Gharal menghentikan mobil di depan gerbang fakultas psikologi. Kia melirik suaminya. “Aku turun, ya. Nanti WA aja kalau kamu udah selesai.” Gharal mengangguk, “Beneran nggak perlu diantar?” Kia menggeleng, “Kalau kamu nemeni aku nanti urusan skripsimu nggak kelar-kelar.” “Iya, deh,” sahut Gharal singkat. Baru saja hendak membuka pintu mobil, Gharal menarik tangan istrinya. Kia menoleh, “Ada apa lagi, Gha?” Gharal memanyunkan bibirnya, “Sayangnya mana?” Gharal meminta satu ciuman. Kia tersenyum seraya menggeleng. “Tadi di rumah udah, kan?” “Sebentar doang, cuma dikecup. Sepi kok, nggak ada yang lihat.” Gharal menatap ke arah depan yang memang kosong. Kia menoleh ke kanan dan kiri. Matanya terfokus kembali pada wajah suaminya yang masih saja mangerucutkan bibirnya sambil menaikkan

