bc

Love me again, please!

book_age18+
15.9K
FOLLOW
49.4K
READ
family
HE
pregnant
arrogant
dominant
drama
sweet
bxg
first love
slice of life
like
intro-logo
Blurb

[Sadewa Series]

Akra Juna Sadewa – Lima tahun lalu ia tidak mengerti mengapa Nara lebih memilih untuk mempertahankan bayinya daripada menggugurkannya saat Arka sudah memberikannya dua pilihan, tetap untuk bersamanya dan gugurkan bayi itu atau pergi dari dalam hidupnya, untuk selamanya.

Namun saat ini, waktu selama lima tahun itu sudah berlalu, Arka sudah mulai mengerti dan paham jika nyatanya ia ingin mendapatkan mereka kembali. Ya, mereka, Nara Olivia dan Aksa Putra Sadewa.

Love me again, please!

chap-preview
Free preview
LIMA TAHUN LALU
"GUGURKAN! Jangan sampai anak itu lahir, Na. Atau masa depan kita yang akan dipertaruhkan." Seorang wanita muda terisak mendengar apa yang dikatakan pria di hadapannya. Sepasang lengan itu memeluk perutnya yang datar. ingin melindungi apa yang ada didalam sana. "Ga... Gak bisa, kak. Aku-aku gak bisa." Suhu apartmen milik pria itu dingin dan gelap. Seolah tengah menggambarkan apa yang terjadi disana. Suara lirih dari gadis bernama Nara Olivia itu terdengar diantara senyapnya ruang. Arka, pria tampan itu menghela nafas frustasi. Memegang kedua bahu wanita yang tengah mengandung anaknya dengan lembut, mencoba memberi pengertian. "Dengar, Na. kita masih muda-masa depan kita masih panjang. Bukannya kamu yang bilang kalo kamu pengen kejar cita-cita kamu? Kalo anak itu tetap dipertahankan, kita gak akan pernah sampai ketitik itu. Semuanya akan susah- "Plis, kali ini aja. Ayo gugurin anak itu, oke sayang?" Rasa sesak menyeruak dihati Nara. Dia memang punya cita, tapi jika harus melenyapkan anak dalam perutnya sebagai bayaran--itu tidak mungkin. "Dia... dia gak salah, Kak. Kita yang salah karena ngelakuin hal yang gak harusnya kita lakuin. Hiks... Kakak, kakak- Nara cuma mau kakak tanggung jawab." Suaranya lirih, sendat. Mendengar kata 'tanggung jawab' keluar dari mulut gadis itu, Arka geram. Segera, semua sikap lembutnya tak lagi bisa dia pertahankan. "Lo fikir gue mau?! Dari awal lo itu cuma mainan! Lo fikir gue serius suka sama cewek udik kayak lo?!" Setiap kata yang diucapkan Arka terasa seperti guntur ditelinga Nara. Gadis itu tersentak, mundur dua langkah sebelum lengan kokoh Arka menariknya keluar dari Apartmen dengan kasar. "Kak! Hiks..." Nara berteriak, mencoba menghentikan Arka. Arka melempar kasar lengan Nara. Membuat Nara kehilangan keseimbangan dan terjerembab jatuh diatas lantai dingin. Arka merogoh dompet didalam saku celananya. Dia mengeluarkan sebuah cek, melemparkannya didepan wajah Nara. "Terserah kalo lo gak mau ngegugurin anak itu. Yang penting, jangan datang lagi ke gue! Gue udah kasih lo duit!" Sebelum membanting pintu dengan keras, Arka berucap dingin. "Dasar jalang!" *** LIMA TAHUN KEMUDIAN LIMA tahun bukanlah waktu yang singkat untuk seseorang mencoba keluar dari masa tersulit dalam hidupnya. Lima tahun bukanlah waktu yang singkat untuk seseorang berusaha menutup rapat luka yang menganga. Lima tahun, Nara Olivia mencoba merangkak keluar dari kubangan rasa sakit di hatinya. Mencoba bangkit dari keterpurukannya. Lima tahun, Bukan waktu yang singkat untuk Nara menyembuhkan hatinya dari segala luka. Bahkan setelah lima tahun lamanya, Nara masih sering berandai-andai. Andai saja dulu Nara tak menyerahkan tubuhnya, andai saja dulu 'dia' mau menerimanya beserta putra mereka, akan bagaimana jadinya? Andai, andai dan andai. Berhenti berandai-andai Nara, itu tak akan mengubah apapun. Tak akan. Semua terjadi terlalu cepat, terlalu mendadak. Hingga saat Nara tersadar, ternyata dirinya sudah di buang bersama dengan bayi dalam rahimnya. Sudah