”Sudah Ka, aku nggak sanggup,” Ryn melepaskan tangannya dari genggaman Azka, ketika sekelebatan bayangan Lyra menyeret koper di bandara dengan wajah kuyu dan putus asa, lantas duduk termenung dengan tatapan kosong di dalam pesawat, menjajah pikirannya. Rasa perih yang hebat mengamuk di d**a Ryn. Perih yang nyaris mengundang rasa yang sama di matanya. Hampir saja Ryn menggigit bibirnya. Azka membiarkan Ryn menarik tangannya, tidak memaksa meraihnya kembali. Beberapa detik, mereka berdua saling diam. “Kamu yakin, mau berhenti di tengah jalan? Lalu, lari dari hal yang belum tuntas ini?” tanya Azka kemudian. Ryn mengetuk-ngetuk meja dengan ujung jarinya, mengusir resah yang menyapa. “Yang aku tahu, seorang Ry