LOST IN MACAU.06

1315 Words
LIM.06 GILA JUDI         Butuh waktu tiga puluh menit hingga akhirnya aku sampai di rumahku. Baru saja turun dari motor milik Lee Zhang, aku segera berlari memasuki rumah. Terlihat ayahku terkapar di atas sofa tua dengan tubuh terluka dan merah lebam seperti habis dipukuli orang. Dengan wajah cemas aku melangkah mendekati ayahku dan berkata, “Ayah, apa yang terjadi? Kenapa bisa begini?”       Ayahku tidak menjawab pertanyaanku, ia hanya berbaring di atas sofa yang robek di berbagai sisi sambil memegang luka di wajahnya.  Sesekali ia mendesis merasakan sakit di tubuhnya. Aku yang tidak mendapatkan jawaban dari ayahku menoleh pada Bibi Fang Er yang berdiri di sudut ruangan menatapku dan ayahku. Beliau tidak berbicara sepatah katapun, beliau hanya mengedipkan matanya padaku seolang sedang memberi isyarat.       Kemudian aku menoleh pada Lee Zhang yang baru saja memasuki rumahku dan kembali menatap ayahku. Aku berjongkok di depan ayahku. Dengan sangat hati-hatin aku menyentuh bekas luka yang ada di wajah ayahku dan bertanya, “Ayah, kenapa ayah bisa terluka seperti? Siapa yang akan melakukan ini semua pada ayah? Aku akan meminta pertanggung jawabannya.”       Ayah yang sedang ku pegang wajahnya mengibas tanganya hingga tanganku terlepas. Ia menatapku dengan tajam dan berbicara dengan wajah kesal. “Jangan sentuh aku, kau menyakitiku. Ini semua karenamu.”       “Apa aku berbuat salah? Kenapa semua itu karenaku?”       “Karena kau tidak memberiku uang, hingga orang-orang memperlakukanku dengan kasar.”       “Apa ayah berhutang lagi? Kenapa ayah tidak memberi tahuku?”       “Bukankah sebelum kau pergi bekerja tadi aku telah meminta uangmu. Tapi kau tidak memberiku uang.”       Aku bangkit dari meluruskan tubuhku sembari berkata, “Kenapa yang ada di pikiran ayah hanya uang? Kenapa ayah tidak pernah ada dipikiran ayah?”       “Siapa bilang aku tidak memikirkanmu? Aku begini karena aku ingin membahagiakanmu. Aku ingin segera kaya dan tidak terus-terusan hidup miskin seperti sekarang ini.”       “Jika ayah benar-benar memikirkanku, berhentilah membuat masalah.”       Dengan wajah kesal ayahku bangkit dari pembaringannya dan duduk di sofa sambil memegang wajahnya yang terasa sakit. “Apa kamu bilang? Kau bilang aku selalu membuat masalah? Asal kau tahu, aku begini karena ibumu. Ibumu pergi meninggalkanku karena tidak sanggup hidup dalam kemiskinan. Aku sudah lelah hidup miskin. Aku tidak ingin hidup miskin lagi.”       Aku menghela nafas panjang dan berkata, “Aku tidak menyalahkan ayah. Maksudku, berhentilah keluar rumah untuk tujuan yang tidak jelas. Lebih baik ayah cari pekerjaan di luar sana.”       “Kenapa kau bicara seperti itu padaku? Apa kau sudah lelah mengurusku? Apa kau sudah tidak ingin memberiku uang lagi? Dasar anak tidak berguna.” Ayah berbicara dengan tatapan benci padaku.       Aku menunduk melihat ujung ibu jari kakiku dan berkata sembari meneteskan air mata, “Bukan begitu… Sedikitpun aku tidak lelah mengurus ayah. Aku sangat menyayangi ayah, hingga tua pun aku akan tetap mengurus ayah. Aku hanya ingin ayah hidup lebih teratur lagi seperti dulu. Dan bukannya aku tidak ingin memberi ayah uang lagi. Tapi aku sudah di pecat dari club malam tempatku bekerja. Jadi aku tidak ada pekerjaan paruh waktu lagi untuk mendapatkan uang lebih. Sekarang ini aku hanya bisa bekerja di pabrik makanan saja. Jadi saat ini aku mohon pada ayah, berubahlah. Setidaknya ayah bisa membelanjakan diri ayah sendiri tanpa berhutang pada siapapun. Untuk hal yang lainnya biar aku sendiri yang mencarinya.”       “Dasar anak tidak berguna. Disaat aku terluka seperti ini kau bukannya memberiku uang untuk menyelesaikan hutangku dan mengobati lukaku. Kau malah menceramahiku dengan omonganmu yang tak berguna itu.”       Ayah yang masih terluka bangkit dari sofa meluruskan tubuhnya. Beliau mengulurkan tangannya sambil beridiri di hadapanku, “Sekarang beri aku uang. Berlama-lama di dalam rumah membuatku serasa di neraka mendengar omonganmu yang sok suci itu.”       “Aku tidak memiliki uang lagi ayah. Yang ada hanya sisa gajiku untuk membayar sewa rumah yang hamopir jatuh tempo.”       “Berikan saja dulu padaku, nanti aku kan menggantinya.”           Aku menggelengkan kepala dengan lemah danm berkata, “Maaf ayah, aku tidak bisa memberikannya. Jika aku tidak bisa membayar uang sewa rumah, kita akan tinggal dimana? Rumah kita ini telah ayah gadaikan pada orang lain. Untuk bisa tinggal di rumah sendiri, kita harus membayar sewa pada orang lain.”       Ayah yang masih berdiri di hadapanku, dengan kasar menarik tasku dan mengambil amplop uang yang ada di dalam tasaku. “Aku tidak peduli itu. Yang penting beri aku uang.”       “Ayah….jangan bawa uangku. Itu untuk bayar sewa rumah.” Aku berteriak melihat punggung ayah yang berlari keluar rumah.       Lee Zhang yang berdiri di dekat pintu masuk rumah berusaha mencegah ayah dan berkata, “Paman… kembalikan uang Viera. Ia sudah bersusah payah mengumpulkannya.”       Ayahku tidak mempedulikan ucapanku dan ucapan Lee Zhang. Beliau terus berlari secepat mungkin hingga tak terlihat lagi. Lee Zhang yang sedang berusaha mengejarnya pun tidak bisa membawa ayah kembali pulang.       Aku yang melihatnya kembali dengan tangan hampa merasa sedih dan berkata, “Sudahlah, Kak. Tidak usah dikejar lagi.”       Air mataku menetes di pipi karena merasa sangat sedih. Perlahan-lahan tubuhku turun ke lantai dan menangis  sambil bersimpuh di lantai. Bibi Fang Er yang diam melihat semua kejadian tadi melangkahkan kakinya menghampiriku. Beliau berjongkok di hadapanku dan berkata, “Viera, jangan menangis lagi. Masih ada Bibi dan Lee Zhang. Kamu jangan bersedih lagi.”       Aku menghapus air mata yang mengalir di pipiku. Dengan suara serak aku berkata dalam pelukan Bibi Fang Er, “Aku sangat sedih, Bi. Kenapa hidupku seperti ini? Ibu meninggalkan aku saat aku masih kecil. Ayahku tidak pernah mempedulikanku. Ayah juga tidak pernah memikirkan perasaanku.”       “Bersabarlah, Nak. Semua akan berlalu. Kamu pasti akan merasakan kebahagiaan nantinya. Aku yakin gadis baik sepertimu akan mendapatkan jodoh yang baik. Sekarang bangunlah! Kamu pasti sangat lelah sepulang bekerja. Mandi dan beristirahatlah. Semoga esok akan lebih baik dari yang sekarang.”       Aku bangkit dari lantai di bantu oleh Bibi Fang Er. Beliau menuntunku duduk di sofa dan kembali berkata, “Sekarang istirahatlah, klamu sudah sangat lelah. Biar Lee Zhang yang menemanimu di sini mala mini.”       “Iya, istirahatlah Viera. Aku akan menemanimu malam ini.” Lee Zhang berbicara  sambil berjalan menghampiriku.       “Bibi… kakak… maaf aku selalu merepotkan kalian.”       Bibi Fang Er yang masih memelukku kini membelai rambutku dan berkata, “Tidak, Sayang. Kamu sama sekali tidak merepotkanmu. Kamu adalah anak dari sepupu jauhku, berarti kamu adalah putriku dan aku juga ibumu. Sudah sepantasnya aku merawat dan menjagamu. Meski kamu telah dewasa, kemau tetaplah putrid kecilku.”       “Terima kasih, Bi. Hanya Bibi dan Kakak yang selalu memperhatikan dan mempedulikanku.”       “Sama-sama Sayang. Sudah sepantasnya aku melakukannya.”       Aku merenggangkan pelukanku darin tubuh Bibi Fang Er dan berucap dengan suara serak, “Bibi, apa yang sebenarnya terjadi pada ayah? Kenapa ayahku bisa mengalami luka memar seperti itu?”       Bibi Fang Er terdiam sejenak lalu berbicara, “Tadi ayahmu diantar oleh dua orang temannya ke rumah. Temannya mengatakan bahwa ayahmu dipukuli orang-orang di tempat berjudian karena membuat onar.”       “Apa ayahku sering berjudi, Bi?” Aku bertanya dengan wajah kaget. Aku benar-banar tidak menyangka dengan apa yang aku dengar. Bertahun-tahun aku tinggal bersama ayah, aku tidak pernah tahu bahwa ayahku suka berjudi. Tidak ada seorang oun yang memberi tahuku bahwa ayahku suka berjudi.”       “Ya, Sayang. Ayahmu sangat suka berjudi. Bahkan itu semenjak kamu dilahirkan.” Bibi  Fang Er terdiam cukup lama dan kembali berkata. “Sekarang kamu sudah dewasa dan kamu sudah bisa memilih mana yang baik dan mana yang buruk. Aku pikir sudah saatnya aku memberi tahumu suatu hal.”       “Apa itu, Bi?”       “Sebenarnya salah satu penyebab kepergian ibumu adalah sifat ayahmu yang tidak pernah berubah. Ayahmu tidak bisa mengubah sifat gila judinya hingga ibumu tak sanggup menghadapinya lagi. Selama mereka berumah tangga, uang hasil gajinya selalu ia gunakan untuk berjudi. Bahkan ia sering tidak membawa uang pulang untuk memenuhi kebutuhan kalian. Hal itu membuat ibumu tak sanggup lagi dan pergi.”       “Tapi kenapa ibu meninggalkanku? Kenapa ibu tidak membawaku pergi bersamanya?”       “Karena membawamu saat itu terlalu berbahaya. Saat itu ibumu pergi tanpa membawa apa-apa selain pakaian yang ada di tubuhnya.”       “Apa Bibi tahu dimana ibuku sekarang?”       Bibi Fang Er kembali terdiam seolah bingung hendak menjawab apa padaku. Dengan sedikit gugup Bibi Fang Er menjawab, “Sampai sekarang Bibi tidak tahu pasti dimana keberadaan ibumu.”       Beberapa saat kemudian  Bibi Fang Er bengkit dari sofa dan menarikku untuk bangun dan mendorongku ke kamar. “Ayo sekarang mandi. Setelah itu beristirahatlah di kamar. Sekarang sudah subuh. Biar Lee Zhang yang menemanimu di rumah mala mini. Ia akan tidur di sofa ini.”       Aku yang didorong Bibi Fang Er memasuki kamar hanya bisa mengikutinya karena tidak tahu harus berkata apa. Aku masih larut dengan pikiranku sendiri memikirkan semua yang terjadi dalam hidupku.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD