Bi Iyas yang sudah membuat Arka tertidur itu, memutuskan untuk menemui Dinda, ia tahu bahwa saat ini Dinda sedang gelisah, memikirkan suaminya yang tidak kunjung pulang. Wajahnya yang cemas itu terkejut ketika melihat bi Iyas datang menemui dirinya.
"Bi, Arka udah tidur? Kok Bibi udah keluar?" tanya Dinda.
"Udah Non, meskipun sulit sekali membuat den Arka tidur, tapi mungkin den Arka sudah lelah dan memutuskan untuk tidur. Non, mau sampai kapan Non berada dalam ketegangan seperti ini, Non tahu tidak, kalau hatinya Non terus saja dalam kegelisahan dan tidak berusaha untuk tenang, den Arka pun akan merasakan hidup seperti itu, den Arka akan merasa gelisah dan tidak tenang seperti yang Non rasakan," ucap bi Iyas yang mencoba untuk menyadarkan Dinda, bahwa saat ini Dinda sudah berada dalam situasi yang membuat Arka sama seperti dirinya.
"Bi, aku tidak puas dengan uang 50 juta setiap bulannya, aku tidak puas hanya dengan mendapatkan uang, sementara aku melihat langsung suami ku bersama dengan wanita lain, hatiku sakit Bi, sangat sakit," lirih Dinda mengeluh, ia menangis di hadapan bi Iyas kala itu.
"Ya, aku tahu Bi, aku sangat sadar sekali bagaimana perasaan Non saat ini, tapi apa Non tidak kasihan jika den Arka juga ikut merasakan hal yang Non rasakan? Non, Non memang berada di posisi yang sangat sulit, tapi Non harus memilih salah satu antara den Arka atau tuan Rehan, karena jika Non tidak bisa memilih salah satu, aku takut den Arka lah yang akan kalah." jelas bi Iyas yang mencoba untuk menyadarkan Dinda.
Dinda merasa takut kala itu, ia menyeka air matanya. Dan mencoba untuk tenang seperti yang diminta oleh bi Iyas, malam sudah sangat larut, kini jam sudah menunjukkan pukul dua dini hari, bi Iyas menemani Dinda sampai ia memutuskan untuk masuk ke kamar. Dan ia tidak beranjak dari tempat itu sebelum Dinda kembali ke kamarnya.
"Bi, tolong jangan seperti ini, kau tidurlah, karena ini sudah sangat malam, kau jangan ikut seperti aku, karena pekerjaan mu besok pagi akan sangat banyak," ucap Dinda yang kala itu meminta bi Iyas untuk istirahat.
"Tidak mau Non, Non jangan pedulikan aku, jika Non sendiri tidak memperdulikan diri Non," seru bi Iyas yang saat itu tidak mau mendengar ucapan Dinda.
"Bi, kenapa Bibi seperti itu, sudah kukatakan tidak usah pedulikan aku, kenapa Bibi melawan," omel Dinda marah.
"Kalau begitu biarkan aku saja di sini bersama Non, kalau Non tidak mau tidur juga, maka aku akan tetap ada di sini." jelas bi Iyas terus saja melawan.
Dinda tidak ada pilihan lain, ia sebenarnya merasa senang karena bi Iyas begitu sangat peduli padanya, saat ini tidak ada yang lebih perhatian padanya selain bi Iyas, Dinda pun akhirnya mengalah dan memutuskan untuk masuk ke kamar. Agar bi Iyas juga bisa istirahat di kamarnya, saat mendengar bahwa Dinda akan tidur, bi Iyas pun memutuskan untuk tidur, ia lega karena akhirnya Dinda mau mengalah.
***
Saat pagi tiba, Rehan terbangun dari tidurnya. Melihat Intan sudah tidak ada lagi di atas ranjang bersamanya, membuat Rehan ikut bangkit mencari kekasih nya. Saat keluar dari kamar, Rehan melihat pemandangan yang sangat indah, yaitu melihat Intan sedang menyiapkan sarapan pagi untuk dirinya dan juga kekasihnya. Rehan melempar senyum menyapa Intan kala itu.
"Selamat pagi Mas," Intan tersenyum menatap wajah Rehan.
"Sayang, kamu menyiapkan sarapan pagi untuk kita?" tanya Rehan melempar senyum.
"Ya sayang, aku menyiapkan sarapan pagi untuk kita, kau tahu ini adalah momen langka untukku, kau bisa menemaniku dari semalam sampai pagi ini, aku sangat senang sekali," seru Intan bergelayutan di leher Rehan.
"Kau manis sekali Intan, aku sangat bahagia melihatmu bersikap manja seperti ini padaku. Kalau begitu aku ingin mencuci muka ku dulu, setelah itu kita akan sarapan pagi bersama." jawab Rehan melempar senyum lalu masuk kembali ke kamar.
Intan melempar senyum, lalu ia memutuskan untuk duduk di meja makan menunggu kedatangan kekasihnya, Intan tersenyum sangat puas ketika Rehan justru memilih untuk menghabiskan waktunya bersama dengannya. Dan tak lama kemudian Rehan keluar dari kamar menemui Intan.
"Sekarang aku siap untuk sarapan pagi bersamamu," ucap Rehan melempar senyum.
"Makasih ya Mas, kamu ada di saat aku seperti ini, aku butuh kamu Mas, aku sangat butuh kamu, aku ingin kamu menikahi aku," seru Intan yang tiba-tiba mengatakan hal itu.
Uhuk... Uhuk...
Saat Rehan sedang meneguk air mineral di sebuah gelas, tiba-tiba ia tersedak ketika mendengar permintaan Intan padanya, ia tidak menyangka jika Intan secepat itu meminta untuk dinikahi olehnya.
"Mas, kamu kenapa?" tanya Intan yang memegang pundak Rehan.
"Nggak papa sayang, aku nggak papa, aku kurang hati-hati saat minum tadi," ucap Rehan melempar senyum tipis.
"Ya ampun, makanya pelan-pelan dong Mas, apa kamu terkejut karena aku meminta kamu untuk menikahi aku?" tanya Intan dengan tatapan serius.
Rehan membalas tatapan Intan, apa yang Intan minta itu cukup sulit untuk ia kabulkan saat ini, karena tidak mungkin Rehan mengabulkan permintaan Intan, bisa-bisa ia akan mati dibunuh oleh kedua orang tua Dinda dan juga Bram, kakak kandung nya jika sampai kabar itu sampai terdengar.
"Sayang, aku mencintaimu, tapi aku ingin kau sabar dalam menghadapi hubungan kita, aku perlu waktu cukup banyak untuk rumah tanggaku dengan Dinda, meskipun di sini aku sudah tidak ada lagi rasa cinta, tapi kamu tahu kan, kalau Dinda adalah pilihan kakak ku Bram, jadi kau harus tenang sampai Dinda sendiri lah yang meminta perpisahan dariku," ucap Rehan yang mencoba untuk membujuk Intan.
"Tapi mau sampai kapan Mas, aku sudah lama menunggu momen ini, aku takut kalau Dinda tidak akan melepaskan kamu, coba saja lihat apa yang sudah kau lakukan padanya saat bersama ku, tapi dia masih saja kan berusaha untuk mempertahankan mu," seru Intan cemas.
"Jangan khawatir sayang, kau tidak perlu berpikir sependek itu, aku yakin suatu saat nanti Dinda akan lelah." jelas Rehan mencoba untuk terus membujuk Intan.
Intan menghela nafasnya pelan, lalu ia akhirnya memutuskan untuk mengikuti saja permintaan Rehan, saat itu Intan memilih untuk mengajak Rehan sarapan, karena takut makanan yang akan ia santap akan terasa dingin jika menunggu nanti-nanti.
Melihat Intan yang seperti nya merasa kecewa, Rehan terlihat tidak tenang dan cukup gelisah, memikirkan bagaimana caranya agar Intan kembali ceria seperti sebelumnya. Hingga akhirnya ia memiliki cara untuk membuat mood Intan kembali baik seperti sebelumnya.
"Sayang, setelah sarapan ini aku akan mengajak mu bertemu dengan Dinda," ucap Rehan dengan semangat.
"Mau ngapain Mas?" tanya Intan menatap Rehan.
"Aku ingin dia bertanggung jawab atas perbuatannya padamu, aku ingin dia minta maaf padamu," seru Rehan.
"Apa kau yakin Dinda akan melakukan itu Mas, aku rasa Dinda tidak akan melakukan itu padaku," sahut Intan ragu.
"Kenapa harus ragu sayang, ini adalah salah satu cara agar Dinda semakin sadar bahwa kau adalah yang terpenting bagiku, aku akan menggunakan ini sebagai cara agar dia mau lepas dariku." jelas Rehan melempar senyum.
Meskipun tidak yakin, namun Intan akhirnya setuju dan memutuskan untuk mengikuti saja ajakan Rehan, lalu setelah itu mereka pun memutuskan untuk pergi ke rumah Rehan untuk bertemu dengan Dinda.
Saat itu Dinda sedang bermain dengan Arka di ruang kelurga, terlihat Dinda berusaha keras untuk tersenyum bahagia saat bersama dengan Arka. Begitu juga dengan bi Iyas yang melihat dari kejauhan, terlihat begitu sangat senang ketika Dinda tersenyum dan tertawa bersama dengan Arka. Namun, kedatangan Rehan dan Intan memudarkan senyuman Dinda saat ia menyadari kedatangan sang suami bersama dengan selingkuhannya.