Malam telah tiba, sesuai janji yang di tunggu oleh Mawar dan seorang pria tidak asing baginya yaitu Arka. Sekarang ini kedua pasangan jauh beda umur tidak membuat siapa pun untuk memisahkan mereka berdua.
Mawar terlihat sangat cantik dengan busana merah ketat selalu menonjolkan dua buah depan indah itu, selain itu dia juga seorang wanita yang lagi naik daun di kota ini. Ratu kecantikan salah satu kosmetik Indonesia.
Sosok wanita yang dia temui tadi sore benar-benar buat dirinya penasaran ingin mengetahui siapa dia sebenarnya. Rasa itu sedikit memikat jiwanya.
“Sayang ...” Mawar terus memanggilnya tidak ada respons sedikit pun dari Pria itu.
Arka masih memikirkan paras wajah wanita bertopi bentuk V sesuai nama depannya “Velda” gumamnya.
Mawar yang mendengar sekilas sebutan dari Arka sang kekasih cintanya.
“Siapa itu, Velda?” Mawar mengulangi kata sebutan nama itu.
Arka menoleh menatap wajah wanita yang kini bersamanya, dia tersenyum tidak bermaksud untuk mencemburui soal wanita tidak dia kenal itu.
“Bukan siapa-siapa, jangan cemburu. Ketika kamu cemburu, semakin gemas,” katanya menggombali.
“Ah, kamu ini,” di pukul dadanya pelan.
Cumbuan cinta antara Arka dan Mawar di mulai, salah satu kamar penginapan hotel telah di pesan olehnya, adalah janji palsu hanya sebuah pelampiasan sesaat bagi Arka sendiri.
***
“Hatchiuu!!!” suara bersin keras tidak kalah dari nyanyian jangkrik sedang bersenandung ria.
“Ini, Non, obatnya.” Bibi Zaina berikan satu tablet obat berwarna ungu muda dan segelas air hangat.
Velda mengambilnya kemudian dimasukkan ke mulut serta minuman air hangat itu. Hidungnya merah mepet wajah pucat, rambut basah menjadi kering habis mandi hujan.
“Bi, Mama sama Papa, kapan pulang?” Velda bertanya kepada Bibi Zaina.
“Mungkin Selasa, Non. Kenapa? Kangen, ya?” jawabnya lalu kembali bertanya.
“Nggak, siapa yang kangen, aku Cuma tanya doang. Bibi jangan kasih tahu ke mereka kalau aku sakit,” katanya bersiap baring tubuh di atas kasur tipis itu.
“Kenapa nggak tidur di atas saja, Non. Nanti masuk angin lagi,” tegur nya
“Nggak, Bi. Begini saja lebih nyaman, di kasur serasa aneh kalau tidur. Seperti mimpi buruk,” jawab Velda pelan.
“Ya sudah, kalau ada apa – apa, panggil Bibi saja, ya.”
“Iya, Bi.”
Bibi Zaina meninggalkan kamar Velda, sementara Velda berbaring tidur posisi membelakangi pintu keluar. Bibi Zaina menatapnya sedikit kasihan, sangat sayang sama putri majikannya ini. Selama ini sifat putri majikannya tidak pernah secuek dan pendiam.
Arka tengah merokok sambil duduk di balkon kamar penginapan hotel itu. Melihat alam gelap yang membuat suhu udara dingin mencengkeram kulit di balut kaus tipisnya.
Sementara wanita yang tertidur pulas yang polos habis melakukan hubungan intim bersama pria tengah duduk mengeluarkan asap rokok dari mulut seksi tipisnya.
Bayang-bayangan masih terngiang di pikirannya. Wajah paras cantik dan ayu, ketika membentak dirinya di showroom itu, dia yakin wanita ini jauh beda dari wanita lain.
Velda, nama yang indah, terus di ucapnya dalam hati.
Sedangkan wanita di atas kasur itu benar bukan apa-apa untuk Arka. Andai saja keluarganya tidak mengekang hubungan dengan wanita ini mungkin hidupnya akan lebih berbeda.
Sekarang pertanyaan pada dirinya sendiri, apakah dia setuju menerima perjodohan dari keluarganya sendiri. Sementara dia sudah menemukan wanita yang cocok untuk membatalkan perjodohan ini.
Senyuman itu lagi kembali membuat Arka sedikit licik pada otak busuknya. Rencana yang paling gila tidak pernah di pikirkan selama ini.
****
Pagi yang cerah tidak untuk Velda saat ini. Kondisi fisik tubuhnya masih belum sehat maksimal. Akibat semalam kehujanan sok hero sore hari menerobos badai kencang itu hingga basah kuyup.
Daripada dia harus ketemu pria aneh di showroom mending pulang kehujanan keburu malam hari lebih bahaya. Pilek nya masih belum sembuh masih mepet belum lagi tenggorokan berdahak, kepala berdenyut-denyut dua gejala menyerangnya.
Saat ini dia sedang di depan rumah duduk bangku bambu melihat jalanan kompleks rumahnya. Kedua orang tuanya sedang dinas keluar kota ada urusan sama pekerjaan.
Bibi Zaina baru saja pulang dari pasar, bawaannya banyak. Tapi di bantu sama kurirnya ada di pasar itu. Sudah satu kantong penuh tempat s****h tisu kertas itu. Pilek tidak sembuh-sembuh belum lagi hidung semakin sakit kalau buang ingusnya terus keluar tanpa suruh.
"Bi, beli apa? Kok banyak sekali? Memang nanti ada tamu?" Suara serak berat dari tenggorokannya mengubah nada pita semakin aneh pengaruh pilek dan batuk menyerang itu.
"Oh ini, nggak kok, Non. Bibi sengaja beli banyak untuk stok, biar besok nggak ke pasar lagi. Besok Senin, pasar rata-rata nggak ada sayur yang cantik, Non. Jadi mumpung sayurnya segar dan bisa untuk sampai hari Selasa," jawabnya menjelaskan.
"Oh ... begitu, terus itu apa, Bi?" tanyanya lagi menunjuk bungkusan plastik berwarna kuning-kuningan.
"Ini jamu sama bandrek, biasa setiap pagi Bibi minum ini. Nona Velda mau? Bagus di cuaca pagi ini, apa lagi saat kondisi kamu tidak sehat, bagus kok. Tunggu, ya, Non. Bibi ambilkan gelas dulu." jawabnya kemudian masuk ke dalam.
Tak lama kemudian, Bibi Zaina keluar membawa segelas warna kuning-kuningan sesuai yang dia terangkan tadi. Masih hangat ketika di pegang.
"Ini, Non. Pelan-pelan minumnya, masih hangat. Nona Velda mau makan apa hari ini? Biar Bibi masak?" tanyanya kepada Velda.
Velda meminum sedikit demi sedikit, masih hangat panas, rasanya manis - manis bau kunyit-kunyit jahe. Tapi enak sih di minum. Terasa tubuhnya hangat dan berkeringat jauh beda sama tadi. Suhu tubuh nya dingin sampai kedua tangannya bagaikan es batu dingin tak ke tolong.
"Masa misoa jahe bawang putih saja, Bi. Aku ingin makan, jahe sama bawang putih campur minyak goreng, tahu, kan, Bi? Biasa mama masak," jawabnya
"Tahu, Non. Pakai daging ayam, kan?" katanya. Velda mengaku kepalanya.
"Ya sudah, Bibi buatkan, ya. Nona, mau kue cubit? Sambil menunggu masakan dari Bibi. Nona sarapan kue dulu, untuk ganjal kan perut," tawarnya serahkan bungkusan plastik kepada Velda ada beberapa potongan kue cubit lucu.
"Bibi nggak makan?" tanyanya mengambil satu potong kue itu.
"Ada kok, masih banyak, Nona, tenang saja. Kalau soal jatah Bibi selalu tersedia tanpa habis," cengirnya, Velda ikut tersenyum bisa saja Bibi Zaina ini. Selalu bisa buat suasana ceria.
****
Lapangan Merdeka, taman indah lestari. Suasana pagi hari penuh pengunjung hadir bukan kalangan orang tua, tapi kalangan anak remaja yang sedang bermesraan sambil pacaran di gedung alun-alun itu.
Arka yang tengah duduk di salah satu tempat bermain anak-anak. Baru selesai berlari santai di alun-alun. Panjat tebing masih pagi belum pada yang datang. sebentar lagi dia akan berkunjung ke lokasi kolam renang yaitu Mutiara swimming Pool. Tempat itu bersih dan higienis.
Hari minggu kegiatan paling membosankan bagi hidupnya, setelah dari penginapan hotel. Mawar berpamitan pulang lebih dulu ada jadwal untuk pemotretan iklan kecantikan.
Seharian ini dia tidak bisa tidur karena memikirkan seorang wanita bertopi huruf V. Mencari rencana agar bisa berkenalan lebih jauh itu benar susah sekali. Satu wanita saja kok sulit banget ambil hatinya.
Berhenti di persimpangan dua, dia turun dari motor sport warna merah. Di buka helmnya itu. Kemudian masuk ke minimarket, sepasang mata dari para wanita mencuri perhatian kepada Arka yang sedang mencari botol minuman dan beberapa camilan untuk renangnya nanti.
Arka sengaja memberikan senyuman agar wanita yang di sana berjingkrak-jingkrak bahagia bahwa dia benar berikan senyuman kepadanya. Padahal tidak sama sekali, dia sedang melihat ponsel dari kekasihnya hubungan seksualnya yaitu Mawar.
Arka kembali menoleh menuju kasir membayar belanjaannya, sebelum itu dia sempat-sempatnya mengedip satu mata untuk wanita berdiri tidak jauh dari rak snack itu. Wanita itu shock seketika hampir pingsan, untung saja temannya menampung kalau tidak betapa malu dirinya di sana.
****
Jangan lupa berikan love-nya
Tunggu cerita lanjutannya
Terimakasih :)