Jujur saja saat ini fikiran Reya sudah kemana mana, tapi di sisi lain dia juga tak bisa untuk tidak mengagumi wajah itu dari jarak dekat. Sungguh inilah baru yang namanya definisi wajah sempurna di mata Reya.
Meski begitu Reya tetaplah Reya, dia masih memiliki cukup kewarasan untuk segera melepaskan tangannya yang memegang rambut belakang Ronal itu. Berlanjut memundurkan wajah perlahan ke belakang. Sengaja menjauhi wajah Ronal yang memang nampak mendekat ke arah wajahnya itu.
Hanya saja baru juga Reya hendak menyingkirkan tangan Ronal yang bertengger di pinggangnya, secara tiba tiba Ronal malah melakukan hal lain lagi, yang mana sampai membuat Reya memekik kecil.
Ronal melakukan lebih.
Tangan satunya Ronal yang mulanya kosong malah ikut menyentuh Reya, yakni di letakkan pada punggung Reya. Dan buka itu saja, tapi berlanjut dalam sekali sentak Ronal langsung menarik tubuh Reya, hingga membuat tubuh depan sang empu sampai hampir menempel, mungkin hanya berjarak beberapa senti meter dengan tubuh depan pria itu.
Hng ...
Reya tetu terkejut sekaligus sangat panik di sana, dia sampai melebarkan kedua matanya selebar mungkin. Tubuhnya kaku di tambah lidahnya juga ikut kelu, apalagi saat ini Ronal menunjukkan seringaian setannya itu. Makin makin lah Reya merasa kengerian di sana.
Meski begitu, dengan sekuat tenaga Reya berusaha membuka suaranya yang memang sangat kesulitan itu, sampai sampai suara yang keluar harus terbata bata.
"Jang -jangan macam macam," Niat reya sih mengancam, tapi tau sendiri lah, jika dalam keadaan yang tidak kondusif yakni panik macam itu nada mengancam sama sekali tidak terlihat di sana. Atau lebih menunjukan jika Reya begitu tertekan panik malahan.
Dan bukannya menuruti keinginan Reya yang takut takut itu, Ronal malah memajukan wajahnya yang padahal saat ini sudah berada cukup dekat itu. Makin ngerilah Reya di buatnya.
Tapi untung saja, Ronal hanya bergerak sedikit, jadi jarak yang sudah amat dekat tidak makin terkikis dan malah akan membuat pertemuan dua bibir terjadi di sana. Dan Reya jelas tidak mau itu terjadi.
"Hm?" Ronal bergumam seperti tengah mengejek tersebut.
Reya benar benar tak bisa berbuat apa apa, kecuali mengamati wajah Ronal dari jarak dekat itu. Karena ya, sebenarnya, Ronal tidak hanya memegang pinggang Reya, namun juga meletakkan sedikit kekuatan cengkraman di sana.
"Anda fikir saya akan apa?" Suara Ronal yang cenderung lebih ke bisikan dengan suara dalam itu, sontak saja membuat Reya tertegun lagi.
Hng ...
Sial, jelas pria itu menggodanya. Sungguh, apa Ronal sengaja membuat Reya mengatakan kata kata tabu dan kotor secara langsung.
Aishh ...
"Pokoknya jangan macam macam, dan lepaskan saya," ungkap Reya lebih berani dari sebelumnya tadi. Namun tidak hanya bersuara tapi Reya juga melakukan hal lebih, yakni meletakkan kedua tangannya di dadanya Ronal hendak mendorongnya.
Hanya saja rupanya kekuatan Reya sama sekali tak sebanding, yang mana Ronal sedikitpun tidak terdorong ke belakang, yang malah membuat kedua tangan Reya bertengger di dadanya pria itu, seolah menambah keintiman dari keduanya.
"Saya bilang lepas," ujar Reya lagi yang mana lebih memaksa lagi mendorong Ronal meski ber ending tetapi tidak bergerak tersebut.
Senyum miring Ronal entah kenapa di mata Reya seperti ada sesuatu,
Dan selanjutnya pria itu benar mengatakannya,
"Sepertinya anda tidak ingin di beritahu fakta lagi," Ronal mendengus sinis di sana.
