Wanita Beruntung

1643 Words
Benar saja Nyonya Jessica tidak pulang semalam. Empat kali aku terjaga dari lelap ku, tapi aku benar-benar tidak bisa menemukan dia rumah juga, di kamarnya. Aku tentu saja tidak bisa lancang menanyakan keberadaan Nyonya Jessica, karena itu artinya aku cari perkara dan sampai besok paginya pun Nyonya Jessica tidak pulang. Dia pulang saat hari sudah hampir siang, dan dia pulang bersama seorang laki-laki. Katanya sih, laki-laki itu adalah sepupunya, dan laki-laki itu juga terlihat begitu dekat dengan Wilona, putri Nyonya Jessica dan Tuan Barata. Wilona baru berusia lima tahun, dia sekolah di taman kanak-kanak kelas enol kecil. Dia sangat cantik. Sama cantiknya dengan Jessica, jauh berbeda dari garis wajah Tuan Barata, akan tetapi hal itu wajar, mengingat ada banyak anak yang justru mengikuti harus wajah ayah, atau ibunya, tidak melulu memiliki garis wajah kombinasi keduanya, dan hal itu juga terjadi pada Wilona yang mengikuti garis wajah ibunya. Laki-laki itu menggendong Wilona, naik ke lantai atas rumah itu, menyusul Nyonya Jessica. Wilona mengajak laki-laki bermana Faris itu ke kamarnya, menunjukkan beberapa gambar yang dia buat di sekolahnya dan keduanya benar-benar tampak sangat dekat, seolah mereka memang sering bertemu, dan iya, Wilona memanggil laki-laki itu dengan panggilan uncle Faris. Aku juga percaya jika mereka adalah sepupu, karena Tuan Barata sendiri yang mengatakan hal itu, dan di tambah Tuan Faris juga bekerja di perusahaan milik Tuan Barata dengan jabatan cukup bagus. Namun aku justru berasumsi lain tentang hubungan Nyonya Jessica dan Tuan Faris, karena aku melihat hubungan mereka terlalu dekat untuk ukuran sepupu. Tidak sekali dua kali aku melihat Tuan Faris masuk ke kamar Tuan Barata juga Nyonya Jessica, akan tetapi aku tidak berani melihat lebih apa yang mereka lakukan di sana. Namun hari itu, aku tidak sengaja melihat mereka sedang melakukan perbuatan tidak senonoh, di mana Nyonya Jessica sedikit menurunkan bahu gaunnya dan Tuan Faris terlihat sedang duduk di sisi ranjang, sementara Nyonya Jessica berdiri sambil menjambak rambutnya seolah sedang menahan sesuatu yang sangat intim dan terasa menggelikan. Tidak lupa ekspresi frustasi yang terlihat dari gerak tubuh Nyonya Jessica. Itu adalah pertama kali aku melihat Nyonya Jessica dan Tuan Faris dengan posisi yang tidak biasa, tapi meski begitu aku tetap tidak bisa mengatakan apapun untuk apa yang sempat aku lihat. Tidak sama sekali, dan setelah itu aku jadi sering melihat apa yang mereka lakukan di kamar itu. Setelah berganti pakaian dan menemui Wilona, Nyonya Jessica kembali keluar dari rumah itu bersama Tuan Faris, katanya ada pemotretan. Entah pemotretan seperti apa, tapi Nyonya Jessica memintaku untuk mengatakan hal itu jika Tuan Barata, suaminya pulang nanti dan menanyakan keberadaannya, dan iya, aku hanya bisa mengangguk patuh. "Nyonya Jessica itu beruntung sekali ya. Udah cantik, dapat suami yang tampan dan kaya raya, punya keluarga yang care dan selalu mensuport dia, bahkan sepupunya sendiri begitu perhatian dan menjaga Nyonya Jessica. Benar-benar keberuntungan yang berlipat-lipat ya!" seru Sumi , salah satu asisten rumah tangga saat aku berbelok ke arah dapur. Dia sedang bicara dengan seorang pelayan lain yang juga sedang memasak bersamanya, karena kemungkinan Tuan Barata akan pulang hari ini. Entah kapan , tapi mereka memang harus siap sedia jika Tuan Barata mengatakan ingin makan. "Ho oh. Aku merasa iri dengan keberuntungan yang dia dapatkan. Kita kapan bisa kayak dia. Gak perlu dapat suami sempurna seperti Tuan Barata, cukup bertanggung jawab lahir batin saja itu sudah lebih dari cukup. Ini dapat suami muka pas-pasan, gak kerja , belagu pula. Suka main tangan pula!" balas Santi , asisten rumah tangga yang lainnya. "Kau benar San. Laki-laki jaman sekarang tidak ada yang bisa dipercaya. Janjinya dia akan membahagiakan kita saat sudah menikah, dia akan memenuhi segala kebutuhan kita tapi nyatanya kita juga harus ikut banting tulang untuk mencari nafkah mencukupi kebutuhan hidup, bahkan ikut menafkahi dia!" ujar Sumi lagi dan Santi langsung mengangguk menyetujui pernyataan rekan kerjanya karena memang begitulah fakta di kalangan masyarakat saat ini. Banyak wanita yang justru menjadi tulang punggung keluarga, memenuhi dan mencukupi segala kebutuhan keluarganya saat laki-laki bahkan terkesan acuh tak acuh untuk semua kewajibannya, meskipun tidak semua laki-laki seperti itu, hanya memang ada laki-laki yang juga seperti itu. Kodrat wanita yang seharusnya menjadi tulang rusuk justru beralih kewajiban menjadi tulang punggung, lalu di mana harkat dan martabat seorang laki-laki ketika mendapatkan istri yang independen. Tidakkah mereka merasa malu ketika dia hanya duduk santai di rumah sementara istrinya bekerja mencari nafkah. "Tapi sepertinya Tuan Barata tidak seperti itu. Dia laki-laki yang baik dengan segala sisi sempurnanya. Tampan, dermawan dan yang paling penting kaya raya. Oh, sungguh Nyonya Jessica benar-benar sangat beruntung bisa mendapatkan Tuan Barata!" Seru Santi lagi sambil menangkupkan kedua tangannya dengan sorot mata yang sedikit kegirangan hanya karena membayangkan suaminya bisa seperti Tuan Barata. Aku menghela nafas dalam diam kemudian menghembuskannya dengan sangat pelan saat mendengar obrolan keduanya. Mereka hanya melihat dari satu sisi saja tanpa melihat kebenaran tentang apa yang terjadi antara Nyonya Jessica dan Tuan Barata. Tentu hanya aku yang tahu hubungan terlarang antara Nyonya Jessica dengan Tuan Faris, dan iya inilah alasan kenapa aku bisa merasakan rasa simpati yang terlalu berlebihan pada sosok Tuan Barata karena selain Tuan Barata yang memang terkenal tampan dan dermawan, aku sebenarnya lebih merasa kasihan padanya, karena sungguh orang sebaik Tuan Barata tidak pantas mendapatkan pengkhianatan dari siapapun, terutama dari wanita yang sangat Tuan Barata cintai. Ah, aku tidak yakin jika Tuan Barata memiliki perasaan cinta yang begitu besar pada Nyonya Jessica seperti yang dibicarakan oleh Sumi dan Santi, karena sejauh yang aku lihat, sepanjang aku bekerja di rumah ini, aku bahkan tidak pernah melihat mereka berbicara dengan ekspresi intim seperti cara yang Nyonya Jessica dan Tuan Faris lakukan setiap kali terlibat obrolan atau interaksi antar tubuh atau gerakan. Terlihat jauh berbeda dari sikapnya terhadap Tuan Barata. Saat Nyonya Jessica bersikap lembut dan penuh kasih sayang pada Tuan Barata, aku justru merasa itu hanya sebuah topeng kamuflase untuk meminta sesuatu yang dia inginkan pada Tuan Barata, dan biasanya setiap kali Nyonya Jessica meminta sesuatu, dia akan bersikap manis. Manis yang terkesan dibuat-buat, dan setelahnya Tuan Barata akan mengabulkannya. "Ken. Kamu kan masih sangat muda. Cantik pula. Saran aku lebih baik kamu jangan buru-buru menikah. Carilah laki-laki yang seperti Tuan Barata. Jangan salah memilih seperti kami, karena hidup seharusnya untuk dinikmati bukan untuk disakiti apalagi dicaci maki. Kau paham kan!" Ujar Santi sambil menatapku yang sedang menekan tombol air minum di dispenser samping lemari pendingin. Aku hanya mengangguk setuju meskipun sebenarnya aku juga tidak tahu apakah aku bisa mendapatkan suami seperti yang mereka katakan, aku sendiri justru mengkhayalkan bisa bersuamikan Tuan Barata. Seperti yang Nyonya Jessica katakan tadi, sore itu Tuan Barata benar-benar pulang, dan iya, Nyonya Jessica masih belum kembali dari siang tadi. Saat dia kembali keluar bersama Tuan Faris, dan aku sudah menyampaikan pesan itu pada Tuan Barata, bahwasanya Nyonya Jessica sedang ada pemotretan dan tadi Nyonya Jessica keluar di temani oleh Tuan Faris. Tuan Barata hanya terlihat mengangguk paham untuk apa yang aku sampaikan dan seperti biasa Tuan Barata tidak akan merasa bagaimana bagaimana saat mengetahui istrinya pergi bersama sepupunya itu, dan iya, lagi-lagi hanya aku yang tahu sebenarnya bagaimana hubungan Nyonya Jessica dengan sepupunya itu, laki-laki yang juga Tuan Barata percayakan untuk menjaga istrinya, dan sebenarnya, Tuan Barata sudah di tipu mentah-mentah oleh laki-laki itu, Tuan Faris. Setelah aku mengatakan itu Tuan Barata juga lekas kembali ke kamarnya di lantai atas, dan tidak lagi keluar sampai hari beranjak malam, sementara aku pilih kembali ke kamarku karena memang sudah tidak ada yang perlu dikerjakan. Tuan Barata kembali turun ke lantai bawah ketika jam makan malam, dan setelah makan malam dia selesai, Tuan Barata kembali ke kamarnya. Entah untuk tidur atau mungkin melanjutkan pekerjaannya yang belum selesai, karena biasanya jika lampu di lantai atas rumah itu masih menyala, artinya Tuan Barata masih berada di ruang kerjanya, dan saat aku terjaga di tengah malam, ternyata aku melihat lantai atas masih menyala terang. Namun sampai selarut ini, Nyonya Jessica juga masih belum terlihat kembali. Tentu aku tahu itu karena selain berdekatan dengan dapur kamarku juga berdekatan dengan garasi mobil, dan tentu saja aku akan tahu jika Nyonya Jessica pulang atau bahkan pergi di tengah malam. Aku hanya mendongak ke arah lantai atas, dan dari arah ruang tengah aku melihat Tuan Barata berjalan ke arah kamar putrinya. Sudah menggunakan baju piyama, dan sepertinya laki-laki itu akan mengecek kenyamanan putrinya di kamarnya. Aku hanya menghela nafas setelah mengambil satu botol air mineral di dalam lemari pendingin kemudian membawanya ke kamar, mendadak aku justru tidak bisa mendapatkan tidurku. Bingung harus melakukan apa, aku justru mengambil buku novvel yang selalu aku baca di waktu senggang, kemudian melanjutkan bab yang sebelumnya tidak habis aku baca, berharap aku akan mendapatkan rasa kantuk itu setelah membaca dua atau tiga lembar novvel tersebut. Namun sayang, baru satu lembar bolak-balik yang aku baca, aku justru kembali merasakan sesuatu yang indah menjalar di setiap aliran darah ku dan semuanya nyaris berkumpul di otakku. Lagi-lagi aku berharap jika akulah tokoh wanita dalam novvel tersebut sementara tokoh laki-lakinya tentu saja adalah Tuan Barata, hingga ke adegan paling intim dalam barisan kalimat itu, aku justru semakin kesulitan menahan gejolak dalam darahku. Aku reflek menyentuh bagian sensitif milikku kemudian menggerakkannya dengan gerakan memutar hanya menggunakan jari tengah ku saja, dan setelahnya aku mulai memasukkan jari tengahku itu ke liang sempit milikku. Refleks suara lenguhan itu lepas begitu saja saat rasa nikmat itu sangat terasa di bagian itu. Aku kembali merancau kan nama Tuan Barata dalam setiap gerakan jariku ketika keluar masuk dan tiba-tiba aku menghentikan aksiku saat merasa ada seseorang yang melihat apa yang sedang aku lakukan. Aku melirik ke arah pintu kamarku, dan ternyata pintu itu tidak rapat. Namun seingat ku, tadi aku jelas menutupnya dengan sangat rapat , hanya saja aku tidak menguncinya tapi sekarang pintu itu justru sedikit terbuka. Aku buru-buru bangkit dari dudukku akan tetapi jari tanganku masih memegang inti tubuhku, menggerakkannya dengan gerakan memutar tepat di bagian titik kacang polongnya dan saat aku melihat keluar pintu, ternyata......
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD