bc

Pak Ketua dan Sekretaris Gila

book_age16+
452
FOLLOW
2.4K
READ
billionaire
drama
comedy
sweet
bxg
ambitious
campus
enimies to lovers
actor
actress
like
intro-logo
Blurb

Athaya terpaksa harus mengemban tugas menjadi seorang ketua Teater Artes hanya karena ia sempat ketiduran di tengah acara Suksesi dan Reorganisasi. Namun kesialan tak berhenti sampai di sana. Setelah resmi dilantik menjadi ketua, Athaya harus berurusan dengan Eureka—si wakil sekretaris Teater Artes yang terkenal banyak tingkah dan tidak bisa diam.

Juga sebenarnya ada alasan lain yang membuat Athaya tidak nyaman berada dalam satu kepengurusan bersama dengan Eureka. Banyak hal yang ia coba sembunyikan dari khalayak ramai. Tetapi ketika Athaya berusaha menjaga jarak, keadaan semakin porak-poranda. Kekacauan terjadi di mana-mana dan membuat pusing kepala.

"Kak Athaya, minta dua tanda tangan dong. Satu di proposal, satunya lagi di buku nikah!" ~Eureka Soheila

"Boleh nggak sih gue keluarin dia dari kepengurusan inti?" ~Athaya Naladhipa

chap-preview
Free preview
♩✧♪● Theatre 1 ○♩♬☆
Athaya terbangun dari tidur singkat kala ponselnya bergetar dan meraung-raung tidak sabaran. Itu bukan berasal dari alarm melainkan tanda bahwa ada telepon yang masuk ke sana. Dengan masih setengah sadar, Athaya mengangkat telepon itu. Dua detik kemudian, ia sudah terduduk siaga mendengar siapa yang bicara di seberang telepon. Sambil merapikan tampilan dirinya yang acak-acakan karena sempat ketiduran, Athaya kembali memfokuskan diri mengikuti acara suksesi dan reorganisasi Teater Artes yang dilaksanakan secara daring. Acara suksesi tahun ini memang dilakukan secara daring dan tidak bertatap muka secara langsung. Maklumlah, banyak anggota yang pulang ke kampung halaman di kala liburan begini. Jadi akan sedikit sulit untuk mengumpulkan para anggota di tempat yang sama. Alhasil, lewat meeting room di aplikasilah mereka bisa berkumpul dan berembuk untuk memilih ketua Teater Artes yang baru. "Athaya jadi ketua," ucap seorang pemuda berambut lurus dan gondrong. Dia adalah ketua Teater Artes yang menjabat di periode kemarin. Saat ini yang bisa Athaya lihat di layar laptopnya adalah muka sang ketua periode kemarin yang tengah memamerkan senyuman keji. Athaya juga bisa melihat wajah teman-temannya yang tampak berharap Athaya menyanggupi perintah mantan ketua Teater Artes itu. Tentu saja ini supaya acara suksesi cepat-cepat selesai dan yang lain aman dari kutukan ditumbalkan jadi ketua. Dalam hati, Athaya memaki. Sial sekali dirinya. Sudah tahu konsekuensi kalau ketiduran selama suksesi berlangsung maka akan otomatis terpilih menjadi ketua Teater Artes periode satu tahun ke depan, dia malah melakukan kesalahan itu. Athaya tak langsung menjawab. Ia menilik satu per satu tampilan teman-temannya di layar laptop. Ia sedang mencari siapa anggota Teater Artes yang ada di dalam meeting namun ketiduran seperti Athaya. "Udah nggak usah dicari-cari. Yang lain nggak ada yang berani tidur. Lo doang yang ngelanggar aturan," ucap mantan ketua Teater Artes. Athaya menghela napas. Betul, memang hanya dirinyalah yang membuat kesalahan. Namun apa ia sanggup memikul beban sebagai ketua? Rasa-rasanya, ia tidak akan sanggup. Apalagi ini bukan dari keinginan hati, melainkan sebuah paksaan karena kecerobohannya. "Bang, kalau ada, teman-teman yang lain dulu aja. Yang beneran mau jadi ketua," ujar Athaya. Mantan ketua itu berdecak dan berkata, "Nggak ada yang mau gini. Udah terima aja konsekuensinya. Jadiin ini pembelajaran. Hormati orang yang bicara, bukan malah enak-enakan ditinggal tidur kaya lo barusan." Athaya mengaku kalau dia salah. Makanya ia tidak