Sama seperti yang pernah Lalisa katakan bahwa dirinya pasti akan disibukkan tiap kali Zinde dan Raka bertengkar. Jangankan bertengkar, jika ada salah satu dari mereka yang merasa bahwa ada yang tidak beres dari pasangannya maka Lalisa akan dengan cepat didatangi dan ditodong dengan berbagai macam pertanyaan.
            Seperti apa yang Raka lakukan pada siang hari ini, Lalisa benar-benar terkejut kala laki-laki itu mendatangi cafenya pada jam yang seharusnya digunakan untuk makan siang. Wajah Raka kentara sekali terlihat khawatir, entah apa yang sedang mengganggu isi kepala laki-laki itu karena akhir-akhir ini Zinde tak pernah bercerita apapun pada Lalisa maka dia tidak bisa menebak apapun.
            Lalisa kira akhir-akhir ini mereka akur-akur saja maka dari itu dia tidak pernah diganggu lagi. Tapi kenapa siang ini Raka justru muncul di cafenya?
            “To the point aja karena gue tau lo sibuk banget, lo berantem lagi sama Zinde?” tanya Lalisa cepat begitu dia mendatangi Raka di salah satu kursi dan memberikannya sebuah Ice Americano sesuai pesanan laki-laki itu.
            Raka menggeleng yang justru membuat Lalisa semakin bingung.
            “Kalo enggak berantem lo ngapain ke sini?”
            Lalisa menangkap keraguan dari gerak-gerik Raka, entah apa yang sedang disembunyikan olehnya tapi Lalisa bisa melihat bahwa laki-laki itu terlihat ragu untuk memberitahunya sesuatu, yang berkemungkinan besar memiliki hubungan dengan Zinde sahabatnya.
            “Zinde ada cerita sesuatu nggak ke lo beberapa hari ke belakang?”
            Tanpa perlu berpikir Lalisa langsung menggeleng cepat. “Dia keliatan baik-baik aja kok, bahkan kemarin waktu jalan bareng gue sama Nabila juga dia bahkan bilang kalo dia seneng sama sifat lo yang sekarang.” Tak ada yang salah dari semua kalimat Lalisa, kenyatanyaannya memang seperti itu.
            Tapi tetap saja Raka masih khawatir. Dia sangat mengenal Zinde dan kemarin adalah sisi dari gadis itu yang paling aneh menurutnya, Zinde tidak mungkin melakukan hal seperti kemarin jika tidak ada yang mengganggunya, tapi masalahnya Raka sendiri tidak tau apa masalah gadis itu. Dia ingin bertanya tapi takut mengganggu privacy, dia takut Zinde terbebani dengan pertanyaannya.
            “Ada apaan sih sebenernya? Lo nggak mungkin datengin gue kalo nggak ada apa-apa sama kalian.” Lalisa kesal setengah mati, dia kebingungan namun juga penasaran sekarang. Ingin tidak perduli namun dia khawatir.
            Raka terlihat kembali menimang-nimang untuk bercerita atau tidak, pasalnya ini Lalisa, gadis yang kerap kali membantunya jika dia memiliki masalah dengan Zinde, mungkin tak apa jika Raka menceritakan alasan dari kekhawatirannya hari ini.
            Dimulai dari kemarin di mana Zinde mendatangi kantornya tanpa pemberitahuan lebih dulu, itu sangat-sangat bukan Zinde sekali karena Raka mengenal gadis itu sebagai gadis yang selalu penuh pemberitahuan dan ingin selalu diberitahu itulah mengapa Raka akan selalu memberi alasan yang jujur jika dia membatalkan acara mereka, atau mengabari tiap dia sampai di rumah dan memberitahu hal apa saja yang dia kerjakan selama hari ini. Dan kelakuannya yang kemarin itu membuat Raka sangat bingung.
            Lalu dilanjutkan dengan kedua mata gadis itu yang membengkak. Walaupun Zinde telah menutupinya lewat riasan yang begitu natural sehingga Raka sempat terkecoh sebelumnya tapi Raka tetap bisa mengetahui bahwa gadis itu sehabis menangis, dugannya diperkuat ketika Zinde balas memeluknya dengan begitu erat kemarin.
            Terakhir sifat Zinde yang sedikit memaksa untuk membuat Raka menginap malam itu. Zinde itu akan dengan sabar memberikan seluruh perhatian untuk Raka. Dia akan menyanggupi apa yang mau dan tidak mau Raka lakukan, namun tindakannya kemarin justru membuat Raka berpikir bahwa dirinya tidak mau ditinggalkan, Zinde ingin menghabiskan sisa hari bersamanya tidak perduli apakah Raka mau atau tidak.
            Dan semua keanehan itu yang pada akhirnya membuat Raka khawatir berlebihan seperti ini.
            “Memangnya perubahannya parah banget, Ka? Soalnya gue liat lo keliatan khawatir banget,” tanya Lalisa merasa khawatir.
            Raka menyenderkan tubuhnya ke kursi sambil mengehela napas lelah, bahkan laki-laki itu sampai mengusap wajahnya dengan karena terlalu frustasi.
            “Lo bisa tebak sendiri dari keanehan yang udah gue ceritain, Sa. Itu bukan dia banget dan gue sangat merasa asing dengan Zinde yang kemarin.”
            Lalisa berpikir sejenak, terlihat sekali bahwa dia juga ikutan pusing setelah mendengar cerita Raka. Untuk Lalisa juga yang sudah mengenal Zinde selama beberapa tahun pun merasa bahwa ada keanehan dari cerita Raka tadi. Benar kata laki-laki itu, bukan Zinde sekali yang melakukan hal-hal semacam itu.
            “Nanti coba gue cari tau dulu deh, ya. Gue coba tanya beberapa orang terdekat dia atau mungkin gue desek ke anaknya langsung, karena Zinde paling nggak bisa nyimpen masalah, dia pasti bakal cari orang buat cerita dan semoga aja nanti dia mau terbuka sama gue.”
            Melihat bahwa masih ada sedikit peluang membuat Raka lantas merasa sedikit lega. Setidaknya dia tau bahwa ada Lalisa yang tidak akan meninggalkan Zinde sendirian jika gadis itu benar-benar memiliki masalah.
            “Tapi selagi gue mencari jawaban atas masalah dia, gue mau minta tolong juga sama lo,” ujar Lalisa lagi.
            “Apa?”
            “Jangan pernah tinggalin Zinde karena dia sayang banget sama lo. Gue mohon buat selalu tanya kabar dan tetap bersikap kayak Raka yang biasanya.”
            “Pasti, itu pasti. Gue nggak akan ninggalin dia karena bukan cuma dia yang sayang, tapi gue juga.”
*
            Dua hari setelahnya Lalisa kembali mengajak Raka bertemu, awalnya Raka menolak dan meminta undur karena ada banyak sekali pekerjaan yang harus dia selesaikan di hari itu. Tapi Lalisa bilang bahwa ini tentang Zinde dan begitu mendesak, maka dari itu pada malam hari Raka lah yang menjemput Lalisa pulang— meskipun sempat dimarahi oleh Aksa karena terlalu seenaknya, tapi setelah Raka bilang bahwa dia butuh Lalisa sebentar karena hal ini menyangkut Zinde maka Aksa memperbolehkan.
            Dengan sebuah janji yang tak Raka tau, bahwa Lalisa memberikan janji untuk menceritakan semuanya kepada Aksa nanti.
            Pada malam Raka menjemput Lalisa, gadis itu pun menjelaskan seluruh permasalahan yang sedang terjadi pada Zinde. Raka kaget setengah mati apalagi setelah penjelasan tentang perjodohan yang membuatnya langsung stress luar biasa. Lalisa benar-benar menceritakan semuanya, semua alasan tentang sikap aneh Zinde akhir-akhir ini dan pada akhirnya meminta Raka untuk segera melakukan sebuah tindakan agar hal itu tidak terjadi.
            “Untungnya kemarin Zinde mau cerita setelah gue paksa berkali-kali, dia juga keliatan sama kepikirannya kayak lo, bahkan gue rasa dia lebih stress karena gue tau dia sayang banget sama lo dan nggak semudah itu bagi dia buat ngelepasin lo yang udah dia perjuangin setelah bertahun-tahun. Raka lo tau sendiri gimana nurutnya Zinde sama Ayahnya, gue rasa Zinde nggak akan bisa selesain masalah dia sendiri, dia butuh lo buat selesain ini dan lo harus cari cara gimanapun juga buat batalin perjodohan itu.”
            “Lo udah janji sama gue buat nggak ninggalin Zinde, jadi gue nggak mau kalo lo sampai nyerah.”
            Itu adalah kalimat penutup yang Lalisa katakan sebelum akhirnya gadis itu turun dari mobil Raka, meninggalkan Raka dalam keheningan dan rasa sesak setelah mencerna semua ceritanya tadi. Ada banyak sekali pertanyaan di kepalanya dan banyak juga berbagai macam cara untuk membatalkan perjodohan itu.
            Salah satunya adalah membawa Zinde lari dari dunia.
            Tapi itu bukan jawaban yang tepat karena Raka sadar betul bahwa masih ada banyak sekali tanggung jawab yang harus dia kerjakan, begitu pula dengan Zinde. Maka pertanyaannya bagaimana caranya membuat Ayah Zinde yakin padanya? Bagaimana cara membatalkan perjodohan s****n itu?
            Karena terlalu banyak berpikir maka berhari-hari setelahnya Raka jadi tidak bisa fokus, bahkan dia sampai membawa seluruh pekerjaannya ke rumah dan tidak masuk ke kantor karena kondisinya yang jauh dari kata baik. Biarlah orang-orang di rumahnya kebingungan karena sikapnya kali ini, karena Raka sudah tidak bisa berpikir lagi, hal yang hanya bisa dia pikirkan saat ini hanya Zinde, Zinde dan Zinde.
            Raka hanya berharap bahwa ada sebuah keajaiban yang membantunya untuk keluar dari masalah sulit ini.