Aku Memiliki Hatinya Tapi Bukan Raganya

1423 Words
     Saat aku sudah sampai dekat sofa, Carlson yang sedang duduk di sofa tadi menghilang. Aku kehilangannya lagi dan hanya bisa mengingat bayangan tubuhnya yang tinggi duduk di sofa. Aku selalu merasa ia ada di dekatku, menemaniku dan mengawasiku. Aku sering melihatnya hadir saat aku merasa tak berdaya. Meski ia tidak pernah berbicara, tapi ia selalu menemaniku kemanapun aku pergi. Itu saja sudah cukup bagiku agar aku tidak merasa kesepian.       Ia yang dari dulu selalu ada dalam benakku, hingga sekarang tidak pernah meninggalkanku. Aku selalu berharap ia hadir dalam mimpiku, tapi ia hanya hadir dalam angan bukan mimpiku. Ingin rasanya aku bertemu dengannya menceritakan segala keluh kesahku yang selama ini aku pendam. Ia yang dulu selalu ada disaat suka dan duka, kini telah pergi dan tak akan kembali. Aku memiliki hatinya tapi bukan raganya. Yang ia tinggalkan hanya kenangan indah untukku kenang.       Pagi ini setelah pulang dini hari, sedetikpun aku tidak bisa memejamkan mata. Aku hanya berbaring di sofa kamarku, menatap fotoku dengan Carlson yang terpajang di dinding kamar. Foto paling indah yang pernah aku punya. Di foto itu Carlson terlihat begitu tampan meski ia hanya mengenakan baju kemeja pantai dan celana pendeknya sedang berlutut di hadapanku. Senyumnya yang merekah memabukkan orang yang melihatnya, memegang sebuah kotak cincin berbentuk crystal dengan tangan kirinya. Dan tangan kanannya sedang memasangkan sebuah cincin berlian ke jari manisku.        Itu adalah foto 3 tahun lalu saat ia melamarku. Ia melamarku saat kami sedang menghabiskan waktu liburan kami di Bora-Bora. Surga dunia dengan pantai dan laut birunya yang begitu indah. Ia melamarku di pinggir pantai di depan teman-teman dan para pengunjung.     Flashback On…       “Freya…aku tahu ini sangat mendadak, tapi hubungan kita selama ini telah berjalan begitu lama. Bahkan aku mengenalmu dari kita masih sangat kecil. Telah banyak hari-hari yang kita lalui bersama dalam suka maupun duka. Bahkan aku merasa diriku sangat tak berarti tanpamu. Sudah lama aku menunggu saat ini datang dalam hidupku. Dan saat ini aku tidak mau menundanya lagi. Dengan segala kerendahan hati, aku memohon padamu agar kamu mau menjadi pendamping hidupku.”       Carlson Dalex yang sedang berlutut di hadapanku tiba-tiba terdiam beberapa detik. Ia mengeluarkan keringat dingin yang begitu banyak. Ia merasa sangat gugup berada di hadapanku dan di tonton oleh orang banyak. Selang beberapa menit kemudian ia menghembuskan nafas panjang dan melanjutkan ucapannya. “Freya…apa kamu mau menikah denganku?”       Aku tiba-tiba meneteskan air mata haru yang dari tadi sudahku tahan. Pria ini selalu berhasil membuatku terharu dengan tingkah romantisnya yang terkadang tidak masuk akal. Saat ini aku merasa menjadi wanita paling bahagia di dunia. Aku dilamar oleh seorang pria yang sangat aku cintai di tempat yang begitu indah dan di hadapan orang banyak.       “Ya , Aku mau.” Aku mengangguk menyetujuinya. Dan semua orang yang melihat bertepuk tangan ikut merasakan kebahagiaan kami.       Sore itu sebelum berangkat berlibur ke Bora-Bora…     Ia menjemputku ke kantor dengan tergesa-gesa. Biasanya saat ia menjemputku, ia hanya menungguku di mobilnya. Tapi kali ini ia berinisiatif duluan menghampiriku. Ia memasuki ruanganku tanpa mengetuk pintu terlebih dahulu. Aku yang melihatnya tiba-tiba datang tanpa memberi kabar terlebih dahulu pun merasa kaget.       “Honey, ada apa? Kenapa kamu datang begitu tiba-tiba?” Aku yang masih menandatangani beberapa dokumen perusahan mendongakkan kepalaku melihat kearahnya.       “Nothing. Aku hanya ingin menjemputmu lebih awal.” Ia menatapku dengan senyumnya yang begitu hangat.       “Apa pekerjaanmu masih banyak?” Ia berjalan menghampiriku dan menutup dokumen yang telah siap aku tanda tangani. Tanpaku pinta ia membantuku merapikan barang-barang yang ada di mejaku. Ia selalu begitu, tanpa diminta selalu membantuku.       “Honey…apa kamu tidak bisa menungguku sebentar lagi? Masih ada yang harus aku tangani.” Aku berbicara dengannya dengan nada sedikit memohon.       Ia berdiri di belakangku dan merangkul bahuku yang masih duduk di kursi kerja. “Pekerjaannya bisa disambung nanti, besok, lusa atau minggu depan.”       “Tidak bisa begitu.” Aku melipat kedua tanganku di d**a.       Ia kembali membujukku dan menarik tanganku untuk berdiri, “Ayolah honey…pekerjaan bisa dilanjutkan nanti. Sekarang kamu harus ikut denganku.”       Aku berdiri dari tempat dudukku dan hanya bisa mengikutinya dari belakang dengan tanganku yang masih dalam genggamannya. Ia menarikku keluar ruangan dan adegan tersebut ditonton oleh karyawan perusahaan. Mata mereka semua tertuju padaku dengan wajah kagum memiliki pacar yang sangat setia dan mencintaiku. Aku melewati mereka dengan wajah menunduk karena malu. Ia tidak pernah malu menunjukkan rasa cintanya padaku di depan orang banyak.       Carlson membawaku ke parkiran dan menyuruhku memasuki mobil Audi-nya yang sedang terparkir. Setelah memasuki mobil ia mengambil sehelai sapu tangan yang ada dalam saku jasnya. Ia berbicara sambil memasangkan sapu tangan tersebut untuk menutupi mataku. “Sekarang pakai ini dulu. Aku akan membawamu ke tempat yang sangat indah.”       “Kita mau kemana, Honey?” Aku sangat tidak mengerti dengan sikap Carlson hari ini.       “Kamu cukup duduk manis saja di sana Honey. Jangan buka kalau aku belum mengizinkanmu membukanya.” Carlson menyalakan mesin mobil dan mengendarainya keluar perusahaan.       Tiga puluh menit kemudian mobil yang di kendarai Carlson berhenti. Ia memarkirkan mobilnya di tempat yang sama sekali tidak aku ketahui. Yang aku lihat hanya kegelapan karena mataku masih tertutup oleh sapu tangan. Carlson membukakan pintu mobil yang ada di sampingku, ia menggenggam tanganku dan menuntunku untuk berjalan. Aku berjalan dengan lambat dan sangat hati-hati karena takut terjatuh. Sesekali ia memberikan aba-aba padaku pertanda ada tangga atau lainnya di hadapanku.       Beberapa menit kemudian akhirnya aku sampai di tempat yang aku tuju. Tapi mataku masih saja tertutup oleh sapu tangan dan belum boleh membukanya. Carlson menarik kursi dan menyuruhku duduk. Setelah duduk ia membuka ikatan sapu tangan yang menutupi mataku dari beberapa puluh menit yang lalu.       Saat aku membuka mata perlahan, terlihat sebuah kue ulang tahun berbentuk boneka Teddy Bear ada di hadapanku. Kue itu bertuliskan “Happy Birthday Honey” dengan lilin menyala  angka 22 tertancap di puncak kepala boneka tersebut. Carlson sangat tahu kalau aku sangat menyukai boneka Teddy Bear.  Mataku berkaca-kaca melihat apa yang ada di hadapanku.       “Honey…happy birthday to you. Wish you all the best.” Carlson mengecup keningku sambil memegang kue dengan lilin menyala.       “Make a wish.” Ia menyuruhku membuat permohonan dalam hati dan meniup lilin.       “Maaf terlambat. Aku baru saja pulang dari perjalan bisnis sebelum menghampirimu ke kantor. Apa kamu menyukainya Honey?” Carlson memelukku dengan penuh kasih sayang.       Aku hanya mengangguk dalam pelukkannya yang begitu hangat. Aroma maskulin dari tubuh Carlson membuat hatiku terasa hangat. Aku merenggangkan pelukan Carlson dan melihat ke sekeliling ruangan. Aku baru peduli dimana aku sekarang saat aku menyadari keadaan di sekelilingku sangat tenang tanpa ada suara orang lain. Carlson telah memesan café ini khusus hanya untuk kami berdua. Yang terdengar hanya suara alunan music instrument First Love dari Joe Hisaishi yang begitu indah. Itu adalah music favourit kami semenjak kami masih remaja.       Saat ini aku sedang berada di Café 100 The Ritz-Carlton. Sebuah café yang ada di dalam area International Commerce Centre (ICC) yaitu Sky100 yang sangat terkenal di Hong Kong. Café ini di design bergaya Paris yang terletak di lantai 100, gedung tertinggi Hong Kong. Merupakan salah satu restoran mewah yang ada di kota Hong Kong.       Dari lantai 100 gedung ini aku dan Carlson menikmati sebuah set teh yang mewah sambil menikmati matahari terbenam dengan pemandangan 360 derajat kota Hong Kong yang begitu menakjubkan. Cahaya matahari yang berwarna jingga saat matahari terbenam menambah keindahan landscape dari Victoria Harbour, Hong Kong Island, Kowloon dan New Territories.       Selain minum teh dan makan malam di Sky100 untuk merayakan ulang tahunku, Carlson masih memiliki kejutan lainnya. Ia kembali mengajakku untuk pergi dengannya dan mengikatkan sapu tangan itu kembali ke mataku. Mobil yang di kendarai Carlson melaju dengan cepat melewati jalanan kota Hong Kong yang sibuk.       Carlson membuka ikatan sapu tangan di mataku. Saat sapu tangan telah lepas, lagi-lagi aku dikagetkan dengan tingkah pria yang aku cintai ini. Ia selalu bertingkah semaunya tapi ujung-ujungnya hanya ingin melihat aku bahagia.       “Honey…ini bandara. Kita mau kemana?” Aku bertanya dengan rasa penasaran.       Carlson menjawab dengan santai, “Ke Bora-Bora.”       “Tapi…besok aku harus kerja.”       “Aku sudah mengurus cuti untukmu pada Alicia.”       Aku yang merasa pria ini sangat tidak masuk akal, bertanya kembali padanya.“Bajuku dan barang-barangku?”       “Honey…kamu tenang saja. Semua barang-barangmu sudah disiapkan oleh Alicia.” Carlson tersenyum padaku sambil melepaskan seat belt yang melilit tubuhku.       “Tapi…”       “Sudah…bukankah kamu sangat ingin ke Bora-Bora?”       Aku hanya bisa diam karena kehabisan kata sambil mengikuti Carlson memasuki bandara.   Flashback Off…
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD