BAB 1

1364 Words
Di sebuah balkom apartemen mewah Casa Grande Residence. Seorang pria tampan terlihat sedang asik meracik sebuah minuman. Di dalam ruangan itu juga terlihat beberapa orang lainnya yang sedang duduk di seluruh sudut ruangan. Mereka terlihat akrab satu sama lain. Dan juga, mereka bisa dibilang merupakan bagian dari kalangan muda bertalenta yang memiliki banyak fans di seluruh kalangan umur. Yah, terutama untuk seorang pria tampan yang menggunakan kemeja putih itu. Meski terlibat berantakan karena kemejanya tidak terkancing dengan sempurna, tapi kharisma dari pria itu tidak perlu diragukan lagi. Semua orang mengenalnya dengan nema Rajendra—atau lebih enak dipanggil dengan nama Jendra. Seorang pria tampan, bertalenta, dan kaya raya menjadikannya sebagai kriteria sebagai calon menantu idaman. Di usianya yang memasuki usia ke dua puluh tujuh tahun ini, dia sudah berhasil menduduki jabatan sebagai seorang CEO. Bukankah idaman sekali? "Jen, apa yang lagi lu pikirin?" tanya Jennifer, seorang model terkenal yang menjadi salah satu brand ambasador di perusahaan Jendra. Dia menjadi akrab dengan Jendra karena menjadi kekasih sahabat dekat Jendra, Rafael. "Biasa, dia mikirin brand baru yang bakalan diangkat sama MIDAS GROUP. Iya bukan, Bu Asisten?" kelakar Gilang, si seksi minuman malam ini. Dia memberikan minuman yang baru saja dia racik ke seorang gadis anggun yang duduk di kursi bar. Di apartemen milik Jendra ini memang memiliki bar kecil yang cukup lengkap. Karena Jendra dan teman-temannya sering nongkrong di apartemen lelaki itu. "Sepertinya. Gak tahu juga gua," jawab Clary sambil tersenyum menawan. Dia menerima wine racikan itu dan menyesapnya dengan pelan. "Gimana rasanya?" tanya Gilang dengan bangga. "Luar biasa seperti biasa. Lu ngelatih skill kek gini karena serius mau buka bar di Bali?" tanya Clary. Dia sudah mendengar bahwa sahabatnya Gilang itu akan membuka Bar di salah satu hotel bintang lima milik keluarganya. "Yah, itu cita-cita gua dari kuliah. Kalian ngerti sendiri, kan?" Gilang tertawa pelan sambil membawa pelan gelas ke arah Jendra. Lelaki muda—yang bisa dibilang paling tampan di ruangan ini—masih saja melamun sambil memandangi Kota Jakarta yang tak pernah mati. "Wait! No Alcohol tonight! Dia ada rapat dengan para petinggi pukul sembilan besok pagi. Selain itu, Jendra harus mengecek persiapan pabrik yang digunakan untuk memproduksi brand baru. Jadi, tidak ada alkohol untuk malam ini," ucap Clary sambil mengambil minuman berwarna biru dari tangan Gilang. Dia memberikan minuman itu kepada Rafael, si maniak wine. "Lu gak merasa terlalu dikekang sama Clary, Jen?" kelakar Rafael setelah dia menyesap sedikit wine yang diberikan oleh Clary. "Tidak, lagi pula enak punya asisten secakap dan seperfeksionis Clary. Gua malah takut kalau Om Januar nyuruh Clary buar resign," gurau Jendra. Lelaki itu bangkit dari sofa santainya. Dia kini berdiri di pagar pembatas balkom. Apartemennya ini berada di lantai dua puluh Casa Grande Residence. "Dasar orang-orang gila kerja," sindir semua orang kepada dua sejoli yanh terlalu memikirkan kerja tersebut. Meskipun banyak orang yang tahu apa alasan untuk Clary bersikap seperfeksionis ini. *** Mentari pagi bahkan belum bersinar saat Jendra keluar dari kamar mandi. Saat ini, dia sudah berada di walking closet pribadinga untuk memakai pakaian kerjanya. Di atas satu-satunya meja yang tersedia, sudah ada satu buah setelan kerja yang disiapkan oleh Clary. Gadis itu datang ke apartemen ini pagi-pagi sekali jika ada rapat penting yang harus dihadiri oleh Jendra. "Jendra, apa yang mau kamu makan pagi ini?" tanya Clary dengan suara yang sedikit keras. Gadis itu sedang sibuk dengan tablet yang ada di tangannya. Dia juga mengecek beberapa berkas yang memang menjadi tugasnya untuk disiapkan. Yah, beginilah bekerja sebagai seorang asisten utama. Meskipun Jendra memiliki asisten lainnya, tapi Jendra hanya memperbolehkan Clary yang memasuki apartemennya. "Aku sedang tak ingin sarapan," jawab Jendra. Dia baru saja keluar dari walking closet pribadinya. Lelaki tampan itu sedang sibuk mengancingnya kancing bajunya yang berada di pergelangan tangan. Dia terlihat terlalu sempurna untuk menjadi manusia. "Tidak boleh seperti itu. Aku tahu kamu sangat tegang dengan peluncuran brand terbaru ini. Namun, jangan sampai kamu mengabaikan kesehatan." Clary dengan sigap meletakkan apapun yang dipegangnya. Dia dengan langkah anggunnya menuju ke hadapan Jendra. Dia dengan cekatan membantu Jendra untuk merapikan lengan bajunya. Setelah itu, dengan cekatan, Clary membantu Jendra menggunakan dasi hitam polos. Sesuai dengan warna jas dan celana kain yang lelaki itu gunakan. "Baiklah. French Toast dan segelas kopi. Kamu sendiri sudah makan?" Jendra menunduk sekilas untuk melihat Clary yang sedang sibuk memasangkan dasi untuk dirinya. Meskipun Clary termasuk tinggi untuk tipikal cewek Indonesia, tapi dia masih terlihat pendek jika berdiri di samping Jendra. "Em, aku sudah makan sebelum berangkat ke sini. Kamu tahu sendiri bagaimana Mama jika melihat aku pergi tanpa mengunyah sesuatu," gurau Clary. Gadis itu sudah selesai memasangkan dasi untuk Jendra. Kali ini dia sedang merapihkan kemeja yang sedang digunakan oleh Jendra. Setelah itu, dia melangkah menuju telepon rumah. Telepon ini terhubung pada restoran yang terletak di lantai dasar apartemen ini. "Aku kira kamu akan telat bangun karena susah tidur. Makanya aku datang sangat pagi. Ternyata kamu malah sedang mandi saat aku sampai," ucap Clary. Dia duduk di salah satu sofa yang terletak tepat di depan ranjang milik Jendra. "Aku benar-benar susah tidur. Yah, waktu kalian pulang, aku benar-benar tidak langsung tidur. Kamu tahu bagaimana sikapku jika ada sesuatu yang penting," curhat Jendra. "Yah, kamu si perfeksionis. Aku yakin kamu mengecek berkas yang sudah tertata rapi. Soalnya aku lihat susunannya agak berantakan tadi," protes Clary. Dia tertawa pelan saat melihat muka Jendra memerah. Yah, Clary benar-benar tahu segalanya tentang Jendra. Bahkan hingga ukuran celana dalam dari lelaki itu. "Baiklah, kamu sarapan dahulu. Setelah itu, kita akan menuju pabrik." *** Jendra baru saja turun dari mobil ketika dia melihat beberapa staff berbaris menunggunya. Ini memang baru pertama kali dia datang ke pabrik ini. Meskipun MIDAS GROUP terkenal karena entertaimentnya. Sebenarnya MIDAS GROUP juga memiliki cabang lain di perbisnisan. Salah satunya adalah pemilik dari brand ternama bernama Universal. Brand ini mengangkut dalam hal makanan, peralatan mandi, dan lainnya. Dan kali ini, Jendra akan meluncurkan Brand baru yang menjadi anak cabang pertama dari Universal. "Kenapa kamu memilih makanan daripada kosmetik?" tanya Clary asal. Dia juga baru saja turun dari mobil. Saat ini, dia sedang berjalan menuju ke jajaran staff yang sedang menyambut mereka. "Jangan tanyakan hal-hal yang sudah kamu ketahui," bisik Jendra sambil tersenyum menakutkan. "Baiklah." Jendra menyalami satu per satu staff itu. Dia sebenarnya tidak mengenal mereka. Selama ini, Jendra selalu mengurusi apapun yang berurusan dengan anak cabang MIDAS yang berada di Korea sana. Awalnya, Jendra tidak menduga bahwa Kakak lelakinya tidak menginginkan posisi Ceo. Yah, si ambisius itu sudah memiliki perusahaan sendiri yang bisa dia banggakan. "Pabrik ini termasuk pabrik yang paling memenuhi kriteria dari keinginan Pak Rajendra. Peralatan di sini semua sudah serba otomatis. Selain itu, kita sudah mendapatkan label higienis dan halal untuk produk sebelumnya. Jadi, Pak Rajendra bisa rileks untuk menyerahkan brand baru ini kepada pabrik di sini," ucap Manager pabrik. Lelaki itu bernama Bara. Dia juga masih muda meskipun umurnya tiga tahun di atas Jendra. Namun, Bara ini berasal dari kalangan masyarakat menengah. Jadi, semua orang bisa tahu bagaimana perjuangan lelaki itu. "Baiklah. Untuk pengawas kualitas, apakah kalian sudah mendapatkannya?" tanya Rajendra. Dia menatap ke arah Bara sejenak sebelum akhirnya kembali menatap mesin-mesin. Yah, lelaki perfeksionis itu merasa cukup puas dengan kondisi pabrik ini. "Kami sudah memiliki satu tim. Namun, karena anda meminta lebih banyak, kami sudah membuka lowongan untuk para pelamar. Apakah Bapak ingin melihat prosesnya?" tanya Bara dengan tenang. Dia sudah terbiasa dengan Rahendra, kakak lelaki dari Rajendra. Mereka sangat mirip dari segi perfeksionisnya. "Tidak perlu. Ada hal lain yang harus saya lakukan hari ini. Namun, tolong ingat tentang kriteria yang saya inginkan. Jangan dipaksakan bila tidak ada pelamar yang memenuhi syarat." Setelah mengucapkan hal itu, Jendra melanjutkan berkeliling pabrik sejenak. Dia memberikan beberapa saran dan masukan di beberapa sisi pabrik. Bahkan, dia secara sepihak meminta untuk melakukan penggantian jika dia rasa semua itu tidak cocok. "Masih ada berapa waktu lagi sebelum rapat dengan Dewan Direksi?" tanya Jendra. Dia saat ini sudah duduk santai di jok belakang mobil pribadinya. Dia ditemani oleh seorang supir yang sudah bekerja dengan keluarganya selama puluhan tahun. Dan tentu saja Clary, yang duduk di jok depan. "Satu jam lagi. Apa ada yang ingin kamu lakukan?" Setelah mendengar jawaban Clary, Jendra hanya menggelengkan kepala. Hanya saja, lelaki itu benar-benar ingin tidur sejenak.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD