Bab 2. Pembalasan Baru Dimulai

1547 Words
"Kanaya, kenapa kamu tidak memasak seperti biasa? Aku tidak terbiasa dengan makanan ini," tiba-tiba suamiku bersuara, menghiraukan rajukan kekasihnya. Suaranya terdengar kasar dan tidak sabar. "Mas, kenapa kamu malah membicarakan masakan Kanaya! Jangan-jangan kamu mulai jatuh cinta dengannya!" bentak Viora dengan kesal, bibirnya cemberut karena tidak puas. Wajahnya merah seperti udang rebus, menunjukkan betapa marahnya dia. Mas Raja terlihat tersentak, dia tersadar dan langsung melihat ke arah Viora yang wajahnya merah padam. Dia terlihat salah tingkah. "Honey, maaf. Tadi, aku hanya tidak terbiasa dengan makanan ini. Aku ingin Kanaya memasak seperti biasa," ucap Mas Raja dengan suara yang lembut, mencoba menenangkan Viora. Aku tersenyum tipis, tapi aku sengaja tidak bersuara. Kuambil makanan di depanku dengan anggun, lalu memakan makananku dengan lahap karena aku puas melihat mereka bertengkar. Aku menikmati ketegangan di antara mereka. Viora menatapku dengan mata yang membara, menunjukkan betapa bencinya dia kepadaku. Mas Raja mencoba menenangkan Viora, tapi aku bisa merasakan ketegangan di antara mereka semakin meningkat. Aku terus makan dengan santai, menikmati adegan ini tanpa perlu bersuara. "Kanaya, aku tahu kamu sengaja membuat kami bertengkar dan berharap aku dan Raja putus, dasar licik!" desis Viora dengan emosi yang memuncak. "Viora, ini masih pagi. Awas nanti stroke, pagi-pagi sudah marah-marah," jawabku dengan nada santai, sambil menikmati makananku. Aku tidak peduli dengan emosi Viora. "Kanaya, jaga ucapan kamu. Kamu mendoakan Viora stroke!" bentak Mas Raja, suaranya tinggi. Aku menatap Mas Raja dengan mata tajam. "Aku hanya mengingatkan, bukan mendoakan," kataku dengan nada tegas. "Cukup, Kanaya. Cepat kamu masak lagi untukku dan Viora," perintah Mas Raja dengan membentakku. Aku menghentikan makanku, lalu menatapnya dengan marah. "Disini ada pelayan, kenapa aku harus memasak untuk suami yang tidak menganggapku istri?" kataku dengan nada keras. "Aku bukan pembantu, Mas. Dan, aku tidak Sudi memasak untuk selingkuhan kamu," imbuhku menantangnya. Viora tertawa terbahak-bahak, suaranya yang keras dan menusuk membuatku sedikit emosi. "Kanaya, apa kamu sudah amnesia? Kamu itu memang pantas menjadi pembantu, lupa dari mana asal kamu. Sudahlah, jangan banyak bermimpi menjadi Nyonya Raja Kawandra," ejek Viora dengan nada yang menyakitkan. Aku membalasnya dengan tersenyum tipis, tidak terpengaruh oleh ejekan Viora. "Viora, aku memang Nyonya Raja Kawandra. Aku dinikahi secara sah agama dan hukum, sedangkan kamu hanya selingkuhan suamiku!" balasku dengan berani, menatap Viora dengan mata yang tajam. Viora membelalakkan matanya, mungkin dia masih syok karena aku sudah berani dengannya. Kemarin-kemarin, aku terlalu lemah menghadapinya. "Sayang, lihat dia terus mengejekku," adu Viora sambil menangis, seolah dia tersakiti olehku. "Kanaya, cukup drama hari ini. Kamu harus minta maaf ke Viora, kalau tidak aku akan..." Belum sempat Mas Raja melanjutkan perkataannya, segera aku memotongnya. "Kalau tidak apa? Kamu akan menyiksaku seperti ini?" Aku tunjukkan bekas jejak merah di leher dan dadaku, sengaja agar Viora melihat Mas Raja masih meminta jatah dariku. Viora menatap Mas Raja tidak percaya, pasti dia akan berpikiran bagaimana perkasanya Mas Raja di ranjang saat bercinta denganku. "Sayang, kamu bilang tidak mencintainya. Tapi, kenapa kamu masih melakukannya," lirih Viora menggelengkan kepala dengan wajah kecewa. "Honey, ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Aku hanya memberi dia pelajaran, itu saja," jelas Mas Raja, mencoba menenangkan Viora. Aku mendengus, tidak percaya dengan penjelasan Mas Raja. "Viora, saat di ranjang suamiku sangat kuat. Dia mengatakan cinta sama kamu, tapi dia masih rutin meminta jatah denganku," kataku mencibirnya, menatap Viora dengan mata mengejeknya. Aku ingin Viora tahu Mas Raja tidak sepenuhnya miliknya, dia masih menyentuhku. "Raja, kamu jahat!" pekik Viora dengan suara melengking, wajahnya yang cantik berubah menjadi merah menyala seperti bara api. Matanya yang indah kini membara dengan kemarahan yang tak terkendali. "Viora, aku bisa jelaskan," kata suamiku dengan nada menenangkan, berusaha meredam badai emosi yang melanda cinta pertamanya. Tapi Viora tidak mau mendengarkan, dia berdiri dari duduknya dengan gerakan yang kasar, menghentakkan highheelnya ke lantai dengan keras. Suara keras itu seperti petir di siang bolong, membuatku terkejut. "Tidak perlu penjelasan, Raja! Kamu sudah jelas-jelas berkhianat padaku!" bentaknya, suaranya yang keras dan penuh emosi. Viora meninggalkan suamiku dengan langkah yang cepat, air matanya mengalir deras di wajahnya yang cantik. Wajahnya yang biasanya angkuh dan sombong kini berubah menjadi wajah yang sedih dan patah hati. Mas Raja menatapku dengan tatapan yang menusuk, dengan kemarahan yang tak terbendung. "Kanaya, kamu puas!" katanya dengan nada yang berat dan penuh emosi. Aku menatap suamiku dengan tenang, tidak terpengaruh oleh kemarahannya. Aku tidak salah, aku hanya membela diri dari serangan Viora. "Aku puas, Mas," kataku dengan nada yang datar dan tidak emosional. Mas Raja mengeram dengan emosi yang memuncak, lalu dia mengejar Viora yang sudah berada di luar ruangan. Suara pertengkaran mereka masih terdengar jelas. Kupikir Viora akan pergi dari rumah ini, tapi ternyata dia hanya berpindah tempat saja, ke taman yang terletak di belakang rumah hanya tersekat kaca tembus pandang terlihat dari ruang makan. Baby sister menghampiriku sambil menggendong putraku yang sedang menangis. "Nyonya, Den Prabu tadi menangis, sepertinya ingin menyusu," ucap Baby sister dengan nada yang lembut. Aku mengambil alih putraku dari gendongan wanita muda itu dan memeluknya erat, merasakan kehangatan tubuhnya yang kecil. Putraku berhenti menangis dalam dekapanku Tapi, pertengkaran antara Mas Raja dan Viora semakin memanas. "Raja, sekarang kamu ceraikan dia, atau kita putus!" Viora mengancam dengan nada yang keras. "Viora, aku tidak bisa menceraikan Kanaya begitu saja. Dia ibu dari putraku, papa menginginkan penerus keluarga Kawandra. Kalau aku menceraikan Kanaya sekarang, aku akan dihapus dari daftar warisan keluargaku." Mas Raja menjawab dengan nada yang berat. "Aku akan menggantikan Kanaya, aku bisa menjadi ibu untuk Prabu." Viora balas dengan nada yang penuh harapan. Mendengar kata-katanya, api di dalam hatiku semakin membara. Takkan kubiarkan Viora merebut posisiku sebagai istri Raja Kawandra dan juga ibu dari Prabu Kawandra. Kuserahkan kembali Prabu ke tangan baby sister, lalu aku menghampiri Viora dengan langkah pasti dan penuh amarah. Mataku membara dengan kemarahan, aku bisa merasakan adrenalin yang mengalir deras di tubuhku. Tanpa ragu, aku melayangkan tamparan ke arah pipi Viora. "Kamu tidak akan pernah bisa menggantikan posisiku!" kataku dengan nada yang keras dan penuh emosi. Viora terkejut, pipinya terlihat memerah dan ada jejak tanganku. Aku menatapnya dengan mata mematikan, menunjukkan aku tidak akan mundur dari pertarungan ini. "Kanaya, apa-apaan kamu menampar Viora!" bentak Mas Raja, wajahnya yang tampan kini berubah menjadi merah padam karena emosi yang tinggi. Aku berdiri tegak, tidak gentar dengan kemarahan Mas Raja. "Bawa pergi selingkuhan kamu dari sini, atau aku akan memberitahu Papa Damian perbuatan kamu selama ini," kataku dengan nada yang dingin dan penuh ancaman. Aku tahu Mas Raja takut dengan kemarahan papanya, dan aku akan menggunakan itu untuk keuntunganku. Viora menangis sambil mengamuk, dia hendak membalasku tapi tangan Mas Raja dengan cepat mencegahnya. "Raja, lihat dia sudah berani memamparku. Beri dia pelajaran, aku tidak terima," teriak Viora, suaranya yang melengking membuatku gendang telingaku berdenging. Aku menyilangkan tangan di d**a, menatap Mas Raja dengan mata yang dingin. "Viora, stop. Sebaiknya, kita pergi dari sini," ajak Mas Raja seraya merangkul mesra pujaan hatinya. Viora berusaha mengelak, dia masih ingin membalasku tapi suamiku memeluknya erat. "Aku harus menamparnya balik, lepas, Raja!" teriak Viora histeris, make-up yang dia kenakan terlihat luntur, rambutnya yang ditata rapi sudah berantakan. Aku menatap Viora dengan rasa jijik, melihat dia tidak lebih dari sekedar w************n yang ingin merebut suami orang. "Pergi dari sini, sebelum aku kehilangan kesabaran," kataku dengan nada yang tegas. Mas Raja menarik paksa Viora, karena wanita itu tidak terima ingin membalasku. Aku melihat kemarahan dan keputusasaan di wajah Viora, tapi Mas Raja tidak peduli. Dia terus menarik Viora hingga mereka berdua menghilang dari pandangan aku. Kuhela napas panjang, mencoba meredam emosi yang masih membara di dalam hati ini. Aku sedikit lega ketika pertengkaran ini berakhir, walaupun aku tahu ini bukanlah akhir dari masalah. Tidak lama kemudian, aku mendengar suara ceria adik iparku, yang memanggil nama keponakannya. "Prabu, Prabu, ayo ke sini, sayang!" Aku berbalik, melangkah meninggalkan taman dan menuju ke arah suara itu. Chery, adik iparku, sepertinya tidak melihat Viora. Aku tersenyum, membayangkan bagaimana reaksi Chery jika dia tahu tentang pertengkaran baru saja terjadi. Pasti Viora sudah habis dicakar oleh adik iparku yang memiliki sifat protektif terhadap keluarga. Aku bersyukur di rumah ini banyak yang menyayangi Prabu dan menerima kehadiranku. Adik iparku dan juga papa Damian, mereka semua memiliki hati yang baik dan tidak pernah membeda-bedakan aku. Namun, tidak dengan Ibu mertuaku. Sampai sekarang, dia masih tidak suka dengan kehadiranku karena status sosial aku yang jauh di bawah mereka. "Kak Kanaya," gumam Chery menatap wajahku dengan ekspresi terkejut, matanya yang lebar menunjukkan kekagumannya. "Chery, kenapa?" tanyaku penasaran, mencoba memahami apa yang ada di pikirannya. "Kakak cantik sekali," pujinya membuatku tersipu malu, aku merasa sedikit tidak nyaman dengan pujian itu. "Kalau Kak Kanaya selalu cantik seperti ini, pasti Kak Raja jatuh cinta dengan kakak," ucapnya dengan suara selalu ceria, membuatku tersenyum pahit. "Chery, aku tidak akan pernah bisa menggantikan Viora di hati Mas Raja. Sudahlah, jangan membuatku berharap yang tidak mungkin," kataku, mencoba menyembunyikan rasa sakit di hati aku. "Kak Raja itu bodoh, masa tidak melirik Kak Kanaya sama sekali padahal Kak Kanaya lebih cantik dari Kak Viora," gerutu Chery, membuatku tersenyum sedikit. "Sudah biarkan saja mereka, Chery. Aku tidak ingin membicarakan hal ini lagi," kataku, mencoba mengalihkan topik pembicaraan. Tapi Chery tidak mau berhenti, dia terus mengoceh tentang Mas Raja dan Viora. Aku hanya mendengarkan, membiarkan dia mengeluarkan isi hatinya. Tiba-tiba, Chery berhenti berbicara dan menatap sesuatu di belakang aku. Aku berbalik, dan apa yang aku lihat membuatku terkejut...
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD