo dan mengenai mata kanannya lalu terpental hingga jatuh menggelinding ke bawah meja.
“Kukira kau adalah penyelamatku, tapi kau tak jauh beda dengan dua manusia jahat ini!” teriak Aluna melupakan kemarahannya. Ia lalu mengambil hadiah yang sudah ia siapkan dari dalam tas selempangnya kemudian melemparnya pada Aldo dan mengenai jidat.
“Akh!” Aldo meringis sambil mengusap jidat setelah sebelumnya matanya perih terkena lemparan cincin.
“Aluna! Berani-beraninya, kau!” teriak Desi hingga berdiri dari duduknya dan menunjuk Aluna.
Aluna mengabaikan teriakan ibu tirinya. Dengan membawa kebencian pada ketiga orang itu ia berbalik berniat pergi. Namun, belum sempat ia mengambil langkah, Flora menjambak rambutnya lalu membantingnya hingga Aluna jatuh terlentang dengan kepala belakang membentur lantai keras.
Aluna mengerang merasakan kepalanya yang seperti pecah. Sementara, Flora menunduk, menatapnya yang menahan sakit dengan mata melotot lebar.
“Kau kira bisa pergi dengan mudah? Jangan meremehkanku, kakakku yang idiot.”
Aluna tak membalas ucapan Flora. Rasa sakit di kepalanya membuatnya hanya bisa meringis.
Tiba-tiba Flora menendang Aluna dari samping membuat Aluna tengkurap. Ia lalu menyatukan kedua tangan Aluna di balik punggungnya, duduk di atasnya kemudian menyuntikkan sesuatu pada lengan Aluna.
“Akh!” Suntikan yang Flora berikan kian membuat Aluna meringis. Rasa sakit dari jarum suntik yang menembus kulit membuatnya meronta. Ia tidak tahu apa yang Flora suntikkan, tapi yakin sesuatu yang buruk akan terjadi padanya.
Flora menarik jarum suntik setelah seluruh obat di dalamnya berhasil menembus jaringan kulit Aluna. Sudut bibirnya pun terangkat menciptakan tawa penuh kepuasan.
“Hahaha …. Selamat, Kak. Kau pasti akan menyukai apa yang akan terjadi padamu setelah ini.” Setelah mengatakan itu, Flora bangkit dari atas tubuh Aluna kemudian ibunya menggantikan tugas. Desi mengikat kedua tangan Aluna saat ia tak berdaya.
Aluna mulai tak bisa bergerak hingga tak bisa melakukan apapun, tak bisa melawan saat ibu tirinya mengikat kuat tangannya. Perlahan, kesadarannya pun semakin menipis dan terus menipis hingga akhirnya ia tak sadarkan diri.
“Ya ampun, obatnya ampuh sekali,” ucap Flora melihat Aluna telah pingsan. Entah pingsan karena obat, atau karena benturan kepalanya. “sayang, kau sudah menyiapkannya, kan?” tanyanya pada Aldo yang seperti tak peduli melihat wanita yang pernah menjadi orang penting dalam hidupnya diperlakukan seperti hewan.
Aldo mengangguk. “Tentu saja,” ucapnya kemudian mengambil ponselnya untuk menghubungi seseorang.
Desi berdiri di samping Flora, keduanya berdiri di sebelah tubuh Nania yang masih dalam posisi tengkurap.
“Aku tak sabar melihatnya hancur setelah ini. Dia pasti akan depresi setelah melayani nafsu b***t kakek-kakek jelek renta,” ucap Desi sambil menatap tubuh Aluna.
“Lebih dari itu, Bu. Mungkin saja dia akan hamil lalu jadi gila,” sahut Flora sambil menyeringai bengis.
Saat dua wanita itu tertawa di atas derita Aluna, Aldo bicara dengan seseorang lewat sambungan telepon.
“Halo. Aku sudah menyiapkannya. Anda ingin aku membawanya ke mana? Ah, baik lah. Saya akan segera sampai sebentar lagi. Tapi sebelum itu, sesuai perjanjian, anda harus membayarnya sekarang.”
Aldo menurunkan ponsel dari telinga setelah pembicaraannya selesai. Dan hanya dalam hitungan detik, notifikasi uang masuk membuatnya tersenyum lebar.
“Ayo bawa dia. Aku sudah dapat uangnya,” ucap Aldo pada calon istri juga calon mertuanya.
***
Waktu menunjukkan hampir tengah malam saat seorang pria memasuki kamar hotel di mana Aluna tergeletak di ranjang sekarang. Aldo membawa Aluna ke hotel sesuai perjanjian dan meninggalkannya begitu saja bahkan masih dalam keadaan tangan terikat.
Tap!
Langkah pria itu terhenti di depan ranjang dengan pandangan sepenuhnya jatuh pada Aluna. Ia lalu melonggarkan dasi kemudian merangkak naik ke ranjang untuk menikmati sesuatu yang telah ia beli.