Di lantai tertinggi hotel eksklusif itu, Kanaya berdiri di dekat jendela besar dengan pemandangan kota yang menakjubkan. Langit pagi bersih, sinar matahari menerobos masuk ke dalam suite mewah dengan elegan, memberikan kesan romantis yang sempurna. Ini seharusnya menjadi tempat pertemuan mereka. Tempat di mana Zurech seharusnya kembali kepadanya—seperti dulu. Tangannya yang ramping melingkar di cangkir kopi hangat, tapi matanya kosong menatap ke luar jendela. Bukan pemandangan kota yang menarik perhatiannya, melainkan refleksinya sendiri. Wanita yang dulu selalu menjadi prioritas bagi Zurech. Yang dulu bisa memanggilnya kapan saja dan pria itu pasti datang. Tapi sekarang? Zurech bahkan tidak membalas pesannya. Rahang Kanaya mengeras, dan jari-jarinya mencengkeram pegangan cangkir lebih