berani untuk memberikan pembelaan diri dan penolakan atas perintah mantan ketua Teater Artes itu. Apalagi kalau sampai adu argumen, Athaya yakin itu pun tidak akan berhasil. "Ya udah deh, Bang. Gue bersedia jadi ketua," putus Athaya masih dengan setengah hati. Suara pemuda itu terdengar amat pasrah saat menyampaikan keputusan final. Dan bisa ditebak, keputusan itu adalah awal malapetaka. Setidaknya untuk diri Athaya Naladhipa. *** Eureka meregangkan tubuhnya yang pegal-pegal karena terlalu lama duduk. Ia baru saja bisa keluar dari meeting room kegiatan suksesi dan reorganisasi secara daring yang diselenggarakan oleh Teater Artes, salah satu UKM di kampusnya yang ia ikuti selama setengah tahun belakangan. Seharian ini, ia dan anggota Teater Artes lainnya mengikuti acara suksesi. Bahkan seluruh anggota wajib mempresentasikan visi dan misi meskipun tidak berminat menjadi ketua. Belum lagi banyak sekali pembahasan yang mengharuskan masing-masing anggota untuk buka suara memberikan tanggapan. Eh, akhirnya yang terpilih jadi ketua justru anggota yang ketiduran selama meeting berlangsung. Tapi tak apalah. Sepertinya memang menjadi ketua adalah sebuah kutukan. Terbukti dari semua anggota yang enggan untuk mengajukan diri dan sengaja tidak mempresentasikan visi dan misi dengan baik. Beres dengan urusan organisasi, Eureka lantas bangkit dari duduknya sembari sibuk merapikan meja belajar yang berantakan. Ia yang sudah kelaparan memilih cepat-cepat menyudahi acara berbenah ini dan berjalan keluar kamar. "Cie, Kak Athaya jadi ketua Teater Artes tahun ini. Keren juga," gumam Eureka dengan suara lirih. Sambil berjalan ke dapur, ia senyum-senyum sendiri. Setibanya di dapur, Eureka mendapati sang mama tengah menata camilan di stoples. Sambil mengambil makanan, Eureka bertanya, "Mau ada tamu, Ma?" Mamanya mengangguk dengan antusias. Wanita itu pun menjelaskan, "Nanti sore, Papa sama Mamanya Kak Athaya mau main ke sini. Mereka mau ketemu calon menantu." Eureka yang semula tersenyum lebar langsung mengubah ekspresi wajahnya menjadi datar. Ia mendekati sang mama dan bertanya, "Tunangan aja kan, Ma? Bukan nikah?" Mama Eureka mengangguk dengan lembut. Tangan wanita itu mengusap kepala Eureka dengan sayang. "Iya, Eureka Soheila kesayangannya Mama," jawab sang mama dengan singkat namun mampu membuat Eureka menghela napas lega. "Ya udah kalau gitu, Reka ke kamar dulu," pamit Eureka sembari membawa piring berisi makanan menuju ke kamar. Sang mama buru-buru menahan tangan Eureka. Ia menegur, "Kok makannya di kamar, sih? Makan di sini saja." Eureka menggeleng. Ah, sepertinya memang tidak terlalu etis makan di kamar. Ia pun mengganti tujuan. "Reka makan di teras aja, Ma." Wanita itu melepaskan lengan Eureka dan membiarkan putri semata wayangnya berjalan keluar dari dapur. *** Athaya tengah merenungi nasibnya. Hatinya gelisah dan kepalanya terasa nyaris mau pecah. "Sial, gue sial banget, sih!" rutuk Athaya sambil mengepalkan tangan meninju-ninju udara. Athaya masih geregetan dengan keputusan yang ia ambil beberapa saat lalu. Masih asyik merutuki nasib, Athaya dikejutkan oleh kemunculan si adik. "Mas Atha, ditunggu Mama di depan," teriak adik perempuan Athaya dari ambang pintu. Athaya agak kaget karena mendengar teriakan dan melihat kemunculan adiknya yang tanpa aba-aba. Ia mendesis lirih, juga mengumpat dalam hati. Masih sambil agak limbung, Athaya berjalan lambat menuruni tangga dan menuju ke bagian depan rumah, sesuai instruksi adiknya. Setibanya pemuda itu di teras rumah, ia melihat papa dan mamanya yang sudah berpakaian rapi. Pasti mereka mau pergi-pergi. "Mau ke mana, Ma?" tanya Athaya sambil berjalan mendekati wanita yang diduga adalah ibu Athaya. Wanita itu tersenyum ceria, lalu membalas, "Mau ketemu Reka." Mendengar nama itu disebut, Athaya hanya menghela napas dalam dan bersiap balik badan untuk bisa masuk kembali ke dalam rumah. Namun belum sempat rencana Athaya terlaksana, mamanya sudah lebih dulu menghadang langkah Athaya. Wajah mamanya terlihat sangat berbinar. Bahkan Mamanya sempat mengerling jenaka. "Kamu harus ikut Mama dan Papa ke sana," paksa wanita itu tanpa tedeng aling-aling. Athaya menggelengkan kepala. Jelas, Athaya tak mau. Tapi mamanya tidak menerima penolakan itu. "Siap-siap, gih! Anak Mama harus ganteng. Biar Reka nggak malu punya calon suami kaya kamu," ucap si mama sambil mendorong-dorong Athaya masuk kembali ke dalam rumah. *** Keluarga Athaya sudah pamit barusan. Sekarang yang Eureka lakukan adalah membantu mamanya membereskan meja ruang tamu. "Reka aja yang cuci piring, Ma," ujar Eureka sembari nimbrung cuci piring di sebelah mamanya. Mamanya hanya tersenyum dan membiarkan Eureka ikut membersihkan piring dan gelas bekas untuk menyajikan hidangan tadi. Mereka saling diam untuk beberapa saat. Lalu karena tak suka situasi yang sepi, Eureka membuka pembicaraan. "Ma, setelah Eureka amati, ternyata Kak Atha nggak suka sama aku," keluh Eureka. Mamanya tertawa renyah. Dia membalas, "Mungkin karena kalian emang belum akrab. Jadi canggung gitu." "Tapi nggak itu aja, Ma," elak Eureka. Ia menjeda untuk memikirkan kata yang tepat. Setelah itu, ia kembali bicara, "Reka perhatiin kalau Kak Atha selalu mamalingkan muka tiap kami lihat-lihatan. Apa coba alasannya selain karena dia nggak suka sama Reka?" "Reka, itu karena kalian masih canggung. Kamu jangan terlalu berlebihan menanggapi sikap Kak Athaya. Apalagi sampai memberikan penilaian buruk. Udah ah, cuci piringnya udah selesai. Mama mau ke kamar dulu." Mama Eureka bergeser untuk mengeringkan tangan dengan serbet yang tergantung di dinding. Setelah itu, ia beranjak meninggalkan dapur dan tentu saja Eureka yang masih ingin bicara. Eureka menghela napas. Ia pun mengikuti apa yang mamanya lakukan, mengeringkan tangan lalu kembali ke kamar. Sambil jalan, Eureka terus terbayang sosok Athaya yang memang sedari beberapa tahun silam sudah dikenalnya. Namun memang entah karena apa, sampai sekarang mereka jarang ngobrol panjang lebar meski sudah lama kenal. "Ganteng sih, tapi kok diem-diem aja?" gumam Eureka bingung. Ia mencoba memikirkan jawaban atas pertanyaan karangannya sendiri. Tapi tentu saja, jawaban itu tak kunjung ia dapatkan. "Padahal kalau sama yang lain, Kak Atha nggak gitu deh. Kenapa cuma ke aku aja?" gerutunya. Kali ini gerutuan itu juga ditambah dengan sedikit hentakan kaki. Hingga akhirnya, Eureka sudah tiba di kamar. Ia merangsek menuju ke ranjang dan melemparkan diri ke sana. Gadis itu rebahan sembari mengembuskan napas panjang beberapa kali. Saat teringat sesuatu, tangannya dengan agak serampangan meraba-raba nakas. Setelah beberapa saat mencoba, Eureka pun menemukan benda yang sejak tadi ia cari. Sebuah cincin yang tersimpan rapi di kotaknya menjadi objek yang tengah Eureka amati sekarang ini. Baiknya cincin pertunangan Eureka dengan Kak Athaya dipakai atau disimpan saja, ya?

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Dinikahi Karena Dendam

read
205.8K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Siap, Mas Bos!

read
13.3K
bc

My Secret Little Wife

read
97.9K
bc

Tentang Cinta Kita

read
190.2K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.6K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.4K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook