bc

Kekasih Untuk Edelweis

book_age16+
94
FOLLOW
1K
READ
friends to lovers
independent
CEO
drama
sweet
bxg
city
highschool
first love
office lady
like
intro-logo
Blurb

Cantik, menarik, dan sedikit manja. Karakter Edelweis yang mampu meluluhkan hati pria manapun ternyata masih berstatus single. Para lelaki berusaha untuk mengenal dan mendekatinya. Edelweis memang bersikap manja dengan lelaki manapun, tetapi tidak ada yang mampu benar benar meluluhkan hatinya. Apalagi membawanya ke jenjang pernikahan.

Apakah dia benar belum bisa melupakan cinta pertamanya, Indra wibisana. Di manakah Indra sekarang. Apakah lelaki lain tidak mampu menggantikan posisi Indra di hati Edelweis?

chap-preview
Free preview
Prolog
Kalau sudah dewasa, apa yang ingin kamu lakukan? tanya gadis itu. Kepalanya melongok ke arah lelaki yang duduk yang di anak tangga. Namun sepertinya remaja berkemeja putih abu abu itu tidak mendengar. “Indra!” Edelweis berteriak menanti jawaban anak lelaki itu. “Nanti lah…" jawab Indra.  Habis sudah kesabaran Edelweis. Dia bangkit dari duduknya. Meninggalkan sudut ruang di bawah tangga yang menjadi markas kecil anak OSIS. Dia berjalan mengendap-endap. Dengan cepat dia merebut handphone yang dipegang Indra.  "What…" Indra melihat handphonenya masuk ke dalam saku rok Edelweis.  Indra menggaruk kepala yang tidak gatal. Dia menampilkan senyum terbaiknya ketika melihat bibir mungil Edelweis manyun.  "Ada apa toh, Sayangku?" tanya Indra.  "Kalau sayang itu bukan dicuekin," jawab Edelweis ketus.  "Ya kan, aku lagi main game. Jadi nggak fokus." Indra memberikan alasan. Edelweis semakin memanyunkan bibirnya. "Ya udah kalo gitu."  Edelweis berbalik, memunggungi Indra. Dia baru akan beranja pergi, tangannya diraih oleh Indra.  "Kamu tadi mau tanya apa? Jangan langsung pergi dong. Kan aku nggak dengar tadi," kata Indra dengan suara lembut.  Kemarahan Edelweis menurun mendengar suara Indra. "Aku tadi tanya, kamu mau apa kalau sudah dewasa," kata Edelweis.  "Aku akan melamar kamu," kata Indra. Bibirnya melengkung senyum.  "Eh apa? Ngaco kamu, Ndra," Edelweiss melepaskan genggaman Indra.  "Kenapa bunga abadiku, kamu nggak mau?"  Edelweis mengernyit. "Aku bukan bunga abadimu."  Indra berdiri di samping Edelweis. Badannya sedikit membungkuk ke dekat kepala Edelweis. "Edelweisku. Cinta abadiku."  Jantung Edelweis berdegup kencang. Dia tahu lelaki ini sangat bisa membuat hatinya menghangat. Dia pikir seperti dia tidak perlu olahraga kalau setiap hari bersama Indra. Jantungnya bisa dipastikan akan olahraga begitu di dekat Indra.  "Aduh!" Indra berteriak.  Edelweis dan Indra terperanjat melihat Bu Mareta di belakang Indra. Tangannya mencubit pinggang Indra.  "Waktunya pacaran sudah habis. Kembali ke kelas," kata Bu Mareta dengan senyum sadis. Edelweis menutup mulutnya menahan tawa. Dia bergegas meninggalkan Indra di tangan Bu Mareta. Indra terkiki melihat Edelweis lari terbirit-birit. Tapi tawanya langsung lenyap, ketika cubitan itu makin mengeras. "Bu, tolong lepas dulu. Sakit ini," pinta Indra.  "Kamu itu, pinter banget ngegombal. Siapa aja yang udah masuk jebakanmu?" Tannya Bu Mareta gemas. "Nggak ada Bu. Saya ini serius sama Edelweis. Bu lepas dulu, Bu, please!" Indra makin merengek. Bu Mareta melepaskan cubitnyannya. Indra langsung mengusap usap kulit yang telah mengalami siksaan itu.   "Bu, sakit banget Bu. Gimana nanti kalau pinggang saya bolong. Ibu harus tanggung jawab!" Indra pura-pura mengancam. Bu Mareta menahan tawa dan menggetok kepala Indra. "Dasar Indra!"  *** Indra menemukan Edelweis terbaring di markas. Wajahnya tertutup buku. Dia menghela nafas lega. Dia telah berlarian dari ruang tu mencari gadis itu di kelas, kantin dan terakhir ruang ini.  Seharusnya dia tahu, tempat ini harusnya yang pertama dia kunjungi kalau ingin menemukan Edelweis.  Markas OSIS ini telah diubah menjadi kamar pribadi Edelweis. Dindinya tertempel berbagai macam tempat terkenal di dunia. Ada gunung Fuji, menara Eiffel, Ka'bah, dan tempat terkenal lainnya. Di sisi tembok yang lebih luas tertempel peta dunia.  Aku ingin keliling dunia. Indra mengingat dengan jelas impian Edelweis.  Indra mengambil buku dari wajah Edelweis dan memencet hidungnya. Edelweis megap megap dan membuka mata.  Dia memukul Indra karena membangunkan dengan cara seperti itu. Indra tertawa sambil tangannya menangkis setiap serangan Edelweis.  Dia menangkap kedua tangan Edelweis.  "Lepasin," kata Edelweis.  "Kita nikah yuk," kata Indra melapaskan tangan Edelweis.  "Huh, apa?" Edelweis merasa ada yang salah dengan pendengarannya.  "Setelah lulus, kita nikah." Indra menatap lekat-lekat. "Nikah? Ngaco kamu Ndra. Kita masih di bawah umur," kata Edelweis. "Lagian aku nggak mau nikah muda. Aku masih punya banyak mimpi. Aku belum menaklukkan dunia."  "Kita lakukan bersama. Mimpimu dan mimpiku bisa berjalan beriringan kan?" Kata Indra.  "Nggak ah. Mau makan apa aku nanti? Batu? Trus kuliahku gimana? Sumpah, kamu ngaco banget Ndra." Edelweis menganggap Indra sedang kacau. "Setelah nikah nanti, aku yang akan bertanggungjawab terhadap kuliahmu, makanmu, dan juga kebahagiaanmu," kata Indra yakin.  "Nggak. Nggak mau. Aku belum mau nikah. Aku belum siap."  "Ini satu-satunya cara agar kita terus bersama," pinta Indra.  "Aku belum siap nikah Ndra."  "Aku akan kuliah di luar negeri Del. Makanya kamu ikut aku aja. Kamu bisa mewujudkan mimpimu." Edelweis menggeleng cepat. Baginya menikah butuh persiapan yang banyak. Dan dia belum siap untuk itu. Menjadi istri apalagi ibu. Mengurus diri sendiri saja belum becus.  "Aku nggak bisa, Ndra."  "Edel, please. Kita akan belajar bersama mewujudkan mimpi. Yang penting kita sama-sama dulu. Aku nggak bisa ninggalin kamu di sini, Del."  Edelweis diam beberapa menit. Mengumpulkan keberanian. "Sorry Ndra, aku nggak bisa. Kita masih muda banget." Edelweis menggeleng cepat dan berlari meninggalkan Indra yang membatu.   *** Edelweis kaget melihat Indra di depan rumahnya. Jantungnya selalu berulang setiap dia melihat Indra. Dia hampir saja menggigit lidahnya karena akan mengatakan iya pada lamaran Indra kemarin.  Edelweis tidak bisa meninggalkan keluarganya. Dia belum bisa mandiri tanpa mereka. Lagipula untuk apa mereka menikah muda. Dia ingin menjelajah dunai terlebih dulu. Bukan menikah. Menikah bukan prioritas utamanya.  Edelweis menyuruh Indra masuk tetapi Indra menolak.  "Di sini saja. Nggak akan lama," kata Indra.  "Kamu kayak penagih hutang, Ndra."  "Iya,kamu memang punya."  Indra tertawa. "Hah? Aku hutang apa? Bukumu udah kukembalikan semua." Edelweis berpikir keras. Apa ada buku yang tertinggi di kamarnya dan belum dikembalikan. Tetapi masa Indra cuma mau menagih buku sih?  "Kamu hutang hati kamu."  Edelweis tersadar dengan guyonan konyol Indra. Dia memukul ringan lengan Indra.  "Nggak lucu."  Indra memasang wajah serius. "Aku berpikir semalaman. Kenapa kamu tidak mau menikah denganku. Mungkin aku memang akan menjadi bebanmu ya?"  "Kamu ngomong apa sih, aku nggak ngerti."  "Impianmu pergi keliling dunia. Impianku cuma ingin bersama denganmu."  "Gombal. Kamu kan ingin jadi politikus. Untuk menciptakan negara yang lebih baik."  Indra tertawa.  "Dunia sama sekali tidak menarik tanpa kamu Del. Besok aku berangkat."  "Kamu nggak hadir di pesta kelulusan?"  "Nggak bisa. Aku harus terbang ke sana menyiapkan berkas lainnya."  "Kita akan ketemu lagi nggak ya Ndra? Mungkin kamu akan lupa sama aku. Gadis manja yang selalu ngerepotin kamu."  Indra memegang pipi Edelweis.  "Hati aku udah jadi milik kamu. Tapi kamunya malah menolak lamaranku."  Edelweis tidak mau menjadi beban bagi langkah Indra. Indra berasal dari keluarga cukup terpandang di kotanya. Sedangkan dia? Edelweis ingin menenangkan Indra. "Kalau kita berjodoh, kita akan ketemu lagi Ndra," kata Edelweis yakin. "Di pelaminan."  Edelweiss berjinjit. Indra menunduk.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

My Secret Little Wife

read
95.7K
bc

Tentang Cinta Kita

read
189.4K
bc

Single Man vs Single Mom

read
97.1K
bc

Dinikahi Karena Dendam

read
204.6K
bc

Siap, Mas Bos!

read
12.5K
bc

Iblis penjajah Wanita

read
3.5K
bc

Suami Cacatku Ternyata Sultan

read
15.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook