Axel mengunci pintu kamar, dia memperhatikan sekeliling lalu merebahkan Kate yang sudah minum obat perangsang yang dia berikan. "Oughh...Xel, kenapa mba gini, ya? Ahhh..." desisnya sambil memeluk Axel dan mencoba meraih bibir Axel. Kate yang polos bertemu dengan Axel yang merupakan seorang pemain, membuat Kate benar-benar jatuh dalam perangkap Axel yang hanya menginginkan dirinya untuk memenangkan sebuah permainan.
"Kamu mau apa, Mba?" Axel mendekatkan diri dan Kate langsung meraihnya. Dia mencium bibir Axel dengan lembut. Axel segera mengeluarkan ponselnya dan memasangnya di atas nakas.
"Mba mau kamu, Xel...ahhh...kenapa mba gak terkontrol gini..." bisiknya dan langsung Axel membalas.
"Mba yakin gak nyesal?" Kate hanya menggeleng, dan setelahnya Axel beraksi dengan brutal seperti biasa. Dia melucuti pakaian Kate dan beraksi di atas sang janda. Sampai akhirnya Axel menautkan dahi merasakan sesuatu yang tak pernah dia rasakan.
"Bukankah Kate janda? Kenapa dia masih sempit gini?" Bisiknya, sayangnya ambisinya memenangkan pertandingan menghilangkan nuraninya, Axel melanjutkan aksinya sampai dirinya terkulai lemas di atas Kate setelah beberapa kali mencapai puncak.
Keduanya tertidur lelap berpelukan sampai sebuah dering ponsel milik Kate bergetar.
Ddrrttt...ddrrttt...
Kate membuka kedua netranya dengan malas, kepalanya masih berdenyut. "Akhh! Kepalaku sakit banget..." bisiknya lalu dia menyadari ada sebuah tangan melingkar memeluknya. Netranya membulat sempurna dia menoleh ke arah pria muda yang memeluknya dan masih tertidur pulas.
"Astagaaa!! Aku-aku?" Kate menjeda kalimatnya, dia tak kuasa berkata-kata. "Ya Tuhan...apa yang aku lakukan? Kenapa aku justru menghancurkan diriku begini, di tambah Axel yang masih harus berjuang untuk cita-cita dan masa depannya? Tidak mungkin aku menuntutnya menikahiku karena dia telah merenggut mahkotaku? Terlebih aku adalah seorang janda, mana ada yang percaya jika aku adalah seorang janda..." Kate tampak kebingungan sejenak. Dia menoleh ke arah Axel yang tertidur sangat pulas. Diam-diam Kate tampak menarik nafas panjang. Setelah menenangkan dirinya, dia bangkit perlahan dan mengenakan seluruh pakaiannya tanpa mandi. Kate melangkah pasti meninggalkan kamar mewah hotel bintang lima itu.
Dia mengemudi dengan air mata yang terus terurai sampai ponselnya berdering kembali entah ke sekian kalinya.
"Halo, Kate...kamu kemana kok gak ada kabar?" Sebuah suara yang membuat Kate harus menjawab. Dia menepikan mobilnya menenangkan hatinya yang bergemuruh riuh.
"Ehm. Maaf, Pak. Saya tidak enak badan, Pak. Ini baru balik dari apotik beli obat. Saya boleh izin gak masuk hari ini aja, Pak? Potong gaji juga gak pa-pa, Pak..." jawab Kate dengan suara parau.
"Lah! Kamu sakit apa? Kok tiba-tiba suara kamu parau gitu? Kamu flu atau abis nangis ini?" Kalimat di seberang kembali membuat Kate merasa pilu.
"Ehmm...sedikit flu, Pak..."
"Ohh, yaudah. Kamu istirahat saja dulu, kalau besok belum bisa kerja gak pa-pa, Kate..." suara lembut itu membuat Kate semakin mereasa bersalah karena telah berbohong.
"Baik, Pak. Makasih banyak ya, Pak..." sahut Kate lalu menutup panggilan ponselnya. Dia tampak menatap kejauhan, ada rasa yang tak bisa dia ungkapkan. Rasa yang membuatnya tidak nyaman.
Kate melajukan mobil menuju ke rumah, dia mandi dan mengganti pakaiannya, Kate membawa beberapa pakaian untuk menjernihkan pikiran.
Berbeda dengan Kate, di kamar hotel tampak Axel baru saja terjaga dari tidurnya, dia tampak memegangi kepalanya karean sedikit nyeri. "Ahh! Sial, gua ketiduran." Gumam Axel lalu teringat akan sesuatu, dia bangkit dan mengedarkan pandangannya ke sekeliling ruangan, tapi tak mendapati apa yang dia cari.
"Kate! Kate!" Panggilnya lalu dia beranjak dan meraih kimono untuk membalut tubuhnya, dia menuju kamar mandi, karena tak melihat pakaian Kate yang tadi malam berserakan. "Kate! Kamu mandi?" Ucapnya yang tak lagi memanggil Kate dengan panggilan mba seperti biasa.
Axel membuka pintu kamar mandi dan tak mendapati orang ada di sana, atau bahkan bekas percikan air, dia menatap ke arah bath up yang terlihat masih belum di gunakan. "Kemana dia? Atau dia pulang buat kerja?" Gumamnya lalu meraih ponselnya. Axel melangkah mondar-mandir, hingga akhirnya dia berdiri di depan jendela kamar. Dia mencoba menghubungi ponsel milik Kate yang tak tersambung. "Hmm...mungkin lagi kerja, yaudahlah. Mungkin dia menganggap yang kami lakukan tadi malam itu hal yang biasa, jadi dia tak menuntut kejelasan apapun...."
Ddrrttt...ddrrttt...
Ponselnya bergertar, Axel menatap ke arah layar dan melihat siapa yang menghubunginya, dia tersenyum menang.