Setelah sparring dengan ayahnya dan melampiaskan emosi sampai tubuhnya lemas, Levi terduduk di lantai ruang latihan. Keringat menetes deras dari pelipisnya, tangan berlumur darah kering. Tapi sorot matanya lebih ... tenang. Dari balik ruang kaca, sosok ramping Lilith berdiri memperhatikan. Ia masuk pelan-pelan. Pintu bahkan nggak mengeluarkan suara. “Perjuangkan aja lagi.” Levi mendongak, bahunya naik turun karena masih ngos-ngosan. Lilith berdiri di depannya, menyilangkan tangan. Tatapannya tajam tapi penuh kasih sayang ke anak semata wayangnya itu. “Kamu nggak tau aja berapa kali papa kamu ini patah hati sama Mama.” Dari pojok ruangan, terdengar suara batuk kecil. Rain, sedang ngompres bahunya sendiri dengan es batu. “Lilith, please … jangan ceritain bagian—” Terlambat. “Bahkan

