bc

Tiga Permintaan Mustofa

book_age18+
44
FOLLOW
1K
READ
contract marriage
HE
kickass heroine
heir/heiress
twisted
bxg
humorous
brilliant
campus
poor to rich
like
intro-logo
Blurb

Tiga Permintaan Mustofa:

Pertama, ingin menjadi orang yang sukses.

Kedua, berharap bisa bertemu dengan kedua orang tuanya.

Ketiga, keinginan terbesarnya yaitu menjadikan Hana sebagai istrinya.

Semetara itu, Mustofa hanyalah seorang kuli panggul di sebuah pasar tradisional dan hidup sebatang kara, dan hanya sempat merasakan pendidikan di bangku SMA.

Apa Mustofa berhasil mewujudkan ketiga permintaannya itu?

Dengan cara apa Mustofa bisa mewujudkannya?

chap-preview
Free preview
1. Adu Mulut
Hiruk-pikuk ramai kerumunan memenuhi bagian luar dan dalam sebuah bangunan yang terdiri dari kios, toko, los, dan dasaran terbuka. Sebagian tempat dalam bangunan dipenuhi dengan aroma anyir dari ikan segar tangkapan nelayan namun berbaur dengan aroma sayur dan buah segar yang ditawarkan para pedagang. Sebagian tempat lain yang juga masih di dalam pasar, dipenuhi aroma nyaman dari kain-kain baru, menghindar dari aroma kontras yang mempengaruhi. Di luar, sekeliling bagian pinggiran bangunan, berjejer warung dan toko. Sebagian besar toko memajang berbagai macam barang dagangan seperti; beras, telur, mainan anak-anak, emas, snack-snack, dan banyak lagi. Sepertiga dari kerumunan itu kelihatan berkeliling, menyebar di luar dan dalam bangunan, melakukan tradisi tawar-menawar dan transaksi dengan penjual. Salah satu warung, dengan spanduk bertuliskan 'Warkop Mak Icin' yang berada di bagian pinggir luar bangunan, tampak seorang pemuda berkulit putih, rambutnya hitam dengan gaya yang acak-acakan sedang duduk di kursi panjang depan warung, dengan setengah tubuhnya menghadap ke permukaan meja warung. Kedua tangannya melingkar, menenggelamkan kepalanya. Kedua kakinya menjuntai ke bawah dengan telapak beralaskan sepasang sandal jepit berwarna putih berada di atas permukaan tanah yang becek. Suara keruh lelaki itu terdengar. Seorang wanita paruh baya berdiri di bagian dalam warung sambil mengayunkan kepalanya ke kanan kiri, menatap heran kepada lelaki yang tengah tertidur di warungnya. "Mus, Mus," ucapnya pelan sambil menepuk-nepukkan telapak tangan kanannya di atas pundak pemuda berambut acak-acakan itu dengan niat membangunkannya. Namun, pemuda itu tak kunjung terbangun. "Mustofa! Udah mau ashar nih, mau sampai kapan kamu tidur terus!" Ia berteriak dengan tangan berkacak pinggang, tidak sabar terhadap kelakukan pemuda itu Pemuda itu pun tersentak dan perlahan mengangkat kepalanya, kemudian menoleh ke kanan tepat ke arah suara teriakan yang berhasil membangunkannya berasal. Kedua mata sipitnya mengerjap beberapa kali, seiring tubuhnya perlahan menegap. Penglihatannya mulai jelas, sehingga menampakkan sosok seorang wanita paruh baya yang berdiri dengan tangan berkacak pinggang dan kedua mata yang sedang memelotot ke arahnya. Alih-alih bangun dari tidur, ia malah kembali mendaratkan setengah tubuhnya di atas meja dan menenggelamkan wajahnya lagi di dalam lingkaran kedua tangannya yang berada di atas meja warung. "Eeh, eeh." Wanita paruh baya itu menggeleng heran karena melihat Mustofa yang malah kembali tidur di warungnya. "Mustofa, bangun!" Teriakan wanita paruh baya itu memecah hiruk-pikuk bagian luar pasar dan berhasil membangunkan Mustofa. Mustofa kembali mengangkat kepala dan menegakkan badannya, kemudian menoleh ke kanan dan kembali menatap wajah wanita paruh baya yang masih memelototinya. Senyum di bibir tipisnya terkembang perlahan seiring suara pelan tawanya keluar. "Eh, Bu Cin," ucap Mustofa tersenyum cengir sambil menggaruk kepalanya di sela tawa pelannya. "Bucin bucin! Ini kamu mau tidur sampai kapan?" tanya Bu Cin dengan nada cepat, "Kamu ini, kerjaannya tidur melulu," sambung Bu Cin sambil mengemas barang dagangannya yang berada di atas meja warung untuk dimasukkan ke dalam kardus. "Loh, ini warungnya mau tutup, Bu?" tanya Mustofa bingung. "Iya," jawab Bu Cin sambil terus memasukkan barang dagangannya yang berada di atas meja ke dalam kardus. "Kok tutup sih? Bukannya Bu Cin biasa tutupnya malam?" tanya Mustofa. "Sore ini saya mau ngadain acara arisan di rumah, makanya saya mau pulang cepet," jawab Bu Cin. Mustofa mengangguk pelan sambil membulatkan mulutnya dengan mengeluarkan suara pelan sesuai bentuk mulutnya, kemudian menolehkan kepalanya ke kiri, menatap sebuah gelas yang tergeletak di atas meja. Diambilnya gelas itu, dan menyeruput isi di dalamnya. "Kok kopinya dingin, Bu?" tanya Mustofa heran sambil menatap wanita paruh baya yang masih terlihat sedang mengemas barang dagangan di atas meja. "Ya jelas udah dingin, kamu itu tidur dari siang ampe sore gini kok, Mus!" jawab Bu Cin cepat menunjukkan rasa kesalnya terhadap Mustofa. "Hah, udah sore?" Mustofa terkejut, keningnya mengerut. Ia mendongakkan kepalanya ke atas, menatap mendung. Wanita paruh baya itu kembali mengayunkan kepalanya ke kanan kiri sambil mendecitkan lidahnya. Mengungkap heran kepada pemuda berambut acak-acakan yang masih duduk di depan warungnya dan masih mendongakkan kepala ke atas. Mustofa menurunkan pandangannya, kembali menatap wanita paruh baya di dalam warung yang sudah selesai mengemas barang dagangan. "Bu Cin, ..." ucapnya kemudian menunduk untuk menatap ke bagian dalam gelas yang masih berada dalam genggaman jemari tangan kanannya, "... ini kopinya dingin, apa nggak bisa diganti sama kopi yang anget?" "Kalau mau diganti, ya utang kamu nambah," jawab wanita paruh baya itu sambil mengelap permukaan meja warung menggunakan selembar kain tipis dengan pola kotak-kotak. "Loh, kok nambah?" tanya Mustofa sambil mengerutkan keningnya. "Ya iyalah nambah, kalau mau kopi yang anget ya beli lagi lah," jawab wanita paruh baya itu sambil menutup kardus setelah selesai mengelap seluruh permukaan meja warung miliknya. "Nggak deh, nggak jadi, Bu." Mustofa menggeleng cepat dan terpaksa kembali menyeruput kopi dalam gelas di tangan kanannya. "Ya udah, kalau nggak mau nambah. Cepet abisin ntu kopi, nanti saya kelamaan. Belum lagi nanti saya di jalan." Mustofa mendengus kesal, tapi ia terpaksa mempercepat tegukan untuk menghabiskan kopi yang sudah dingin itu. Setelah hanya tersisa butir-butir hitam di dasar gelas, gelas itu diletakkannya di atas meja. "Makasih ya, Bu," ucap Mustofa sambil beranjak berdiri, membuat puncak kepalanya sedikit menyentuh atap warung karena tinggi badannya sehingga ia terpaksa sedikit menundukkan kepalanya. Ia melangkahkan kedua kakinya menyamping, bergeser ke kanan melewati kursi panjang di saat wanita paruh baya di dalam warung meraih gelas yang tadi diletakkannya di atas meja. Mustofa memalingkan kepalanya ke kiri, menatap ke arah salah satu dari beberapa lorong yang menampakkan lalu-lalang para pengunjung pasar. Beberapa saat kemudian, kedua matanya menangkap sosok seorang perempuan yang mengenakan jaket hoodie berwarna hitam dengan celana denim panjang, sedang membawa setumpuk dus berisi barang belanjaan yang ditopang kedua tangan. Rambutnya yang lurus dengan panjang sebahu berwarna coklat kekuningan dan kulit di pergelangan kedua tangan berwarna kuning langsat saja yang berhasil ditangkap penglihatannya, sementara sebagian wajah wanita itu terhalang oleh tumpukan dus di depan tubuh. Perempuan itu perlahan meletakkan tumpukan dus di dasaran bangunan depan pasar tepat di depan tubuhnya berdiri, wajah orientalnya menunjukkan raut letih akibat berat dari setumpuk dus yang dibawanya. Sesekali ia memalingkan tubuhnya ke kanan dan kiri untuk meregangkan penat yang terasa di tulang belakang dan pinggangnya. "Kasian banget tuh cewek, cantik-cantik kok bawa barang berat sebanyak itu sendirian," gumam Mustofa pelan dengan memasang rasa iba seiring keningnya yang mengerut sambil mengayunkan kepalanya ke kanan kiri. "Gue samperin deh, moga aja kali ini rezeki gue," gumamnya lagi, kemudian berjalan menuju dasaran depan bangunan pasar di mana perempuan itu berdiri. "Sini, Mbak. Biar saya bantuin," ucap Mustofa pelan sambil mengulurkan kedua tangannya cepat untuk langsung mengangkat tumpukan dus di depan perempuan itu. "Eh, eh!" Namun, sepertinya perempuan itu tidak setuju atas perlakuan Mustofa yang tiba-tiba mengangkat setumpuk dus di depannya. "Kembaliin belanjaan gue, woy!" teriak perempuan itu sambil berusaha merebut setumpuk dus di tangan Mustofa. "Loe mau nyuri ya!" "Eh, nggak Mbak, ..." Mustofa memaksa mempertahankan setumpuk dus di tangannya, menolak dari rebutan perempuan itu, "… saya bukan pencuri. Saya kuli panggul di pasar ini. Saya cuman mau nolongin Mbak-nya aja. Soalnya Mbak kayak kesusahan bawa dus-dus ini." Mustofa masih berusaha mempertahankan setumpuk dus di tangannya. "Bohong loe! Mana ada maling ngaku!" Perempuan itu tetap tidak percaya dengan perkataan Mustofa. "Gue teriak nih!" ancamnya. "Maling! Maling! Maling!" teriak perempuan itu, membuat seluruh orang di sekitarnya berhenti dan menoleh ke arahnya dan Mustofa. Namun anehnya, tak ada seorangpun disekitar dirinya dan Mustofa yang kelihatan perduli. "Enak aja loe nuduh gue maling!" Mustofa tidak terima. Diletakkannya barang-barang di permukaan tanah dengan hati-hati, "Mau dibantuin juga. Nih, ambil lagi nih barang-barang loe!" "Siapa juga yang minta bantuan loe! Nggak sudi gue!" sahut perempuan itu melawan. "Loe ya!" Jari telunjuk Mustofa terarah tepat di depan wajah perempuan itu. "Apa loe!" Perempuan itu menepis tangan Mustofa. "Loe ini, ganteng-ganteng kok malah jadi kuli panggul pasar!" Ia menyilangkan kedua tangannya di depan tubuh sambil memasang senyum sinis terhadap pemuda yang berdiri di depannya, "Apa nggak ada kerjaan lain lagi loe, hah!" sambungnya sambil mengeluarkan suara tawa pelannya yang sinis. "Terserah gue, emang apa urusan loe!" sahut Mustofa tidak terima. "Ngeselin banget sih nih cowok!" dengus perempuan itu bergumam pelan sambil memalingkan wajahnya. "Emang gue ngeselin!" sahut Mustofa tertawa pelan dengan senyum sinis sambil menyisir rambut dengan celah jemari di tangan kanannya. "Apa loe lihat-lihat, loe naksir ama gue?" sungut perempuan itu langsung menoleh dan menatap tajam ke arah Mustofa. "Idih, pede banget sih!" ucap Mustofa di sela tawa pelannya. "Emang gue mau sama cewek sombong kaya loe? Ogah banget gue," sambungnya sambil mengangkat kedua pundaknya dan bergidik geli. "Yeee, emangnya gue juga sama loe?" balas perempuan itu tidak terima, "Nggak banget kali," sambungnya sambil tertawa pelan dengan senyum sinis. "Nih gue bilangin ya, kalo emang cowok di dunia ini cuman tersisa satu, yaitu loe, gue lebih milih nggak nikah seumur hidup gue, daripada gue harus nikah sama loe!" sambungnya lagi sambil memberi tekanan nada pada setiap kata 'loe' yang diucapkannya. Detik berikutnya, tubuhnya menunduk sembari mengulurkan kedua tangannya ke dasar tumpukan dus di depannya, kemudian mengangkat tumpukan dus tersebut dan membawanya menuju area parkiran pasar yang berjarak lima meter dari tempat Mustofa berdiri, tepatnya menuju sebuah mobil hitam yang terparkir di sana. "Dasar cewek sombong!" teriak Mustofa sambil melepaskan sandal jepit di telapak kaki sebelah kanannya setelah melihat perempuan yang tadi beradu mulut dengannya telah memasuki mobil. Sandal jepit itu dilemparnya dan tepat mengenai bagian badan mobil hitam, namun malah terpental dan berbalik melesat ke arahnya, tepat membentur wajahnya. "Aduh!" Mustofa terjungkal. Kaca sebelah kiri bagian depan mobil hitam yang masih berada di dalam area parkiran perlahan turun dan terbuka, kemudian perempuan yang tadi beradu mulut dengan Mustofa menengok melalui kaca terbuka itu. Menolehkan kepalanya ke arah Mustofa yang terduduk di permukaan dasaran depan pasar dengan wajah yang terlihat meringis. Perempuan itu tertawa puas sambil menyelinapkan tangan kanannya ke luar dengan posisi lengan dan jari telunjuk membentang ke arah Mustofa. "Rasain!" teriaknya, "Kualat 'kan, loe!" Ia melanjutkan gelak tawanya untuk menertawakan Mustofa.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Takdir Tak Bisa Dipilih

read
3.8K
bc

Pembalasan Istri Tersakiti

read
8.4K
bc

Istri Tuan Mafia

read
17.3K
bc

Tergoda Rayuan Mantan

read
24.5K
bc

CINTA ARJUNA

read
13.2K
bc

Ayah Sahabatku

read
24.3K
bc

Dipaksa Menikahi Gadis Kecil

read
22.2K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook