CHAPTER 33 - RENCANA

2061 Words
"Kenapa lo ke sini?" Ronal langsung melontarkan pertanyaan ketika dia baru saja tiba di meja makan. Ronal yang mulanya berpakaian formal tadi juga sudah berganti pakaian dengan pakaian nyaman ala rumahan. Kaos oblong di padu padankan dengan celana pendek se-lutut. Beni sendiri yang mendengar pertanyaan dari Ronal segera mengangkat kepala, yang memang saat ini tengah menunduk untuk menyantap mie instan 2 bungkus plus telor ceplok 3 biji. Dia benar benar jujur kalau tengah lapar tadi, makanya dia semangat untuk merampok makanan Ronal. "Mau numpang tidur hehe," jawab Beni di iringi cengiran di akhir kalimat. Sejujurnya Ronal sudah membatin alasan Beni seperti itu, dan ternyata memang benar kan. "Apart lo kenapa?" Ronal bertanya lagi, jarang jarang loh Beni sampai menginap kalau bukan karena membawa alasan penting. Dan Beni tertawa canggung lagi, "Hehe ... Biasa. Lagi di kuasai tuan putri Loli sama temen temen ceweknya," Loli adalah adik kandung Beni yang saat ini duduk di bangku Sekolah Menengah Atas kelas 11, Loli selalu baik kepada Beni jika ada maunya, seperti saat ini contohnya, bahkan sudah seminggu ini Loli rela menjadi kacungnya Beni demi mendapat sesuatu yang dia mau. Dan hari ini lah bayarannya. Loli membawa banyak teman teman seumurannya itu ke apart Beni _tanpa sepengetahuan pemilik tempat tentu saja_, bahkan Beni amat terkejut ketika pulang kerja mendapati rumahnya sudah di hias dengan berbagai pernak pernik khas acara ulang tahun anak tk itu. Beni sempat marah kepada Loli, tapi ya akhirnya tetap Loli lah yang menang, sebab dia yang sudah menggunakan jasa kacungnya si Loli. Maka dari itu, Beni memutuskan pergi ke tempat Ronal. "Oh," Ronal mengangguk mengerti lalu melanjutkan langkahnya menuju lemari pendingin di dekat sana, berlanjut membuka pintunya untuk mengambil sekaleng soda demi menghilangkan dahaga yang cukup membandel di kerongkongannya. "Cape banget gue Nal ama si kutu kupret Loli," keluh Beni sambil menyuapkan mie instan banyak banyak ke dalam mulut. Yang sebelumnya sudah sempat dia tiup sedikit demi meredakan gejolak panas yang melingkupi mie. Jujur Beni amat tertekan dengan adiknya, pasalnya kelakuan Loli yang seperti itu bukan hanya sekali dua kali. Melainkan berkali kali. Loli bisa berkumpul dengan teman temannya dan merayakan pesta ulang tahun tidak jelas itu sebanyak 8 atau sembilang kali dalam setahun. Dan yups, semua di lakukan di apartment Beni, katanya sih agar tidak mengganggu rumah teman-teman Loli, sial! padahal di sini Beni yang amat terganggu, kakaknya sendiri. Tai lah, memang apa bagusnya merayakan idol korea yang tidak akan tau kalau tengah di rayakan itu. Tapi tetap saja Loli dan teman temannya melakukannya, mulai dari ulang tahun ke tujuh member, juga ulang tahun debut grup dan debut fans. Sialan sialan! Oh jangan lupakan, ketika merayakan salah satu dari mereka yang bernama Mm ... Jung-- Jungkook? Ya itu pokoknya, pesta Loli akan hebohnya melebihi hajatan 7 hari 7 malam. Sungguh, Beni masih tidak habis fikir di buatnya. "Terima nasib," Celutukkan Ronal makin membuat Beni menekuk wajahnya tersebut, tanpa menghentikan kegiatannya menyantap mie instan. Drtt ... Drtt ... Tiba tiba ponsel Ronal yang tadi sempat dia letakkan di meja makan _Sebelum mengambil minuman bersoda_ pun bergetar, dengan layar yang menyala menandakan adanya panggilan masuk di sana. "Pwonsel lho bwunyi," Beni berucap memberi tahu Ronal dengan mulut yang terisi penuh mie instan sehingga tak begitu jelas dalam berbicara. Meski begitu Ronal dapat mengerti ucapan Beni tersebut, makanya dia buru buru berjalan menghampiri meja makan lagi, dan langsung mengulurkan tangan kanan mengambil ponsel. Dan ketika Ronal mengangkat ponsel untuk melihat siapa gerangan orang yang menghubunginya, dia langsung di buat mengerutkan dahinya, antara merasa sedikit terkejut bercampur dengan heran. Pasalnya orang yang menghubunginya amat jarang sekali seperti ini, malah malah kalau di pertemukan cara berbicara mereka sudah mirip seperti orang yang perang dingin hebat. Mungkin dulu memang iya perang dingin sungguhan tapi sekarang lebih mendingan sekali, meski tidak mengurangi cara kaku bicara keduanya. Karena cukup penasaran juga sebab ponselnya tak henti hentinya bergetar, alhasil Ronal segera menggeser tombol hijau di sana _menerima panggilan_. Dan panggilan berhasil terhubung dengan seseorang yang berada di seberang sana, siapa lagi kalau bukan Kazeo, suami dari Sia. "Hm," Ronal berdehem sebagai bentuk sapaan. "Hm," Dan rupanya Kazeo sendiri juga balik berdehem seperti yang Ronal lakukan. "Besok ada acara?" lanjut Kazeo di seberang sana. Tenang mereka tidak hanya ham hem saja kok selama bertelefon, karena faktanya kalau dua kutub es di satukan mereka akan seperti itu, berbicara untuk sekedar yang bisa di bicarakan, macam bertanya maupun menjawab. "Apa?" Ronal bertanya balik merasa bingung dengan Kazeo yang cukup aneh tiba tiba menanyakan hal demikian, karena tidak biasanya. "Ehm ... Anak anak ngajak kumpul," ujar Kazeo di seberang sana. Pria dengan usia sepantaran dengan Ronal tersebut terdengar menggunakan nada suara yang sedikit aneh menurut Ronal. Baru juga Ronal hendak menanggapi, si kunyuk Beni yang mulanya asyik makan tersebut, malah berubah heboh menanyai Ronal tentang siapa yang menelefon. "Siapa Nal, Siapa?" tanya Beni dengan berbisik atau lebih hanya menggunakan gerakan mulutnya saja ketika Ronal mengarahkan mata pada Beni. "Kazeo," jawab Ronal langsung, tidak berniat menyembunyikan juga. Mengetahui hal tersebut Beni sontak berubah semangat 45, "Wah wah, loud speaker dong," pintanya agak sedikit memaksa. "Hm," Ronal bergumam sebagai jawaban mengiyakan. Lagipun akan sangat aneh kalau Ronal tidak mau men loudspeaker, takut Beni berfikir macam macam tentangnya juga Kazeo. Kazeo sendiri sepertinya mengerti kalau si lawannya bicara tengah menanggapi seseorang makanya dia menunggu, dan kalau dari suaranya jelas Kazeo juga tau siapa orangnya. "Beni?" tanyanya. Siapa yang tidak kan langsung mengenali suara dari temannya sendiri. "Hm," Ronal bergumam. "Hello ma men!" sapa Beni akhirnya membuka suara sedikit keras agar Kazeo dapat mendengarnya. "Hm. Besok kumpul Ben di basecamp," Kazeo pun balik membalas dengan memberitahu temannya yang mungkin belum mendengarnya itu. "Wah siap siap pak bos," Beni mengacungkan kedua jempol _setelah melepaskan garpu sendok di tangannya_, yang padahal Kazeo juga tidak akan melihat acungan jari Beni itu. "Hm, gue tutup." Karena merasa alasannya menelefon sudah tersampaikan, Kazeo pun memutuskan untuk berpamitan. "Hm," Dan detik berikutnya, Tut ... Sambungan telefon itu pun terputus. Ronal yang berniat meletakkan ponsel kembali di atas meja _sebab hendak memasak makanan_ pun malah terurungkan, setelah ter trigger oleh sesuatu. Jujur saja entah kenapa tiba tiba Ronal kembali teringat dengan wanita itu, Karena rasa penasaran yang menggebu gebu, Ronal pun membuka room chat dengan nomor wanita itu. Dan ternyata pesan singkat yang Ronal kirimkan tadi hingga saat ini belum juga di buka. Cih ... Tidak mau melanjutkan untuk melihat pesan singkat yang centangnya masih belum juga berubah, Ronal pun memutuskan untuk meletakkan ponsel di meja kembali dengan gerakan sedikit kasar. Ronal melanjutkan langkah pergi dari sana, menuju kulkas untuk mencari bahan makanan. Dia akan memasak sesuatu yang simple, mungkin pasta atau kalau tidak ya masakan indonesia yang sederhana lainnya. Tapi sebenarnya, tanpa Ronal tau, ketika dia meletakkan ponsel tadi, tangannya tanpa sadar menyentuh layar yang mana membuat layar bergeser dan menjadikan tombol memanggil tertekan. Yups ... Ronal tidak tau kalau dirinya tengah memanggil nomor itu, a.k.a nomor wanita itu _Reya_. Dan dengan santainya Ronal malah menuju kitchen set hendak memasak, sedangkan di sisi lain rupanya panggilan _yang tanpa sadar dia tekan tadi_ berhasil terhubung, Reya mengangkatnya. Berjalan beberapa detik sambungan telefon yang terhubung tersebut masih belum di ketahui, baik dengan Beni yang duduk tidak jauh dari ponsel. Hanya saja hal itu tidak bertahan lama, langsung setelahnya Beni yang hendak mengedarkan pandangan malah salah fokus dengan ponsel Ronal yang menampakkan panggilan yang terhubung. "Eh, lo telfonan sama siapa?" tentu Beni yang tidak sengaja melihat segera melontarkan pertanyaan pada temannya itu, meski mulutnya saat ini masih penuh dengan isian mie instan juga telor. Sampai membuat kuahnya sedikit muncrat ke arah meja, makanya Beni buru buru mengelap dengan tangan, takut Ronal akan mengomel bukan main kalau tahu mejanya terkontaminasi kuah mie bercampur jigong Beni. Beni yang tidak menganggap adanya masalah di sana, bersikap santai, dan ketika menoleh pada Ronal pria itu malah terdiam seperti tengah berfikir. Sebelum akhirnya ... Sial! Ronal berlari kencang menuju meja makan yang mana membuat Beni terkejut akan tingkah temannya itu. Pria itu _Ronal_, langsung saja merampas ponselnya dan menekan tombol merah mengakhiri panggilan secara sepihak. Tut ... Sial! Ronal lagi lagi mengumpat di dalam hati. Sedangkan Beni yang terus mengamati sedari tadi hanya dapat melongo dengan setiap kegiatan Ronal tersebut, matanya berkedip beberapa kali mencoba berfikir ada apa dengan tingkah aneh temannya itu. Lagi, seingat Beni, Ronal tidak pernah menunjukkan raut sedikit panik macam itu, meski sedikit tapi tetap saja ini hal yang aneh. Ah tidak tidak ... Ralat, Ronal pernah menunjukkan ekspresi lebih panik saat berhubungan dengan Sia dulu. "Siapa?" tanya Beni dengan rasa penuh penasaran yang menggebu gebu. Akan tetapi, Ronal sama sekali tak menjawab, pria itu malah bergerak melengos pergi meninggalkan Beni, kembali menuju kitchen set di sana. Ronal akan melanjutkan sesi memasaknya yang sempat tertunda itu, mengingat keran air yang tadi dia nyalakan juga belum dia matikan karena memilih berlari tadi. Beni menyipitkan mata, mencoba berfikir dalam, tapi karena tidak ada clue clue yang dia dapat, dia kembali acuh dan mulai melanjutkan menyantap makanan. Beni ingin menghabiskannya sebelum Ronal selesai memasak, agar nanti dia bisa meminta jatah juga pada temannya itu. Di sisi lain, Ronal berusaha tetap fokus melanjutkan memasak pastanya, seraya beberapa kali merutuki tangannya sediri yang tidak sadar malah menekan tombol panggil. Cukup menyebalkan bagi Ronal. Tidak butuh waktu lama, Ronal yang memang sangat cukup cekatan dalam memasak itu pun, akhirnya berhasil menyelesaikan masakannya. Mungkin kalian terkejut, karena meski dia seorang konglomerat akut yang juga sejak kecil di beri fasilitas hedon, faktanya Ronal memang cukup pandai memasak. Ronal melirik Beni yang menatapnya dengan penuh binar terang, di mana ia saat ini tengah menata pasta di piring. Ronal tau jika temannya itu juga berminat memakan hasil masakannya. Jadi tanpa perlu menawari atau di mintai, Ronal juga menata pasta di piring lain untuk di berikan pada Beni. Kurang baik apa coba Ronal. Karena tahu Ronal berjalan menuju meja dengan dua piring di tangannya, Beni langsung bersorak sorai senang akan hal itu. "Thank you, my bestie!" pekik Beni penuh kesenangan. Tapi bukannya menyambut dengan baik, Ronal malah menundukkan senyum miring di sana. "Jangan kepedean." "Lhah ...," Melongo, Beni terdiam sejenak sedikit tidak percaya. Tapi selanjutnya baru mulai berbicara lagi. "Lo jangan bercanda dong," keluh Beni melanjutkan. "Hm," Tak mau memperumit keadaan, Ronal pun mendorong pelan sepiring pasta di tangan kanannya itu pada Beni. Dan beni sontak saja berubah kembali berbinar senang. "Wohoo ... Masakan lo emang terbaik." Beni memuji dengan sungguh-sungguh meski dia belum mencicipinya sama sekali. "Hm," Drtt ... Dan setelah nya, Ronal ikut duduk di kursi yang berhadapan dengan Beni, seraya meletakkan piring pastanya sendiri di meja. Hanya saja, Ronal tak langsung menyantap makanan seperti yang Beni lakukan saat ini. Yang bahkan Beni sudah amat menikmati sampai tidak menyadari Ronal tengah menatapnya dengan gelengan kepala _pelan_ beberapa kali. Memutus kegiatan melihat Beni. Ronal memilih untuk kembali fokus pada makanannya sendiri hendak dia makan. Namun ketika baru juga dia memegang sendok selama dua detik, dia malah harus mengurungkannya lagi ketika mendengar sebuah getaran dari ponsel di sampingnya. Drttt ... Dan kali ini adalah getaran tanda adanya pesan yang masuk. Entah kenapa, Ronal begitu gerak cepat untuk mengambil ponsel hendak membukanya. Seolah dia sudah tau siapa si pengirim pesan yang mana memang sudah di tunggu tunggu. Padahal kan tidak. Ya meski terbesit nama seseorang yang mungkin mengirim pesan, tapi kalau di fikir fikir ya tidak mungkin sama sekali. Persentase nya nol persen. Klik ... Ronal menyalakan ponsel ... Dan ketika melihat layar yang menampakkan bar notifikasi itu, Ronal langsung di buat mendengus pelan. Karena rupanya, pesan tersebut di kirim oleh seseorang yang tadi sempat dia kirimi pesan singkat itu, siapa lagi kala bukan wanita itu Reya. Ronal segera membuka room chat dengan nama kontak yang dia save 'Teman Sia' itu. ____ ~Pesan masuk~ Teman Sia: 'Hai' ____ Ronal tak berekspresi apa apa ketika membaca pesan yang dikirimkan oleh wanita si pelaku penamparan itu. Beberapa detik, sampai akhirnya, bukan malah langsung mengetikkan untuk membalas. Ronal malah buru buru meletakkan ponsel kembali di atas meja sampingnya. Pria itu betul betul tak berniat membalas. Ronal memilih melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, yakni memegang sendok lagi. Dan mulai menyendok kan pasta menuju mulutnya sendiri. Tapi sebenarnya tanpa orang sekitar sadari yakni Beni. Ronal juga menunjukkan sebuah seringaian di bibirnya se-detik sebelum akhirnya dia melahap pasta. Entah apa yang Ronal pikirkan. Tapi pria itu terus menyantap makanan dengan hikmat seraya sesekali masih tersenyum miring bak iblis di sana.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD