Tepat tengah malam, putraku terus saja menangis. Aku dan Suster Mira sudah berusaha menenangkannya dengan memberinya ASI dan menggendongnya secara bergantian, tapi tidak ada yang berhasil membuatnya tenang. Badannya tidak panas, tapi entah apa yang sedang dirasakan putraku sehingga dia menangis terus. "Nyonya, apa mungkin Den Prabu merasa kesakitan di pahanya?" ucap Suster Mira mencoba menebak. Aku baru teringat insiden siang tadi ketika Viora mencubit putraku. Dengan hati-hati, aku menaruh tubuh putraku di atas ranjang dan membuka celana panjangnya. Benar saja, melihat bekas merah sudah menjadi kebiruan dan bengkak. Sebenarnya, setelah anakku dicubit oleh Viora aku sudah memberikan obat oles, tapi rupanya tidak cukup efektif. "Nyonya, pantas saja Den Prabu menangis terus. Lebamnya samp