Reya pun seketika berhenti mendorong, dan mulai terdiam, dia memikirkan apa yang hendak Ronal ucapkan.
"Ap -apa?" tanya Reya langsung setelahnya, meski dengan kecemasan yang tiba tiba datang lagi. Dia takut fakta yang akan Ronal ucapkan akan makin membuat Reya terkejut.
Dan akhirnya Ronal makin menyeringai mendnegar pertanyaan yang Reya ajukan, dan detik selanjutnya Ronal makin memajukan wajah ke arah Reya, yang mana sontak saja membuat wanita itu panik bukan main sampai mengatupkan bibir rapat agar Ronal tidak bisa menciumnya. Tidak lupa Reya juga memejamkan mata erat di sana, dia tidak sanggup melihat apa yang akan terjadi. Demi apapun Reya siap menampar bolak balik pipi Ronal jika pria itu akan melakukan hal yang tidak senono padanya.
Dan beberapa saat, Reya sama sekali tak merasakan adanya benda asing yang menempel di bibirnya, yang ada Reya malah merasa deru nafas seseorang berada di samping telinga kanannya.
Yups, bisa di bilang ternyata Ronal tidak memajukan wajah untuk mencium bibir Reya, melainkan pria itu hendak membisikkan sesuatu pada Reya.
Sungguh bukan salah Reya kalau wanita itu berfikir macam macam pada Ronal, tapi sebab pria itu sendiri yang bertindak seperti akan mencium.
Aishh ..
Meski begitu Reya tetap bersyukur kalau rupanya Ronal tidak jadi menciumnya.
Hanya saja faktanya rasa syukur Reya di sana tidak bisa bertahan lama, dikarenakan setelahnya dia kembali mendengar bisikan Ronal menggunakan suara beratnya tersebut.
"Sebenarnya masih ada satu," Tidak hanya bisikan, tapi entah kenapa suara Ronal membuat bulu kuduk Reya berdiri dengan hebatnya.
Tapi Reya jujur, dia merasa bingung dengan apa yang di maksudkan ronal tersebut. Apa yang satu lagi?
"A -apa?" tanya Reya dengan suara yang begitu kecil mirip cicitan.
"Hm," Bukannya langsung menjawab, Ronal malah bergumam dahulu yang mana tepat di samping telinga Reya, yang membuat Reya meremat jas depan Ronal menggunakan tangannya yang masih bertengger di dadanya pria itu.
"Makhluk tadi," Ronal berbisik layaknya di film film horor mencekam biasanya.
Dan Reya ...
Deg ...
Jantung Reya berdegup tak karuan, yang mulanya berdegub akibat posisi Ronal dan dirinya yang terlalu dekat, tapi sekarang karena fakta yang telah Ronal ungkapkan.
Yups, Reya langsung bisa menangkap maksud dari kata kata Ronal tersebut. Yang mana makhluk tadi yang di maksud adalah ulat, tentu saja, apa lagi memang.
Dan dengan tubuh yang sudah menegang kuat lagi, kaku di tempat tak bisa bergerak, Reya kembali bertanya,
"Di -dimana," Reya tergagap. Di mana makhluk itu berada lagi. Sungguh air mata Reya bahkan belum mengering tapi dia sudah ingin menangis lagi.
"Di rambut atas, bergerak mendekati telinga kiri," ujar Ronal masih dengan bisikannya tersebut.
Deg ...
Reya pun tak sadar langsung meremas jas Ronal lagi lebih kuat. Yang mana Ronal segera melirik tangan Reya yang berada di dadanya tersebut.
Reya sungguh tidak memperdulikannya, atau malah dia memang sama sekali tidak tau akan apa yang dia lakukan dia bahkan juga sampai sedikit mencondongkan badannya makin ke depan akibat ketakutan hingga Ronal bisa merasakan adanya benda keramat bagian atas Reya bersentuhan dengan bagian dadanya tersebut.
"Tolong." Reya bukan bersuara kecil lagi, melainkan ini nada suaranya sudah cukup memekakan telinga Ronal yang berada sangat dekat dengannya itu. Reya sungguh ketakutan lagi saat ini. Persis macam tadi.
Tapi Ronal malah diam saja tak merespon di sana. Pria itu benar benar hanya menonton wajah memerah Reya yang seperti kembali akan mengeluarkan tangisan _dari arah samping_.
"Tolong. Tolong saya!" pekik Reya lagi, menambah kekuatan rematan pada jas depan Ronal, sampai betul betul lusuh macam itu.
"Hm," Dan lagi bukannya menuruti serta menolong, pria itu malah bergumam dahulu seperti tengah menimang nimang, padahal jelas saat ini Reya benar benar tengah butuh bantuan dari pria itu.
"Saya mohon tolong, hiks." Dan begitulah akhirnya, tangis Reya benar pecah di sana, seraya tetap memohon tanpa henti.
Dengan air mata yang kembali berderai, Reya menoleh ke arah Ronal di sampingnya tersebut. Bisa Reya lihat kalau saat ini Ronal diam saja dengan menunjukkan wajah datarnya itu.
Sungguh dalam ketakutannya sendiri, Reya amat geram dengan Ronal. Bisa bisanya orang macam pria itu sama sekali tak memberinya belas kasihan sedikitpun. Padahal Reya sudah hampir pingsan tapi pria itu dengan santainya hanya mengamati saja. Sial!
Tapi tidak lama, akhirnya Ronal menunjukkan pergerakan.
"Hm ... okay," Yups ...,, Ronal menyetujui untuk membantu Reya di sana.
"Terimakasih," Tentu Reya merasa senang, walaupun tidak sesenang itu mengingat ulatnya saja masih belum di ambilkan.
Mungkin bisa saja Reya tak mempercayai Ronal, dan menganggap pria itu hanya berbohong tentang ulat yang ada di rambutnya, tapi entah kenapa Reya percaya percaya saja, sebab apapun yang berhubungan dengan makhluk itu dia akan langsung percaya walau tidak tau itu hanya tipuan saja atau bukan.
Sudah di katakan bukan, Reya benar benar senang karena pemikirannya kalau bos Dhini ini tidak sejahat itu. Namun belum juga tiga detik lewat dari ucapannya terima kasih, Ronal malah lebih dulu melanjutkan kata katanya, yang tentu saja membuat Reya shock bukan main.
"Semua tidak gratis!"
Reya marah, di sela sela tangisnya bahkan dia sampai membulatkan matanya tersebut dan melirik tajam Ronal. Dan detik berikutnya Reya tidak sungkan lagi mengeluarkan khodam nya tersebut di sana.
"APA? KENAPA ANDA TIDAK IKHLAS SEKALI!" Ya, Reya bersuara sangat keras, lebih keras dari pekikan sebelumnya.
Namun yang kali ini Ronal malah menunjukkan raut yang seperti sama sekali tak terganggu dengan suara keras Reya tersebut.
Dan malah setelahnya Ronal menyeringai di sana. Menyeringai cukup lebar nan menyeramkan.
"It's business." Balas Ronal tak tanggung tanggung karena menambahkan bisikan yang memnag menyeramkan itu.
Reya sungguh kesal, bisa bisanya di saat yang mendesak seperti ini, pria itu masih mencoba menekannya. Oh atau malah lebih tepatnya mengambil kesempatan dalam kesempitan, ya begitu. Makanya Reya tidak tahan untuk tidak memekik lagi antara marah juga pasrah. Karena jelas nasib nya saat ini tengah di pertaruhkan.
"Huwaaa ... Gilak gilak, b*****t terserah! Tolongin gue!" Reya juga tidak sadar menggunakan bahasa lo gue di sana. Dan Reya pun juga tidak perduli. Reya tidak sanggup membayangkan ulat itu jatuh atau malah menempel pada kulitnya, atau juga wajahnya! Huwaa ... tidak mau!
"Deal?" Ronal masih belum yakin sepenuhnya, dia memastikan dahulu.
"Iya deal, hiks!" REya tidak sanggup lagi, dia menangi saja tidak berani bergerak lebih lainnya.
Ronal pun tersenyum meremehkan yang lebih condong ke sinis, lalu dia menganggukkan kepala pelan,
"Okay! ... Tiga permintaan harus di turuti!"
Dan sontak saja mata bulat Reya kembali melebar selebar mungkin.
"HAH! KOK LO __ISHH ANDA NGELUNJAK!" teriak Reya tidak kalah keras dari sebelumnya. Reya masih tidak habis fikir di sana, bahkan masalah bayaran untuk tamparan saja belum lunas, tapi pria itu sudah mengajukan tiga permintaan macam itu, yang sudah pasti bertujuan untuk menindas Reya. Sungguh bisa bisa seumur hidup Reya tidak akan bisa lepas dari Ronal kalau begini caranya.
Ronal tak menunjukkan balasan apa apa, hanya wajah datarnya yang malah seperti mengintimidasi Reya. Lalu beberapa saat barulah dia berani berucap.
"Tidak masalah jika ___"
"Okay okay, deal deal, cepat!" Dan yups, Reya buru buru memotongnya karena sadar apa yang akan di katakan pria itu selanjutnya. Jelas Reya tidak ingin pria itu malah menolak membantunya. Makhluk itu harus hilang darinya tidak perduli Reya akan mendapat kosekuensi apa nantinya.
Begitulah akhirnya, Ronal pun menyeringai puas tanpa di tutup tutupi di sana. Seolah pria itu baru saja mendapat jack pot besar besaran.
Dan benar, detik selanjutnya Ronal mulai menjalankan apa yang sudah mereka sepakati itu, mengambil ulat. Ronal mengangkat satu tangannya, dan yups, rupanya betul, pria itu tidak berbohong sama sekali di sana, Ronal mulai mengambilkan ulat lagi _yang memang berukuran sama persis seperti yang tadi_ dari rambut samping kiri Reya.
Mungkin pria itu juga tidak habis fikir, mengetahui seorang wanita cantik memakai pakaian rapi bisa di penuhi ulat macam itu, sampai mendapati dua ulat sekaligus lagi, okay kata di penuhi terdengar lebai, tapi menurut Reya lebih dari satu itu banyak pake banget loh. Tapi sungguh, Reya sudah macam dari hutan saja bukan.
Dengan mata kepala Reya sendiri, dia bisa melihat bahwa Ronal tengah mengambil ulat itu tanpa adanya rasa geli atau takut sama sekali di sana. Yang bahkan Reya bisa tau kalau Ronal mengambil ulat dengan ujung jari jempol dan telunjuknya yang mana sampai sedikit menekan ulat itu.
Hiiii ...
Reya seketika bergidik ngeri, dia membayangkan makhluk makhluk itu tadi berada di tubuhnya sebelumnya, mengingat perjalanannya menuju penginapan ini juga butuh waktu dan Reya juga masih membaca tadi hiiiii ...
Kalau dari dugaan Reya sih, sepertinya dia mendapat mahkluk mahkluk tersebut ketiak dia berdiri di depan toko oleh oleh yang mana dia sengaja berteduh di bawah pohon _yang Reya sendiri tidak tau jenis pohonnya_, dia tadi menunggu taxi datang. Tau begitu pasti Reya juga tidak mau berada di sana.
"Sudah," ujar Ronal setelah membuang ulat yang ke dua menuju lantai, bergabung dengan temannya yakni ulat pertama.
"Terimakasih," Reya tak melupakan untuk mengucap kata terimakasih lagi, dia mengusap air matanya yang sudah tidak mengalir namun masih menggenang seraya sisa sisa air mata yang masih menempel di pipinya tersebut.
Dan setelah mengusap air mata menggunakan punggung tangan, Reya barulah mengangkat kepala dan menoleh ke arah pria di sampingnya, atau lebih tepatnya yang saat ini di duduki _namun wajahnya memang masih berada di samping wajah Reya_.
Sontak saja Ronal tertegun di sana, dia menatap mata Ronal penuh, yang juga saat ini tengah menatapnya dalam diam itu.
Mereka saling menatap lagi hingga mungkin sepuluh detik lamanya, dan Reya benar benar masih sama sekali tak sadar kalau posisi intim saat ini malah di tambah seperti Reya yang linglung itu.
Tapi Ronal yang lebih dulu berucap, di mana membuat Reya nyawa Reya seperti kembali memasuki tubuhnya.
"Apa terlalu nyaman di sini? Atau anda memang ingin ... yang lebih nyaman lagi?"
Hng ...
Akan tetapi ucapan Ronal malah berupa pertanyaan yang mengandung arti tuduhan aneh menurut Reya, yang jelas Reya akan langsung membantahnya kuat kuat. "Tidak!"
Dengan keadaan yang memang panik tersebut, Reya pun bangkit dari posisinya yang duduk di atas kedua paha pria itu _cepat. Reya mundur ke belakang, namun masih di atas ranjang yang sama.
"Sa -saya harus membersihkan diri." Reya merasa cukup canggung saat ini, makanya dia memilih kata itu untuk yang memang sedang terlintas cepat di otaknya. "Dan tolong buang makhluk mahkluk itu." lanjut Reya seraya turun dari tempat tidur namun sengaja mengambil sisi depan di mana tidak ada ulat yang terjatuh tadi di sana.
"Berani memerintah saya. Hmm." Namun rupanya Ronal tidak setuju, dia menatap tajam Reya dengan tambahan dengusan sinis.
Reya yang mulanya sudah hendak pergi mau tak mau harus mengurungkan niat mendengar ucapan Ronal. Dia balas nenatap tatapan tajam Ronal dengan sorot jengah. "Jangan lupa anda sudah mendapat tiga permintaan loh." Hei, bukannya tiga permintaan sudah cukup sebanding malah rugi di Reya banget jika pria itu hanya membantu mengambilkan ulat dan membuangnya saja.
Cih ... Di bilang menyesal Reya juga tidak bisa mengakuinya. Sebab sejak awal dirinya dengan sadar menyetujui permintaan Ronal. Dan semua sudah terlanjur.
"Oh ..., Jadi anda tidak sabar dengan permintaan yang akan saya ajukan,"
Hng ...
Mata sembab Reya membulat penuh.
Sungguh Reya pikir Ronal akan berhenti di sana. Tapi ternyata pria itu masih menjadi, dan malah menggodanya lebih.
Aishh ...
"Tidak, bukan begitu," ralat Reya langsung terburu buru.
Dan detik berikutnya Ronal kembali menunjukkan senyuman miring seperti ada maksud tertentu seperti sebelumnya. Dan selanjutnya barulah dia bersuara.
"Okay tunggu malam ini!"
Tak dapat di pungkiri Reya terkejut sangat kali ini.
Malam ini apa hehh??
Reya ingin memekik. Apa maksud dari kata ambigu pria itu. Sungguh, rasanya otak Reya sudah berfikiran kotor ke mana mana.
"Tunggu __"
Reya hendak bersuara tidak Setuju di sana. Tapi Ronal lebih dulu memotongnya. "Atau sekarang saja?"
Hng ...,
Bulatan mata Reya makin menjadi, seiring mulutnya yang ternganga tidka percaya.
Hehhh ... Apa maksudnya lagi ini?
Jadi bukan salah Reya kalau wanita itu berfikir macam macam, kalau permintaan Ronal akan menjerumus ek hal tabu.
Reya belum selesai dari rasa shock nya, dan belum sempat membalasnya. Namun Ronal kembali bersuara lagi di sana.
"Hanya saja, tidak menutup kemungkinan ada ulat lain di sana."
Benar ...
Reya baru teringat itu, di badannya saja tadi sudah ada dua ulat. Bagaimana jika ternyata masih ada ulat lagi di tubuhnya.
Huwaaa ...
Tidak ...
Reya tidak sanggup membayangkan!
Melupakan masalah dengan Ronal itu, Reya malah langsung ngacir begitu saja pergi dari sana dan menuju kamar mandi.
Reya harus cepat melepas pakaian dan membersihkan diri. Huhu ...
Brak ...
Raya bahkan sampai menutup pintu kamar mandi cukup keras, hingga membantingnya.
Dan begitu pun Ronal sendiri yang saat ini masih duduk di ranjang sambil melipat kedua tangan di depan dadanya, tak lupa menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup rapat.
Ronal menatap dengan wajah super datarnya. Hanya saja, yang jelas kalau dari sorot yang Ronal tunjukkan itu benar benar sulit di artikan.
Beberapa saat, Ronal menyudahi kegiatannya menatap pintu kamar mandi yang sudah tertutup dengan di akhiri sebuah dengusan pelan.