terlambat untuk menyesal. Manik mata hitam Nara beralih memandang seorang anak lelaki berusia 4 tahun yang masih asik bergelung dibahwa selimut. Putra kecil nya terlihat begitu nyaman, membuat Nara tak tega membangunkan nya. Padahal waktu sudah menujukan pukul delapan. Nara berjalan mendekat, duduk di pinggir tempat tidur. Memperhatikannya dengan lekat. Dari jarak sedekat ini, Nara sadar jika putra kecillnya amat mempesona. Dari jarak sedekat ini, Nara sadar jika Aska putra sadewa memiliki semua yang 'dia' miliki di tubuh nya. Rambut hitam legamnya, bulu mata lentik, hidung bak perosotan anak TK, serta bibir penuh yang sesuai dengan porsinya. Dibalik kelopak mata yang terpejam, tersembunyi manik mata abu. Sama persis dengan manik mata abu yang lima tahun lalu Nara gemari. Yang kadang kala membuat Nara sesak bukan main. Kadang, hanya dengan melihat wajah Aska kala tidur, hati Nara berdenyut perih. Bukan, bukan nya Nara menyesal akan kehadiran Aska. Bagi Nara, satu-satu nya yang tidak Nara sesali dari kejadian lima tahun lalu adalah hadirnya Aska di hidupnya. "Mama?" Suara serak khas bangun tidur Aska terdengar, putra kecil Nara itu mengucek matanya dengan punggung tangan. Melihat sudut mata Nara yang berair. "Mama nangis?" Aska melemparkan dirinya memeluk Nara, membenamkan wajah kecil itu pada d**a Nara. "Mama jangan nangis, Aska janji gak bakal nakal, lagi." Nara tersenyum, mengusap pucuk kepala Aska dengan sayang. "Mama gak nangis, tadi mata mama kemasukan debu." Bohong Nara. Aska melepaskan pelukannya, menjauhkan kepala dan mendongkak. Melihat wajah sang ibu. "Benelan?" "Beneran sayang." Nara mengangguk, mengiyakan. "Ayo bangun, Aska bangunnya telat, lho. Katanya mau bantuin mama masak." Aska nampak mengerutkan kening, lalu menepuknya dengan pelan. "Oiya, Aska lupa ma." Aska nyengir, memamerkan deretan gigi susunya pada sang ibu. "Yaudah, sekarang, Aska nya mandi dulu. Yuk sayang." Nara membawa Aska kedalam gendongannya. Aska menurut, membiarkan sang ibu membawa nya kedalam kamar mandi. *** Di lantai teratas sebuah gedung perkantoran, salah satu ruangan mewah disana. "Ini berkas yang bapak minta." Brian mahesa, memberikan sebuah map coklat kepada pria yang duduk di kursi kekuasaannya. Arka Juna Sadewa, lelaki itu menerima map yang diberikan Brian yang merupakan sekertaris pribadinya. "Bagus, kamu boleh keluar." Brian mengangguk, membungkuk sopan sebelum akhirnya keluar dari ruangan itu. Jemari tangan Arka membuka map berwarna coklat itu, mengeluarkan beberapa lembar kertas yang berisi informasi seseorang disana. -Nara Olivia -Ibu satu anak Sudut bibir Arka naik saat membaca setiap kata demi kata disana. Arka meletakan kembali map yang sudah dia baca, sebuah foto terselip disana. Foto seorang anak lelaki berusia 4 tahun yang sedang asik menjilat ice cream di tangannya. Lagi dan lagi, Sudut bibir Arka tertarik saat membaca serentetan nama yang tertulis di belakang foto. Aska putra sadewa. Putra sadewa. Putranya. Nara tidak melenyapkan nya, sebaliknya dia memberikan anak itu kehidupan. Kehidupan yang memang seharusnya dia dapatkan. Tiba-tiba saja, hati Arka dipenuhi rasa bahagia. Sampai sesak rasanya. Bagaimana bisa hanya dengan mengetahui bahwa dia memiliki seorang putra bisa membuatnya sebahagia ini? Ah, sepertinya Arka harus segera memberitahu maminya. Agar wanita setengah baya itu berhenti berceramah tentang 'Pernikahan' dan 'anak'. "Arka!" Pintu ruangan Arka di buka dengan keras. Seorang wanita cantik masuk kedalam, di ikuti Brian di belakangnya yang memasang wajah panik. Melihat siapa yang datang, Arka memutar bolamata dengan malas. Ck. "Brian!" "Maaf pak! Mbak wanda memaksa ingin masuk. Padahal saya sudah katakan bahwa bapak sedang tidak ingin diganggu." "Mbak kamu bilang?!" Wanda prapti axelia, dia berteriak marah saat Brian memanggil nya dengan embel-embel 'Mbak'. "Eh?" Brian memasang wajah bingung. "Bri, keluar!" Titah Arka. Brian mengangguk sopan, berbalik, berjalan keluar dari ruangan bosnya itu. Memang nya siapa yang mau nonton adegan porno live! Hati Brian mendumel kesal. Di dalam, Wanda duduk di meja kerja Arka setelah menyingkirkan semua barang yang ada disana. Wanda berputar, membuat dirinya berhadapan langsung dengan Arka. "Kamu gak kangen aku?" Wanita itu bertanya dengan nada sensual. Jemari tangan Wanda dengan nakal membelai pelan d**a Arka yang terhalang Toxedo dan kemeja. Sedangkan Arka hanya diam memejamkan mata. Menikmati. "Sshh." Arka mendesis kala Jemari lentik Wanda menyentuh sesuatu yang masih tertutup celana dibawah sana. "Enak kan?" "Silent and continue, b***h!" Dengan tak sabaran, Arka menarik lengan Wanda. Membuat wanita itu terjatuh tepat di pangkuannya. Di atas benda yang sudah mengeras dibalik celana. Wanda tersenyum, segera melumat bibir sexy Arka. Arka tak mau kalah, dia membalas lumatan Wanda. Melumat bibir tipis Wanda dengan kasar. Udara diruangan itu semakin panas, suara erangan serta desahan milik Wanda seperti lagu pengantar tidur untuk Arka. Membuat lelaki itu semakin gencar melakukan aksinya. Arka suka ketika para kaum hawa berani mengangkang di hadapannya hanya demi uang dan status. That's what they want, right? Well, itu membuat Arka puas! Ditengah permainan mereka, nama Nara melintas dibenak Arka. s**t! Itu membuatnya semakin gencar menggauli Wanda yang berbaring diatas meja kerja Arka. "Argh, Na!" Cairan kental milik Arka menyembur keluar bersamaan dengan bibir nya yang mendesahkan nama Nara. Wanda yang sedang mengatur nafas nya juga tak sadar jika lawan 'main' nya mendesahkan nama wanita lain. Dia sibuk dengan kenikmatan yang baru saja diberikan Arka padanya. Arka tersenyum puas melihat Wanda yang kelelahan dengan cairan nya dimana-mana. *** "Gimana, Ar? kamu puaskan main sama aku?" Tanya Wanda, dia baru saja keluar dari kamar mandi yang masih satu ruangan dengan ruangan Aska. "Hm." Arka hanya berdehem, dia kembali duduk di kursi kerja nya setelah permainan panas mereka. Sibuk dengan berkas-berkas yang tadi sempat tertunda. Meja tempat mereka 'bermain' juga sudah bersih seperti sebelumnya. "Ar! jawab dong. Jangan cuma ham-hem, aja!" Kesal Wanda, dia duduk bersandar pada sofa panjang yang berada di dalam ruangan Arka. Jengah mendengar ocehan Wanda, Arka menaruh berkas di tangannya, kedua sikunya bertumpu pada meja. Jemarinya bertautan. Menatap lekat Wanda. Wanda yang ditatap Se-intens itu menjadi salah tingkah. "Pulang sana." Setelah mengatakan itu, Arka kembali meraih berkas yang harus dia cek. Wanda melotot. "Kok pulang, sih?!" "Tugas kamu kan sudah selesai." Kata Arka cuek. "Tugas? maksud kamu tugas aku itu muasin kamu?!" Marah Wanda. Dia berdiri dari duduk nya. Arka mengedikan bahu tak perduli. "Arka!" Sentak Wanda. "Keluar!" Wanda terlonjak kaget saat suara Arka menajam. Jadi, Wanda meraih tas nya, dan dengan kesal keluar dari ruangan Arka. Beberapa karyawan yang melihat Wanda keluar dari ruangan bos mereka dengan wajah tak enak, berbisik-bisik. Wanda kesal, jadi dia berteriak dengan mata melotot. "APA LIAT-LIAT?!"

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

Papa, Tolong Bawa Mama Pulang ke Rumah!

read
4.2K
bc

B̶u̶k̶a̶n̶ Pacar Pura-Pura

read
151.8K
bc

My husband (Ex) bad boy (BAHASA INDONESIA)

read
292.3K
bc

Tentang Cinta Kita

read
212.2K
bc

Sentuhan Semalam Sang Mafia

read
167.4K
bc

Ketika Istriku Berubah Dingin

read
3.3K
bc

TERNODA

read
192.5K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook