BAB 7-Membicarakan

1126 Words
Kring kring "Hem" "Nay, kamu masih tidur?!" Naya pun kembali mendehum "Kukang cepat bangun!" Sentak Farah diseberang pangggilan sontak membuat Naya menjauhkan ponselnya "Berisik kamu, kak! Kakak itu yang kukang!" Ujar Naya yang kesal "Nay, aku berangkat kerja tadi pagi kamu tidur dan sudah jam segini belum bangun juga. Apa namanya kalau bukan kukang?!" Ucap Farah "Terserah! Ada apa kakak siang-siang berisik?" "Siang?! Ini sudah sore Naya!" Geramnya didehumkan Naya "Ada apa?" Tanya Naya "Malam ini aku menginap diluar, kamu hati-hati di kost sendiri" Naya pun kali ini membalasnya dengan dehuman kesal "ouh ya makanan dari Argha cepat dimakan sebelum basi" ucap Farah diiyakan Naya dan segera ia mematikan panggilan-nya "Makanannya sudah habis dari tadi" gumam Naya meletakkan ponselnya di meja dan ia kembali menutup matanya Namun tak lama, ponselnya pun kembali berbunyi dan lagi-lagi itu panggilan dari Farah. "Tuh kan aku sudah bisa tebak kalau kamu kembali tidur! Bangun kukang, cari kerja sana jangan tidur terus!" Sentak Farah "Kakak sudah bekerja dan gajimu juga masih cukup untuk kita berdua, aku tidak perlu mencari pekerjaan. Ouh ya kita juga masih mendapat uang jajan dari mama itu sudah lebih dari cukup. Sudah jelaskan.. aku mau tidur lagi.. bye" ucap Naya yang kemudian menutup panggilanya dengan kesal "Mengoceh terus!" Gumamnya Naya yang ingin kembali tidur pun pada akhirnya tidak bisa. Tiba-tiba saja isi kepalanya dipenuhi dengan rasa penasarannya terhadap Argha. "Kenapa dia tiba-tiba muncul di pikiranku sih!" Geramnya Naya menghela nafas kasar, ia lalu beranjak dari kasurnya dan pergi untuk membersihkan diri. ---- Hari menjelang malam, Naya yang sedang menonton televisi tiba-tiba terlintas wajah Argha di kepalanya. Naya berteriak kesal dengan terlonjak-lonjak, "kenapa dia lewat di kepalaku terus dari tadi!" Kesalnya menghela nafas lelah Naya memutuskan keluar kamar dengan membawa kursi. Ia duduk termenung menatap jalan raya yang berlalu-lalang kendaraan. Ia melihat sebuah motor yang ia kenali tengah berhenti tepat di depannya. "Kenapa di luar?" Tanya Argha sembari menaikan kaca helm-nya "Tidak apa" jawab Naya dengan singkat dan tanpa menatap Argha "Ada apa denganmu? Terlihat sedang kesal?" Tanya Argha didehumkan Naya "Kamu mau bercerita padaku?" "Tidak perlu, masuk saja sana. Pergilah dari hadapanku! Wajahmu toxic di kepalaku" ujar Naya seketika membuat Argha terkejut bingung "Ahh sudahlah pergi masuk saja sana!" Usir Naya sekali lagi dan Argha menanggapinya dengan santai Argha pun pergi masuk meninggalkan Naya yang masih termenung di depan pagar. Naya berteriak kesal sontak membuat Argha yang tengah santai di kamarnya terlonjak menghampiri. "Ada apa? Apa ada?" Argha yang telah berdiri di belakang Naya bertanya penuh khawatir Naya bernafas dengan tidak stabil. Wajahnya memerah karena amarahnya yang tengah berada di puncak, "Tidak apa" jawab Naya dengan singkat. Ia langsung pergi meninggalkan Argha. Argha kebingungan melihat tingkah Naya, ia membiarkan Naya melewatinya begitu saja. Argha yang akan kembali masuk ke kamarnya, melihat kursi yang ditinggalkan Naya pun dibawanya masuk ke kamarnya. Naya yang menyadari bahwa ia meninggalkan kursinya pun kembali keluar untuk mengambilnya namun sayang kursi itu sudah tidak ada. Naya langsung mengetahui bahwa kursinya dibawa oleh Argha. Naya pergi mengetuk pintu kamar Argha. Argha membuka pintunya dengan tatapan tajam hingga membuat Naya ketakutan saat melihatnya. "Apa kamu sedang PMS?" Tanya Naya dengan wajah tanpa dosa "Kenapa bertanya seperti itu padaku? Harusnya aku yang bertanya padamu. Ada apa mengetuk pintu kamarku seperti itu?" Argha bertanya balik "Ahh.. iya.. mana kursiku" ucap Naya dengan kesal Argha menggeser tubuhnya menatap kursi Naya yang berada di depan kasurnya. "Ambil barang orang sembarangan" celetuk Naya sembari memasuki kamar Argha Argha menutup pintu kamarnya. Ia berkacak pinggang menatap dihadapan Naya dengan tatapan matanya yang tajam. "Kenapa?" Tanya Naya "Seharusnya kamu berterima kasih padaku karena membawa masuk kursi mu itu. Bagaimana kalau aku biarkan di luar dan diambil pemulung?" Ucap Argha Naya tertawa pelan lalu membalas tatapan mata Argha dengan tatapan mengejek, "aku sudah tinggal lama disini. Aku tau betul kalau tidak ada pencuri ataupun pemulung yang berani mengambil kursi ku saat aku biarkan di depan pagar" "Bagaimana kamu bisa yakin itu?" Tanya Argha kembali "Karena aku pernah meninggalkan itu disana" jawab Naya "Kalau saat itu hanya kebetulan saja bagaimana?" "Tidak mungkin, karena ini" Naya membalik kursinya menunjukkan bagian belakang kursi tersebut Argha mendengus tawa melihat tulisan 'Kursi milik hantu kunti' pada kursi tersebut. "Mana mungkin orang melihat tulisan itu terlebih dahulu sebelum mengambilnya. Lagi pula tidak mungkin orang percaya dengan ancaman seperti itu" ucap Argha "Ada" sergah Naya membuat Argha menaikkan satu sudut alisnya "Kau lihat! Kursi ini masih ada denganku meskipun sudah sering aku tinggalkan di depan" jelas Naya "Ya.. ya.. terserah kamu saja" balas Argha "Ehh tapi ngomong-ngomong.." ucap Naya sembari duduk di kursinya Argha pun mendehum menatapnya, ia menunggu lanjutan dari ucapan Naya. "Ngomong-ngomong apa?" Tanya Argha yang sedikit kesal karena tidak sabar menunggu Naya "Apa kita saling mengenal sebelumnya?" Lanjut Naya bertanya "Apa kamu mengenaliku?" Argha bukannya menjawab, ia justru bertanya balik pada Naya "Kalau aku mengenal pak dokter, pasti tidak akan bertanya seperti ini" jawab Naya dengan kesal "Pak dokter? Kenapa memanggilku pak dokter?" Tanya Argha "Karena kamu seekor dokter.. ehh salah maksudku seorang dokter" jawab Naya dengan senyum tawa "Jadi?" Tanya Naya kembali "Jadi apa?" Tanya Argha balik "Apa kita saling mengenal?" Naya bertanya kembali Argha mendehum, "kalau kenal dekat sih tidak, tapi kita pernah bertemu sebelumnya" jawab Argha "Kalau ketemu kita sudah sering, sejak pernikahan aneh itu. maksudku sebelum pernikahan" sergah Naya "Makanya jangan memotong pembicaraan orang.. kalau ada orang berbicara dengarkan dulu" ucap Argha "Maaf" balas Naya "Kita pernah bertemu saat usiaku 17 tahun" jelas Argha Naya mendehum berfikir, "kalau sekarang usiamu 29 tahun dan aku 18 tahun berarti jarak kita 11 tahun. Sedangkan saat itu usiamu 17 tahun berarti aku masih 6 tahun.." Naya pun berteriak terkejut "Kau p*****l kah?" Tanya Naya dengan mata melotot pada Argha "Kalau aku p*****l, mungkin aku sudah menculikmu dan menikahimu saat itu juga.. tapi aku menunggumu dewasa untuk menikah denganku" sergah Argha "Sama saja! kamu menculikku dan menikahi saat belum cukup umur" terang Naya "Kamu sudah 18 tahun menurut hukum itu sudah cukup untuk menikah" sahut Argha "Ehh aku tidak bilang menurut hukum loh ya" sergah Naya "Lalu?" "Menurut diriku sendiri lah.. aku masih bertingkah seperti anak kecil, masih belum siap menjadi ibu, belum siap memasak di dapur, aku juga masih ingin melanjutkan pendidikan ku" terang Naya "Aku bisa membimbing mu untuk menjadi dewasa, aku tidak memintamu untuk segera menjadi ibu, aku juga tidak menyuruhmu memasak di dapur, jika kamu ingin melanjutkan pendidikan mu aku akan mendukung mu sepenuhnya" balas Argha "T-tapi aku masih butuh kebebasan untuk bermain dan berpetualangan" sahut Naya "Aku bisa mengajakmu ke tempat-tempat yang ingin kamu kunjungi dan kita juga bisa melakukan segalanya yang kamu mau lakukan bersama" ujar Argha Naya menghela nafas lelah, "Baiklah aku kalah" ucapnya pasrah
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD