9. Beli Semuanya

1403 Words
Tatapan tajam Joshua tertuju pada wajah cantik Alexandra. Ia lalu mengingat bagaimana wanita itu meluncur di atas es dengan anggunnya dan tertawa bahagia bersama pria lain. Tanpa sadar tangannya mengepal kuat hingga pembuluh darah di punggung tangannya menonjol. ‘s****n! Kenapa dia bisa tersenyum begitu bebas bersama pria lain?!’ Sementara itu, tubuh Alexandra membeku, terkejut bertemu Joshua di sini. Tapi, setelah mendapat ketenangannya kembali, ia tertawa mengejek. “Tuan Carter, sepertinya kau menaruh perhatian pada hal yang tidak semestinya. Karena kita sudah bercerai, bukan urusanmu dengan siapa aku memilih untuk menghabiskan waktu, bukan?” “Aku tidak peduli dengan siapa kau main-main, tapi jangan pernah melibatkan putriku!” Joshua berbicara dengan nada memerintahnya yang kuat. Alexandra lantas mencibir. “Putrimu? Baiklah, Tuan Carter. Sekarang aku bertanya padamu, apakah kau tahu Nora lahir pada pagi atau malam hari? Apakah hari kelahirannya berawan atau cerah? Apa yang terjadi ketika dia lahir ke dunia ini? Apa kata yang pertama kali dia ucapkan ketika bisa berbicara?” Seketika Joshua terdiam, tidak mampu menjawab. Setelah menikah dengan Alexandra, pria itu menghabiskan sebagian besar waktunya untuk bekerja dan melakukan perjalanan bisnis. Saat kembali ke rumah, Alexandra telah melahirkan. Melihat Joshua yang tak mampu menjawab, Alexandra menundukkan kepala, merasa pahit. Ia ingat harus menandatangani surat pemberitahuan kondisi kritis untuk putrinya yang baru lahir sementara dirinya sendiri sedang menderita pendarahan parah. Menghilangkan kepahitannya, Alexandra mendongak dan tersenyum pada pria itu. “Yakinlah, Tuan Carter, Nora adalah darah dagingku. Aku tidak akan membiarkan dia dipandang rendah seperti diriku. Aku akan memastikan dia menjalani kehidupan yang bermartabat!” Setelah mengatakan itu, Alexandra tak ingin berlama-lama di sana dan langsung berjalan melewati Joshua, keluar dari toilet. Begitu pintu tertutup, ia langsung mengembuskan napas panjang. Bertemu Joshua benar-benar menguras emosinya. Tak ingin bertemu lagi dengan pria itu, Alexandra segera kembali ke arena. Sesampainya di sana, ia melihat Nora telah memiliki sedikit kemampuan meluncur di atas es di bawah bimbingan Lucciano. Setelah hari itu, Nora menjadi penggemar pria itu dan mengikutinya setiap hari. *** “Kenapa kau kembali sendiri? Di mana Nora?” Gwen bertanya pada Alexandra yang baru pulang. Ia sendiri tengah melakukan penyuntingan pada vlog barunya. Karena tak bisa memercayai orang lain, jadi Gwen melakukan semuanya sendiri. Kecuali untuk urusan kerja sama, ia memiliki manajer pribadi yang mengatur semuanya. “Lucca membawanya pergi,” ucap Alexandra seraya duduk di sofa. “Lagi? Sepertinya Nora benar-benar menyukai Lucca.” Gwen menggelengkan kepala. “Kupikir mereka cocok satu sama lain.” Alexandra tak ingin mengakuinya, tapi sepertinya ia harus melakukannya sekarang. Sebagai seorang model, Lucciano senang menerima pujian. Dan sebagai anak kecil yang pandai berbicara, Nora sering memberinya pujian terbaik. “Bukan hanya Nora, kupikir kalian berdua juga cocok. Kenapa kau tidak coba memulai baru dengan Lucca? Dia adalah pria yang baik.” Gwen memberi saran. Alexandra menggeleng. “Aku sedang tidak ingin memikirkan hal itu. Terlebih, entah sindiran buruk apa lagi yang akan Joshua katakan jika aku benar-benar memulai hubungan dengan Lucca.” Seketika Gwen mengalihkan pandangan dari layar komputernya ketika mendengar nama Joshua disebut. “Kenapa lagi dengan pria itu?” Tanpa menutupi apa pun, Alexandra menceritakan pertemuannya dengan Joshua di gelanggang es beberapa hari lalu. “Apa?! Aku baru tahu ada hal seperti itu!” Gwen berseru dipenuhi amarah. Alexandra mengendikkan pundak tak acuh. “Yah, itu kejadian beberapa hari yang lalu. Aku sudah tidak peduli dengan itu.” Brak! Gwen menggebrak meja, tak setuju dengan pendapat sahabatnya. “Tidak bisa dibiarkan! Pokoknya kau harus pergi ke acara lelang!” Ia berseru penuh kompetitif. “Aku tidak bisa membiarkan bajingann itu terus memandangmu sebelah mata!” Kening Alexandra mengerut. “Apa? Tapi, aku sudah memutuskan untuk tidak datang ke sana.” “Aku tidak peduli. Kau akan pergi bersamaku.” Dengan cepat, Gwen menarik Alexandra pergi untuk berbelanja gaun yang akan mereka kenakan nanti. Gwen bukan hanya seorang food vlogger terkenal, melainkan juga seorang stylish terbaik. Semua barang yang dikenakannya selalu menjadi tren. Mulai dari baju, aksesoris, warna rambut, hingga hiasan kuku. Semuanya selalu menjadi nomor satu. Karena itu, banyak pula brand fashion terkenal yang mengajak Gwen untuk bekerja sama. Baik pecinta makanan maupun pecinta fashion, semua mengenal dan menyukainya. Itulah mengapa, begitu memasuki mal, dia langsung dikenali dan para staf berkumpul di sekelilingnya, ingin mendandaninya dengan pakaian terbaik di toko Serene. Alexandra yang terbiasa bersikap low profile memerhatikan semua orang yang berkumpul di samping sahabatnya lalu diam-diam menyelinap ke toko lain. Segera memilih gaun yang akan ia kenakan di acara lelang nanti. Pandangannya lalu jatuh pada gaun merah maroon yang sederhana, tapi dipotong dengan rapi dan sangat menarik perhatian. Kualitas gaun di toko ini tidak kalah dari gaun di toko Serene. Walau tentu saja, gaun di tokonya selalu menjadi yang terbaik. Alexandra menatap seorang staf toko dan berkata, “Permisi, aku ingin membeli gaun ini.” “Baik.” Staf toko tersenyum lalu segera mengambilkan gaun tersebut dari rak. Sampai tiba-tiba sebuah suara mengejek terdengar dari arah pintu masuk toko. “Lihat, siapa ini? Bukankah kau Alexandra yang superior?” Alexandra berbalik dan melihat seorang wanita yang ditemani beberapa orang berjalan masuk. Wanita itu menatapnya dengan tatapan tajam dan bibirnya melengkung penuh penghinaan. Wanita yang tak lain adalah mantan adik ipar Alexandra, Mathilde Shane Carter. Saat melihat gaun yang Alexandra pegang, Mathilde berkata dengan nada menghina, “Lihat dirimu. Apakah kau tahu nilai dari dirimu sendiri? Berani-beraninya kau berbelanja di sini! Tahukah kau betapa mahal pakaian di sini?!” “Seberapa mahal harganya?” Alexandra bertanya tak acuh. Baginya, beberapa ratus dolar adalah hal yang sepele. “Hah! Pertanyaan yang cukup berani. Aku yakin kau pasti mengharapkanku datang ke sini lalu menungguku membayarkan gaunmu. Bahkan mungkin kau ingin memainkan trik kotor untuk menipuku dan memintaku membawamu pulang!” Mathilde menyilangkan tangan dengan tatapan menghina. Bagi wanita itu, Alexandra yang pergi tanpa membawa apa pun dan tanpa pekerjaan tidak mungkin mampu membeli pakaian di toko ini. Jadi, tebakannya adalah satu-satunya penjelasan atas kehadiran Alexandra di sini. Mathilde lantas duduk di kursi dan menatapnya dengan angkuh, “Tapi, jika kau berlutut dan memohon padaku, mungkin aku akan mempertimbangkannya.” Seringai licik tersungging di bibirnya. Ia sangat yakin bahwa Alexandra akan membiarkan dirinya dipermalukan hanya untuk kembali ke keluarga Carter. Bagaimanapun, itulah yang selama ini Alexandra lakukan demi bisa bertahan di keluarganya. Alexandra yang mengetahui rencana kecil Mathilde hanya menanggapi dengan senyum meremehkan. Ia telah menoleransi semua intimidasi wanita itu di masa lalu hanya untuk menghindari gangguan atau masalah pada Joshua. Sekarang, setelah pernikahannya selesai, mengapa ia harus meladeni provokasi Mathilde? Mengabaikan wanita itu, Alexandra berjalan menuju meja kasir dan berkata, “Aku akan membayar gaun itu.” Sontak Mathilde merasa marah dengan pengabaian Alexandra. Ia lantas segera beranjak mengambil gaun dari staf dengan kasar lalu melemparnya ke meja kasir. “Aku akan mengambil gaun ini!” “Aku yang mengambil gaun ini lebih dulu.” Dengan nada dingin Alexandra mengingatkan Mathilde. “Lalu kenapa? Aku adalah seorang Carter. Aku bahkan bisa membeli toko ini jika aku mau, apalagi hanya sepotong gaun!” Mathilde menyeringai setelah pernyataan arogannya. Ia lalu menatap staf dan berkata seolah-olah dirinya adalah pemilik toko tersebut, “Hei, cepat usir wanita tak punya uang ini!” Sebelum Alexandra sempat membalas, suara Gwen terdengar memasuki toko. “Kata-kata yang sangat perkasa. Tapi, mungkin kau harus membeli toko ini lebih dulu sebelum memberikan perintah seperti itu, Nona Carter.” Wanita itu berjalan santai menghampiri Alexandra dan menatap jijik pada Mathilde. Kehadirannya lantas membuat staf toko terkejut sekaligus merasa takjub. Mathilde yang mengenal Gwen segera mengingatkan wanita itu, “Ini masalah keluargaku, Nona Forest. Sebaiknya kau tidak ikut campur. Membela wanita rendahan sepertinya hanya akan merusak citramu.” Gwen menyeringai. “Alexandra adalah sahabatku. Urusannya adalah urusanku.” Seketika mata Mathilde membulat, menatap wanita itu tak percaya. Ia pikir Gwen hanya sedang mengambil tindakan untuk membela orang lemah, tapi ternyata wanita itu dan Alexandra adalah sahabat. Tapi, bagaimana itu bisa terjadi? Mengabaikan keraguan Mathilde, Gwen meletakkan kartu berwarna hitam di atas meja kasir dan berkata pada staf toko, “Aku akan membayar dua kali lipat untuk toko ini.” “Maaf, Nona Forest, tapi toko ini mungkin tidak untuk dijual. Namun, jika kau memiliki permintaan, kami siap melayanimu,” ucap sang manajer toko yang cukup cerdik saat menyadari bahwa Gwen dan Mathilde sedang berdebat. Gwen mengangguk puas, melirik Mathilde dengan pandangan menghina lalu berkata dengan santai, “Aku akan membeli semua pakaian berukuran sedang di toko ini.” *** To be continued.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD