"Dinda, ini sudah keterlaluan, meskipun ini bukan termasuk penyiksaan fisik, tapi ini tetap saja masuk dalam kategori suami dzolim, kalau begitu aku bersedia membantumu untuk membangun sebuah perusahaan kecil, di sana nanti akan ada aku dan Wulan yang mengajarimu sampai kau sukses," ucap Pandu yang menatap tegas ke arah Dinda, ingin membantu sahabatnya itu agar bisa keluar dari zona siksaan batinnya itu.
"Kamu benar Pandu, dan aku setuju padamu. Kita buat Rehan menyesal karena telah melepaskan berlian demi sebutir permata yang tidak begitu berharga itu, kita lah yang berjuang demi Dinda dan juga Arka," tegas Wulan setuju dengan ide yang diberikan oleh Pandu.
"Terima kasih banyak untuk simpati kalian, aku benar-benar merasa memiliki teman sekarang, aku merasa kalau aku memang harus bangkit demi Arka, putraku. Aku siap, aku siap lahir dan batin untuk belajar dengan kalian, aku siap dengan modal yang kumiliki dan tekat yang juga sudah ku kantongi, aku akan menjadi wanita karir serta mandiri sekarang ini," ucap Dinda dengan penuh semangat.
"Itu harus! Kau adalah seorang sarjana Dinda, dan kecerdasan mu tidak boleh diremehkan, kau menjadi lugu dan feminim itu karena kau harus menjadi seorang istri. Tapi sekarang, lupakan hal itu, ingat lah bahwa kau adalah seorang ibu yang harus bertanggung jawab atas masa depan putranya." jelas Wulan yang mengobarkan api semangat untuk Dinda.
Sama halnya dengan Pandu yang saat itu terlihat sangat bersemangat dalam mendukung Dinda. Dan mereka pun mulai membicarakan bisnis yang akan dijalani oleh Dinda di tempat itu juga, dengan modal yang telah dikumpulkan oleh Dinda tanpa sepengetahuan dari Rehan, sudah lebih dari cukup untuk mengeluarkan modal bisnis yang akan digeluti oleh Dinda. Dan Wulan, serta Pandu pun tidak membiarkan Dinda berjalan seorang diri, mereka membantu dengan ide, kerja keras, juga modal yang akan mereka pinjamkan pada Dinda apabila itu dibutuhkan.
Sebuah bisnis kecantikan di pilih oleh Dinda ketika mendapatkan banyak tawaran bisnis yang disajikan oleh Wulan dan juga Pandu, mereka pun sama sekali tidak keberatan ketika Dinda memilih hal tersebut. Mereka mendukung penuh keputusan yang dipilih oleh Dinda.
"Oke, deal ya, kita akan memulai bisnis ini segera," ucap Wulan melempar senyum pada Dinda.
"Ya, aku siap untuk memberikan semua uang yang ku punya untuk bisnis ini, dan aku akan langsung mengoperasikannya jika dana ku benar-benar cukup," seru Dinda dengan semangat.
"Cukup, lebih dari cukup Dinda. Uang yang kau miliki adalah modal utama bagi orang yang ingin membuka sebuah bisnis, dan kamu sudah mengantongi banyak sekali uang, jadi kau jangan khawatirkan itu." jawab Pandu melempar senyum menatap Dinda.
Dinda pun tersenyum lega ketika Pandu dan Wulan berbicara seperti itu, setalah meeting penting itu selesai, Dinda pun memutuskan untuk pamit pada mereka, karena ia harus kembali ke rumah dan menjadi ibu dari putra yang ia tinggalkan, kepergian Dinda pun dipersilahkan oleh Wulan dan juga Pandu yang masih berada di tempat itu.
"Kasihan sekali nasib Dinda, mengapa wanita sebaik itu justru mendapatkan suami yang tidak punya hati seperti Rehan," ucap Pandu membahas tentang Dinda di hadapan Wulan.
"Dinda kurang beruntung soal percintaan, seharusnya memang sebelum ia memutuskan untuk menikah, dia harus memikirkan hal ini baik-baik, karena sangat disayangkan sekali, Dinda bukan wanita biasa, di kampus dia selalu mendapatkan nilai terbaik dalam setiap pelajarannya, salah besar jika meletakkan Dinda di barisan belakang, dan aku sangat mendukung ketika Dinda memutuskan untuk melangkah maju tanpa sepengetahuan dari Rehan, karena kalau dia tahu, sudah pasti dunianya tidak akan baik-baik saja," seru Wulan yang menatap penuh kemarahan saat itu.
"Untuk itulah, kita perlu ada di samping Dinda, karena selain dia adalah wanita yang tersakiti, dia juga wanita yang butuh dengan perhatian agar hatinya bisa sembuh dari luka yang ia derita selama ini. Wulan, kita bisa menjadi salah satu alasan Dinda untuk melanjutkan hidupnya yang tertunda." jelas Pandu menatap wajah Wulan dengan serius.
Wulan mengangguk setuju, mereka bersepakat untuk ada di samping Dinda sampai semua usaha dan kerja kerasnya membuahkan hasil, dengan tekat dan keseriusan Dinda itu lah yang akan menjadikan jalan nya terasa mudah dan lurus, apalagi saat itu Dinda memiliki dua partner yang siap melayani kapan pun ia membutuhkannya.
Di tempat lain, Dinda sudah tiba, ia berpamitan pergi untuk membeli keperluan Arka pun ia penuhi dengan membeli beberapa barang rumah tangga dan keperluan, karena untuk menutupi bahwa ia sedang pergi merencanakan sesuatu di belakang Rehan. Saat itu Dinda sudah tidak melihat adanya Intan, Rehan seorang diri tengah duduk di ruang tamu. Kedatangan Dinda menjadi sorotan perhatian dari Rehan yang sejak tadi merasa gelisah karena kepergian Dinda yang terlalu lama.
"Dinda, kamu belanja apa aja si, kenapa lama banget keluarnya?" tanya Rehan menatap sedikit kesal.
"Aku belanja keperluan Mas, memangnya kenapa si," sahut Dinda yang merasa aneh dengan pertanyaan Rehan.
"Nggak biasanya kan kamu pergi selama ini Dinda, apalagi kamu pergi dengan meninggalkan Arka, apa kamu nggak kasihan kalau dia haus dan butuh asi!" celetuk Rehan marah.
"Aku nggak terlalu lama kok Mas, aku membatasi waktu keluar ku, lagian sejak kapan kamu perduli sama Arka? Aku ingat-ingat lagi, sejak Arka lahir kamu nggak pernah loh cemasin dia," ucap Dinda merasa aneh.
"Dinda, hati-hati ya bicaranya, jangan kelewat batas! Kalau pun aku nggak bisa kasih perhatian buat Arka dan waktu buat dia, setidaknya kamu jangan ikut-ikutan kayak aku, harusnya kamu tetap ada di rumah tanpa harus meninggalkan Arka. Atau lain kali kalau kamu mau belanja, mending kamu bawa aja Arka, jangan kamu tinggal kayak gini." jelas Rehan yang langsung pergi berlalu meninggalkan Dinda.
Saat itu Dinda merasa aneh dengan sikap Rehan, namun setelah di pikir-pikir lagi, Dinda justru memilih untuk tidak peduli. Ia memutuskan untuk masuk ke kamar dan mengecek keadaan Arka, saat itu bi Iyas sedang mengajaknya bermain, dan saat menyadari bahwa Dinda pulang, bi Iyas pin menyapa Dinda dengan senyuman.
"Non, Non udah kembali," sapa bi Iyas melempar senyum.
"Sudah Bi. Bi, apa Arka tadi nangis dan rewel?" tanya Dinda memastikan.
"Enggak kok Non, den Arka dari tadi nggak rewel, dan dia dalam keadaan tenang," ucap bi Iyas memberitahu.
"Oh, begitu ya, syukur lah Bi," Dinda meraih Arka dan menggendongnya.
"Memangnya kenapa, Non?" lirih bi Iyas bertanya.
Dinda pun menjelaskan semua yang baru saja terjadi pada dirinya, menjelaskan sikap Rahan yang tiba-tiba berubah padanya. Dan saat itu bi Iyas pun merasa aneh ketika mendengar cerita dari Dinda, ia tidak percaya dengan cerita dari Dinda, karena sejak Dinda pergi, Rehan sama sekali tidak menengok Arka yang sedang bersama dengan bi Iyas.
Bi Iyas pun tidak berbohong, ia mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Bahwa Arka memang tidak pernah datang mendatangi putranya, ia justru sibuk bersama Intan sampai semua urusan mereka berdua selesai.
"Sebenarnya ada apa ya Bi, kenapa mas Rahan bicara kayak gitu?" tanya Dinda penasaran, sambil duduk memberikan asi pada Arka.
"Jangan mudah terpengaruh Non, mungkin tuan bicara seperti itu karena tidak mau jika Non terlalu lama berada di luar rumah, tapi apa urusannya Non, sementara tuan saja tidak betah kan di rumah. Non, sebenarnya aku tidak tertarik membahas tentang ini, aku justru lebih tertarik dengan bagaimana rencana Non dengan teman baik Non itu?" bi Iyas langsung mengganti topik saat itu.