04 - Manja - √

1339 Words
  Berapa jam kemudian.   "Sayang." Ani mengusap lembut kepala Sein, membuat tidur pulas Sein mau tak mau terusik. Bukan hanya sentuhan yang Ani berikan, tapi juga karena panggilannya.   Sein membuka kelopak matanya dan hal pertama kali yang ia lihat adalah Ani yang sedang tersenyum manis padanya.   "Mah," sapa Sein dengan suara serak. Sein menyibak selimut yang menutupi sebagian tubuhnya, lalu merubah posisinya menjadi duduk bersandar di ranjang.   "Masih pusing?" Ani menyentuh kening Sein, mengecek suhu tubuh Sein. Ani bernafas lega saat tahu kalau suhu tubuh Sein sudah berangsur-angsur normal seperti biasa. Tadi suhu tubuh Sein sempat naik dan itu membuat Ani sedikit khawatir, Ani takut kalau Sein sakit.   "Sudah mendingan kok Mah," sahut Sein. Tadi Sein memang merasa kepalanya pusing, tapi sekarang sudah tidak terlalu pusing, hanya sedikit.   "Iya, suhu tubuhnya juga sudah mulai normal," ujar Ani lega. "Makan malam dulu ya Sayang, Mamah masak pepes ikan mas." Ani memberikan segelas teh madu hangat, yang langsung Sein tenggak sampai habis tak tersisa.   "Mamah masak di sini apa di rumah Mamah?" Sein bertanya seraya memberikan gelas pada Ani. Ani meraih gelas yang Sein berikan lalu kembali menaruhnya di nakas.   "Masak di sini, baru juga selesai masak," jawab Ani dengan senyum mengembang.   "Berarti Mamah udah lama dong?" Sein mengalihkan pandangannya pada jam di nakas, cukup terkejut saat melihat jarum jam sudah menunjukan pukul 7 malam lewat 15 menit. Ternyata lama juga dirinya tertidur, dan kenapa tidak ada yang membangunkannya sejak tadi?   "Sudah dari tadi sore. Ayo kita makan dulu, mumpung pepesnya masih hangat." Ani lalu membantu Sein menuruni tempat tidur.   "Mamah duluan saja, Sein mau ke kamar mandi dulu." Sebelum bergabung dengan yang lain, Sein akan terlebih dahulu mandi agar terlihat segar.   Ani mengangguk, lalu keluar dari kamar terlebih dahulu, meninggalkan Sein sendiri.   Hanya butuh waktu tak lebih dari 15 menit untuk Sein selesai mandi, kini Sein sedang melangkah menuju ruang makan.   Ahmad, Sean, dan Anna kompak menoleh saat mendengar suara langkah kaki mendekat, yang tak lain tak bukan adalah suara langkah kaki milik Sein.   "Pah." Sein menghampiri Ahmad, lalu menyalaminya.   "Masih pusing?"   "Sudah enggak, Pah." Sein memilih duduk di samping kanan Sean.   "Syukurlah kalau sudah enggak pusing, ayo makan dulu. Tadi Mamah buat pepes ikan mas."   "Mamah mana?" Sejauh mata memandang Sein tidak melihat keberadaan Ani.   "Lagi ke kamar mandi, Mom," jawab Anna yang duduk di hadapan samping kiri Sean.   "Sini biar Kakak bantu." Sean membantu Sein untuk mengambil nasi dan juga lauk pauknya, tak lupa, Sean juga mengisi piring Sein dengan sayuran hijau.   Tak berselang lama, Ani kembali, mereka pun mulai menyantap makan malam mereka dengan khusu.   Beberapa saat kemudian.   Semua orang sudah selesai menyantap makan malam mereka, kecuali Sein.   Saat ini, Ahmad sedang membaca berita di tab, Ani sedang menikmati cemilan yang tadi pagi ia beli di supermarket. Sedangkan Sean dan Anna sedang asik memperhatikan Mommy mereka yang sedang makan dengan lahap.   "Itu perut apa karet?" gumam Anna pada dirinya sendiri.   Sean yang duduk tepat di samping kanan Anna tentu saja mendengar apa yang baru saja Anna ucapkan.   Sean langsung menoleh, menatap Anna dengan tatapan tajam. Anna yang merasa di perhatikan langsung menoleh, menatap Sean dengan raut wajah bingung. "Kenapa?" tanyanya bingung saat melihat sang Kakak memberinya tatapan tajam.   "Kakak dengar ya, Dek." Sean menjawab dengan ketus. Sebenarnya Sean juga merasa khawatir saat melihat bagaimana lahapnya Sein menikmati makanan.   "Mom, jangan banyak-banyak makan sambalnya!" Peringat tegas Sean yang hanya Sein jawab dengan gumaman dan anggukan kepala.   "Mom!" Kali ini giliran Anna yang memanggil Sein, dan Sean sudah bisa menebak apa yang akan Anna ucapkan pada Sein langsung membekap mulut Anna, menatap Anna dengan mata melotot, memperingatkan sang adik agar tidak berbicara yang aneh-aneh pada Sein.   "Diam Dek, jangan berisik!" Peringat Sean tegas.   Sean terus menutup mulut Anna dengan telapak tangannya, sama sekali tidak berniat untuk melepaskannya. Tapi Anna melepaskan telapak Sean dan sedikit menggeser kursinya menjauhi Sean. Tadi, Ani meminta agar Sean duduk di samping Anna dan dirinya di samping Sein.   "Mom." Anna kembali memanggil Sein dan Sean kembalk menoleh, menatap Anna dengan mata melotot, mencoba memberi Anna peringatan agar tidak mengganggu Sein yang sedang khusu menikmati makanannya. Tapi Anna mengabaikan tatapan maut Sean dan kembali memanggil Sein. "Mom." Anna berharap panggilannya kali ini mendapat respon dari Sein.   "Apa De?" Sein bertanya tanpa menoleh pada Anna dan masih fokus menikmati makannya.   Dalam hati, Anna bersorak ria karena kini Sein merespon panggilannya.   "Mommy udah makan 3 ikan pepes loh," terang Anna yang sontak saja membuat Sein berhenti mengunyah.   Sein mendongak, menatap Anna dengan kening berkerut, berharap apa yang baru saja Anna katakan salah. "Kenapa Dek?" tanya Sein memastikan.   "Mommy udah makan 3 ikan pepes loh." Anna menunjuk beberapa bungkus daun pisang yang sudah kosong tak berisi.   Sein mengikuti arah telunjuk Anna, dan mulai menghitung berapa ikan pepes yang sudah ia makan.   Sean menggeram seraya menatap Anna dengan mata melotot, merasa kesal karena Anna mengganggu aktivitas makan Mommy mereka.   "Kebanyakan ya?" tanya Sein, menatap Anna dan Sean bergantian dengan raut wajahnya langsung berubah sedih.   "Iya, nanti Mommy tambah gendut loh." Dengan senang hati Anna menjawab pertanyaan Sein, memberi  jawaban yang benar-benar sangat sensitif.   "Anna!" desis Sean tajam, kali ini Sean sengaja menendang kursi yang Anna duduki, membuat Anna hampir saja terjatuh karena kuatnya tendangan yang Sean berikan.   Sein tidak kuasa menahan agar air kristal bening yang berada di pelupuk matanya tidak jatuh membasahi wajahnya.   Sean beranjak mendekati Sein yang kini sedang menangis dalam pelukan Ani.   "Sini peluk Kakak." Dengan gerakan lembut Sean menarik Sein ke dalam dekapannya.   "Mommy jangan nangis." Sean mengusap punggung Sein naik turun dengan gerakan lembut.   "Nanti Mommy gendut," cicit Sein di sela tangisnya.   "Enggak bakalan gendut, nanti kita olahraga biar Mommy enggak gendut," saran Sean.   Sementara Anna, hanya terkekeh saat melihat interaksi yang terjadi antara Kakak dan Mommynya.     Ternyata Sean sudah cocok untuk menyandang status sebagai seorang ayah.   "Di makan lagi ya ikan pepesnya, masih banyak dagingnya," ujar Sean lembut seraya menarik piring makan Sein mendekat.   "Enggak mau," cicit Sein seraya menggelengkan kepala.   "Ya sudah, kita ke kamar aja. Sudah malam, Mommy harus istirahat biar sehat," usul Sean yang langsung Sein jawab dengan anggukan kepala.   "Tapi temenin," pinta Sein dengan manja.   "Iya Kakak temani."   Setelah berpamitan pada Ahmad dan Ani, Sean lalu membawa Sein pergi ke kamar.   Ani melangkah mendekati Anna, lalu meremas bahu Anna. "SayangJangan suka usil sama Mommy!"   "Seru Oma," kekeh Anna. Salah satu hobby Anna sekarang adalah menjahili Sein, Mommynya.   "Kasihan Mommy!" Kali ini giliran Ahmad yang menasehati Anna.   "Iya, Anna enggak akan lagi jahilin Mommy deh," ujar Anna sungguh-sungguh.   "Sudah sana temani Mommy tidur, udah tahu lagi sedih karena di tinggal Daddy."   "Iya Oma." Anna beranjak, lalu melangkah menuju kamar Sein yang letaknya tak jauh dari ruang makan.   "Anna tuh usilnya minta ampun," ujar Ani yang diiringi helaan nafas berat.   "Namanya juga anak Anton, Mah, dulu Anton malah lebih parah," kekeh Ahmad.   Ani mengangguk, setuju dengan apa Ahmad katakan. Dulu, Anton memang jauh lebih usil ketimbang Anna. Bahkan Anton pernah mengerjai Pak RT. Hal yang membuat Ani dan Ahmad malu luar biasa, karena sampai di panggil ke kediaman Pak RT guna bertanggung jawab atas perbuatan Anton.   Tanpa mengetuk pintu kamar, Anna masuk dan mendapati Sein yang sedang berbaring dengan posisi tubuh membelakangi pintu.   Anna tidak melihat kehadiran Sean, mungkin Sean berada di kamar mandi karena samar-samar Anna mendengar suara gemercik air.   Anna menutup pintu kamar, lalu melangkah mendekati Sein. Anna menaiki tempat tidur, lalu berbaring di belakang tubuh Sein.   Dengan susah payah Sein berbalik menghadap Anna, menatap Anna dengan sisa-sisa air mata di pelupuk matanya. "Peluk Kak," pintanya manja.   Anna tertawa seraya merentangkan kedua tangannya. "Sini Kakak peluk," ujarnya dengan nada menggoda.   Sein merangsek masuk ke dalam pelukan Anna, membenamkan wajahnya di perut Anna yang sontak saja membuat Anna tertawa di buatnya.   "Mommy sudah sikat gigi atau belum?" Anna mulai menutupi tubuh keduanya dengan selimut.   "Sudah, barusan," jawab Sein.   "Sama, Anna juga sudah sikat gigi. Sekarang kita tidur ya, besok Kakak harus sekolah loh."   Sein mengangguk, lalu memejamkan matanya, merasa nyaman saat berada dalam pelukan Anna. Apalagi wangi tubuh Anna sama persis dengan wangi tubuh Anton, mengingat keduanya memang memakai parfume yang sama.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD