Cerita Nadia

1540 Words
Annisa terbangun saat mendapat pesan dari Nadia. Dia membaca pesan tersebut, kemudian bangkit dari sofa. Annisa merasakan pegal-pegal di beberapa bagian tubuhnya. Dia menggeliat sebentar sambil melirik Aditya yang juga sudah bergerak dari ranjang. "Saya pamit, Capt. Mau siap-siap untuk penerbangan pagi ini. Sampai ketemu di pesawat." Annisa berjalan menuju pintu kamar hotel meninggalkan kamar Aditya tanpa menoleh atau pun menunggu persetujuan dari Aditya. Annisa berjalan menuju lift, turun ke lantai 3 tempat kamarnya menginap dengan Nadia. Annisa membuka pintu kamar lalu masuk. "Kok udah sampe? Cepet banget?" Nadia menatap Annisa heran, karena temannya itu cepat sekali datang ke kamar, padahal katanya dia menginap di rumah saudaranya. "Oh, tadi pas kamu kirim chat WA aku udah di jalan mau sampe sini. Makanya cepet sampe deh." Annisa terpaksa berbohong pada Nadia, karena dia memang harus merahasiakan hubungannya dengan Aditya. Lalu duduk di tepi ranjang, karena Nadia sedang duduk di ranjang sambil memeriksa ponselnya. "Pantes aja cepet sampe. Btw, Nis, saudara kamu cowok apa cewek?" "Saudara aku cewek sih. Iya cewek." Annisa memaksakan tersenyum pada Nadia. "Yah, aku kita cowok. Kalo cowok aku pengen minta dikenalin juga. Oh ya, aku mau bahas Capt Danu nih." Nadia memulai pembahasan soal Danu, omnya Annisa. Annisa menunggu apa yang akan dikatakan oleh Nadia tentang Danu. "Oh ya, gimana Capt Danu? Sumpah sejak kamu sebut nama itu Capt Danu penasaran. Ada apa dengan Capt Danu, di jadwal sebelum sekarang aku bareng sama Capt Danu." Annisa mencondongkan tubuhnya ke arah Nadia, karena merasa penasaran. "Capt Danu itu katanya playboy, suka ganti pasangan. Enggak cuma ganti pasangan jalan atau makan gitu ya tapi juga temen tidur." Annisa membulatkan matanya. Apa yang dikatakan Nadia, sama seperti yang dikatakan oleh Aditya beberapa hari yang lalu. Lagi sebelumnya dia juga pernah tahu jika omnya itu memang sering dicap playboy sejak lama. Namun, Annisa akui Danu memiliki wajah yang tidak kalah tampan jika dibandingkan dengan Aditya hanya berbeda sifat dan tingkah laku saja. "Yah berarti kamu jangan dekat-dekat dengan Capt Danu. Jangan sampai tergoda dengan ajakannya." Annisa memegang bahu Nadia. "Ya enggak akan. Aku kan enggak cantik, Capt Danu biasanya cari yang cantik, jadi aku enggak akan dilirik. Justru aku sebenernya mau ngingetin kamu, Nisa supaya kamu jaga diri dan enggak tergoda pesona Capt Danu." "Masa sih? Kamu cantik juga kok, Nad. Jangan merendah begitu, semua perempuan itu cantik kok enggak ada yang enggak cantik. Ayo kita siap-siap, mandi sama dandan kayak biasanya." *** "Nisa, tolong kopinya antar ke kokpit kayak biasa ya." Danu meminta Annisa mengantarkan kopi. Dengan jelas terlihat raut wajah kurang tidur di wajah Danu. Membuat Annisa merasa penasaran apa yang terjadi dengan Danu setelah kejadian tadi malam, serta apa yang membuat Danu kurang tidur. Selesai membuatkan kopi di sela persiapan untuk penerbangan pagi, Annisa mengantarkan sendiri kopi itu ke kokpit. "Silakan kopinya, Capt." Annisa menyerahkan segelas kopi pada Danu. "Kamu kok cuma bikin satu? Buat Capt Aditya enggak kamu buatin? Ntar kalo pramugari lain yang bikinin kopi buat dia bisa pindah ke lain hati loh dia." Danu sengaja menggoda Aditya yang dari tadi wajahnya seperti ditekuk, entah karena apa. "Ssttt, Om. Enggak boleh ngomong gitu." "Ah, iya. Aku sengaja sih, niatnya bercanda aja. Abis mukanya Capt Aditya serem banget." Aditya menoleh pada Danu dengan tatapan tajam, memberikan kode sedang tidak ingin diganggu dan meminta Danu untuk diam. "Saya lanjut kerja dulu ya, Capt." "Kue dari aku udah dicobain? Enak enggak?" "Ya Allah, kuenya ketinggalan di kulkas hotel, padahal belum dimakan sama sekali, maaf ya. Duh sayang banget belum nyobain kue itu." "Yah, gimana sih? Ya udah deh. Kalau mau ngasih Annisa kuenya, kamu beli lagi aja, sekalian makan berdua biar romantis. Ya enggak?" Danu mengedipkan sebelah matanya, menggoda Aditya. "Romantis apaan? Terus itu mata kenapa? Mata kamu lagi sakit?" Penerbangan pagi ini berjalan dengan mulus, dan tidak ada hambatan. Cuaca juga cerah. Tujuan penerbangan pagi ini adalah ke Jakarta. Selesai membagikan makanan dan minuman untuk penumpang, Annisa dan Nadia kembali ke kabin bagian belakang. "Nisa, aku lupa sesuatu." Nadia berkata sambil menikmati makanan ringan miliknya dan dia juga membagi pada Annisa. "Apa itu?" tanya Annisa sambil mengunyah makanan. "Waktu kamu masuk kerja kan enggak cuma ada pramugari baru, tapi ada juga pilot baru, masih jadi co-pilot sih. Tapi orangnya keren banget." Nadia bercerita dengan semangat pada Annisa, sepertinya dia menyukai pilot baru itu. "Kamu naksir ya?" "Hehe, enggak kok, cuma suka aja liatnya. Orangnya wangi banget, kalau ngomong lembut banget, denger suaranya meleleh aku. Namanya Irsyad. Enggak suka tebar pesona tapi yah gimana gitu." "Gimana apanya? Kalau suka juga enggak apa-apa kan? Enggak salah kok." "Enggak ah, enggak bakalan suka deh dia sama aku." "Lagi deh kan, keluar rasa enggak percaya diri kamu. Kamu tuh cantik kok. Kalo misalnya Irsyad suka sama kamu terus kamu mau gimana?" "Ehem!" Terdengar suara seseorang di belakang Annisa, ketika dia berhasil mengenali suara itu dia langsung menoleh. "Ada yang bisa dibantu, Capt?" Annisa buru-buru berdiri dan meletakkan camilannya di kursi. "Tolong antarkan makanan ke kokpit. Capt Danu sudah sarapan tapi katanya masih belum kenyang." "Hah? Eh iya, Capt, saya antar sekarang." Annisa bengong menatap Aditya yang langsung berbalik kembali ke kokpit. "Kalau yang lapar Om Danu kenapa dia yang ke sini," batin Annisa. Dia masih merasa aneh dengan ucapan Aditya barusan. "Nisa, kok malah bengong? Kamu aja yang ke depan ya. Ini makanannya." Nadia meletakkan makanan di tangan Annisa yang baru sadar karena terlalu fokus melihat Aditya yang kembali ke kokpit. "Ah iya, aku antar ke depan dulu." *** Ada panggilan masuk dari Aditya ke ponsel Annisa. Buru-buru dia menerima panggilan itu sambil meninggalkan kamar. Dia takut ketahuan Nadia. "Assalamualaikum. Gimana, Capt? Ada yang bisa dibantu?" Malam ini mereka menginap di hotel yang berbeda. Jika kemarin mereka menginap di kota Makassar, maka hari ini mereka ada di kota Denpasar. "Ke kamar saya sekarang." "Maaf, Capt enggak bisa." Annisa menolak. "Sekarang berani menolak permintaan suami ya?" Annisa memutar bola matanya, baru sebentar bicara di telepon dengan Aditya dia sudah merasa kesal karena Aditya selalu menggunakan alasan yang sama. "Capt, saya pengen istirahat lebih cepat malam ini tadi malam saya tidurnya enggak enak, ini aja masih kerasa pegel semua." "Cuma sebentar. Kalau kamu ke sini sekarang, pasti akan cepet kembali ke kamar." Aditya memutus panggilan telepon. Annisa merasa semakin kesal karena tidak bisa menolak. Dengan perasaan kesal dia segera menuju kamar Aditya sambil menggerutu. "Dia tuh kenapa sih selalu bikin orang kesel." Annisa menelpon ke nomor Aditya, "Kamar berapa?" "912." "Saya ke sana sekarang." Annisa berjalan menuju lift, naik ke lantai 9. Tiba di depan kamar Aditya dia mengetuk pintu. Lalu dia masuk setelah Aditya membuka pintu, mengikuti langkah Aditya masuk kamar hotel. "Duduk." Annisa duduk di kursi, Aditya juga. "Saya pengen malam ini makan kue bareng kamu." "Hah? Enggak salah, Capt?" "Enggak. Kenapa kamu pakai piyama? Mestinya ganti baju dulu baru ke sini." "Astaghfirullah, Capt. Saya tadi terima telepon di luar kamar biar enggak ketahuan Nadia, terus saya langsung ke sini. Mana sempet ganti baju. Lagian kalau saya balik lagi ke kamar terus ganti baju, Nadia pasti bingung lihat saya pergi terus. Captain bilang juga cuma sebentar kan?" Nada bicara Annisa meninggi. "Bukan karena kamu sengaja mau menggoda saya kan?" Annisa bangkit dari kursi. Hendak meninggalkan kamar tanpa pamit, merasa semakin kesal dengan ucapan Aditya. Aditya menghalangi langkah Annisa bahkan dia berjalan maju sehingga Annisa terpaksa berjalan mundur dan duduk di kursi karena sudah tidak bisa bergerak mundur. Aditya mendekatkan wajahnya ke wajah Annisa. Annisa memejamkan mata, tidak tahu apa yang akan Aditya lakukan padanya. Sementara jantungnya mulai berdebar semakin kencang. Dia hanya bisa pasrah. "Jangan ke mana-mana, saya cuma minta waktu kamu sebentar," bisik Aditya di telinga Annisa. Dalam jarak yang sangat dekat, Annisa bisa menghidu parfum Aditya yang menguar dari tubuhnya. "Buka mata kamu." Saat Annisa membuka mata, Aditya sudah duduk kembali di kursinya. "Tadinya saya mau ngajak kamu makan malam, untuk merayakan hari jadi saya, tapi nanti kamu kege-eran lagi, jadi mending saya beliin kamu kue terus makan di sini. Lagian kalau kita makan di restoran hotel ini juga enggak enak dengan yang lain." "Ok. Ini kan kuenya?" Annisa mengambil kue di atas meja. Dia langsung melahap kue itu dengan cepat agar bisa segera kembali ke kamar. Dia merasa sangat malas hanya berdua di kamar itu dengan Aditya. "Kamu laper banget kayaknya? Sepotong kue langsung habis dalam beberapa suap. Makan aja punya saya tuh kalau kamu masih lapar." Aditya tersenyum melihat Annisa makan dengan lahap, seperti orang kelaparan. "Enggak, Capt makasih, saya mau balik ke kamar. Urusan saya sudah selesai di sini." Annisa bangkit, akan meninggalkan kamar itu, tetapi lengannya ditahan oleh Aditya. Annisa menoleh. "Ada apa lagi, Capt?" "Ini ada krim kue itu yang nempel di bibir kamu." Aditya membersihkan bibir Annisa dengan jari jempol lalu dia jilat jempol yang ada krim kue dari bibir Annisa. Annisa diam beberapa detik, pikirannya melayang. Dia baru tersadar saat mendengar suara Aditya. "Cepet balik ke kamar kamu dicariin Nadia." "Oh iya, Capt. Saya balik ke kamar dulu. Selamat ulang tahun, terima kasih untuk traktiran kuenya, lain kali kalau ngasih makan jangan lupa minumnya biar enggak seret." Buru-buru Annisa meninggalkan kamar Aditya , kembali ke kamarnya sebelum Nadia menyadari jika dia keluar agak lama. Meninggalkan Aditya yang masih senyum-senyum sendiri karena teringat dengan Annisa yang tadi makan dengan terburu-buru.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD