Bab 2. Setelah 7 Tahun

1435 Words
Ethan benar-benar dibuat kaget akan kedatangan Nindy yang tak disangka-sangka itu. Ia yang semula duduk sontak berdiri demi menatap Nindy lekat-lekat. Kini Nindy melangkah ke arahnya, langkah kaki wanita itu seperti sangat lambat sekali. Ethan merasa cukup tidak sabar, menatap wanita itu membuatnya teringat akan kejadian 7 tahun lalu. Ethan menunggu bagaimana respon Nindy kepada dirinya. Ketika Nindy berhenti tepat di hadapannya ia seperti ingin mengatakan sesuatu namun tertahan di kerongkongan. "Nin—" "Suster Nindy!" Suara panggilan dari dalam ruangan memutuskan kontak mata antara keduanya. Nindy melirik Ethan sekilas sebelum kemudian masuk ke dalam ruang IGD. "Suster? Dia bekerja disini?" batin Ethan bertanya pada dirinya sendiri. Ethan menggelengkan kepalanya karena rasa kaget yang luar biasa. Setelah 7 tahun, kenapa wanita itu tiba-tiba muncul di hadapannya? Wanita itu tidak seharusnya datang lagi ke hidupnya. Setiap kehadirannya membuat rencana yang sudah tersusun rapi dalam hidupnya hancur berantakan. "Antoni, kau melihat Nindy tadi? Wanita tadi ... dia Nindy bukan?" Ethan bertanya kepada Antoni, merasa ingin meyakinkan jika apa yang dilihat tidak salah. "Tadi memang Nona Nindy, Tuan." Ethan tersenyum pahit, ia mendongak menatap langit-langit rumah sakit lalu menghempaskan tubuhnya ke kursi kembali. Sungguh? Rasanya ia ingin memaki dengan sangat kasar sekarang. Ethan yang seharusnya memikirkan tentang istrinya justru dibuat memikirkan hal yang tak seharusnya. Nindy—wanita malang yang 7 tahun lalu telah ia buang tiba-tiba muncul di hadapannya tanpa permisi. Bahkan Ethan sengaja tidak ingin mencaritahu kabarnya selama ini karena hal itu hanya akan menimbulkan gejolak perasaan gila yang sejujurnya sangat Ethan benci sekali. Pintu ruang perawatan terbuka membuat Ethan melirik. Seorang dokter keluar dari sana sehingga Ethan segera bangkit. "Bagaimana keadaannya, Dok?" tanya Ethan langsung. "Maaf, Tuan. Apakah sebelumnya istri Anda pernah mengalami hal seperti ini?" "Mengalami seperti ini bagaimana, Dokter?" Ethan bertanya bingung. "Istri Anda mengalami keguguran, Tuan." "Keguguran? Apakah dia hamil?" Ethan kaget pastinya. Setahunya Julia belum hamil karena setiap bulan wanita itu datang ke kamarnya pada masa subur yang berarti mereka harus melakukan hubungan guna menghasilkan keturunan. Ethan pun tak pernah memperhatikan tubuh Julia karena dirinya selalu mabuk. Atau sebenarnya .... "Menurut hasil pemeriksaan, janin yang dikandung Nona sudah berusia 4 bulan Jadi kami harus melakukan kuret guna mengeluarkan jaringan dalam rahim istri, Anda." "s**t!" Ethan tanpa sadar mengumpat seraya mengepalkan tangannya erat sekali. "Bagaimana, Tuan? Jika setuju silahkan mengurus berkas-berkasnya terlebih dulu. Kami akan menyiapkan ruang operasinya," ujar Dokter lagi. Ethan mengangguk seraya mengibaskan tangannya. Begitu dokter itu pergi ia langsung memukul tembok dengan keras. "Wanita licik itu menipuku lagi, ini kedua kalinya dia menipuku. Arghhhhhhhh!" Ethan benar-benar sangat marah sekali rasanya. Merasa dibodohi karena Julia menggunakan alasan masa subur hanya demi bisa naik ke ranjangnya. Pintu ruang perawatan itu kembali terbuka namun Ethan masih bergeming karena terlalu marah. Hanya saja tiba-tiba terdengar suara lembut di telinga sehingga membuatnya menoleh segera. "Maaf, Tuan. Bisa tolong mengisi data-data tentang istri, Anda? Saya akan menyiapkan formulirnya terlebih dulu. Mari ikut saya," tutur Nindy pelan sekali dan juga halus. Tatapan matanya sangat datar pun dengan wajahnya yang dingin. Dirinya segera beranjak terlebih dulu ke ruang rekam medis untuk menyiapkan berkas. Ethan terkekeh-kekeh sinis mendengar kalimat yang Nindy lontarkan. "Tuan? Bahkan dia tidak asing dengan diriku, cih!" Nindy sampai di ruang rekam medis yang sangat hening. Memang sudah menjadi hal biasa seperti itu karena ia kebagian sift malam. Tanpa membuang waktunya Nindy segera duduk di kursi seraya mengambil formulir yang diperlukan. Ia berusaha keras untuk tetap tenang di hadapan pria yang telah menorehkan luka dalam di hatinya itu. "Silahkan duduk, Tuan." Ethan menyeringai, melihat sosok Nindy membuatnya cukup penasaran juga bagaimana kabar wanita itu. Jika dilihat-lihat, Nindy semakin cantik saja. Tubuhnya juga semakin menggoda meski dibalut pakaian tertutup. "b*****t! Dia memang sangat cantik sejak dulu!" batin Ethan mengumpat. "Atau sekarang semakin cantik?" Brengsek sekali bukan? Ethan bahkan mulai merasakan hasrat yang liar dan tak seharusnya hanya karena melihat wanita itu. "Siapa nama istri, Anda?" Nindy mulai bertanya. Sialnya suara itu tiba-tiba tercekat saat menyebut kata istri. "Julia Aurora Leonard." Ethan menjawab tenang sekali. Bahkan sengaja menambahkan nama dirinya di belakang. Ingin melihat bagaimana respon Nindy setelah ini. Ethan ingat sekali wanita ini menangis gemeteran saat dulu ia mencampakkannya. Bahkan ia sangat ingat bagaimana dulu wanita ini meminta sebuah hal yang sampai sekarang tak pernah ia wujudkan. "Umur?" Nindy tetap melakukan tugasnya, benar-benar berusaha untuk tidak menangis lagi hanya demi b******n yang satu ini. "Coba tebak, berapa umurnya?" Ethan mengikis jarak antara mereka, berdiri seraya menumpukan kedua tangannya pada meja. Nindy mulai geram akan tingkah Ethan. Ia tidak ingin mengangkat wajah karena ia tahu b******n itu ada tepat di depannya. "Jika datanya cepat diisi, istri Anda juga akan segera ditangani. Mohon kerjasamanya, Tuan." "Kau memintaku bekerja sama, tapi kau lupa bagaimana harusnya kau bersikap sopan. Saat berbicara dengan orang, tatap lawan bicaramu!" sergah Ethan masih belum melepaskan Nindy sedikit pun dari tatapan matanya. Kesabaran Nindy habis, ia meletakan bolpoin yang dipegang lalu mengangkat wajahnya. Bangsatnya saat matanya terangkat ia langsung disambut tatapan tajam dari mata hitam kelam Ethan. Ethan tidak mengatakan apa pun, ia hanya menatap wajah Nindy lekat-lekat. 7 tahun, nyatanya tidak ada yang berubah sedikit pun. Wanita itu masih sangat cantik meski tidak menggunakan riasan apa pun. Melihat wajah wanita itu membuat Ethan kembali dilanda perasaan menyebalkan yang sulit untuk dipahami. Tangannya bergerak ingin menarik wanita itu dan menciumnya sampai puas namun akal sehatnya masih melarang. "Sudah, saya sudah menatap, Anda. Silahkan isi data-datanya agar pekerjaan saya cepat selesai," ujar Nindy mendorong formulir pendaftaran itu ke arah Ethan. Ethan melirik formulir itu, tidak ingin menyentuhnya sama sekali. Ia menegakkan tubuhnya lalu tanpa diduga mendekati Nindy dengan langkah pelan. "Tuan mau apa?" Nindy buru-buru bangkit, sejak tadi sudah berusaha tenang namun kini ia sangat panik saat melihat Ethan mendekat. "Lebih baik selesaikan pendaftaran ini, istri Anda akh!" Tubuh Nindy tiba-tiba terangkat ke atas meja tatkala Ethan menyeruak maju dan tanpa ragu mendorongnya di sana. Nindy semakin panik, berusaha untuk berdiri tapi bahunya di tahan oleh Ethan. "Tuan jangan macam-macam, saya akan teriak!" ancam Nindy memberikan tatapan tajam pada Ethan. Ethan tersenyum sinis, dengan kasar ia menarik leher Nindy seperti ingin mencekiknya. "Akh!" "Baru 7 tahun tidak bertemu denganku, apakah kau menjadi lupa ingatan? Hentikan panggilan bodoh itu!" Sorot mata Ethan gelap sekali. Dadanya diliputi amarah yang tak bisa dikendalikan karena sikap Nindy yang seolah tidak mengenalnya. Nindy yang mendengar itu justru tertawa kecil. Nyaris tanpa emosi sama sekali. Atau mungkin memang sudah mati rasa hingga ketika rasa nyeri di hatinya tumbuh tak dihiraukan sama sekali. "Memang sudah seharusnya seperti itu, mainan yang rusak sudah sepantasnya aku buang." Masih terekam jelas dalam benak Nindy ketika 7 tahun lalu Ethan membuangnya seperti sampah yang tidak berperasaan sama sekali. Kini b******n itu justru bertingkah seolah tidak pernah terjadi apa pun? "Saat sebuah mainan sudah di buang, maka dia tidak akan mengingat lagi siapa orang yang telah membuangnya. Bahkan saya lupa jika pernah bertemu dengan Anda sebelumnya," ujar Nindy lirih. "Oh." Ethan terkekeh-kekeh ketika melihat ekspresi tak biasa dari Nindy. "Aku menganggap ini bentuk kemarahanmu padaku. Tidak ada gunanya juga untukku, lupakan!" Ethan menghempaskan Nindy cukup kasar lalu menjauhkan tubuhnya. Nindy mendesis pelan dengan mata terpejam, emosinya benar-benar diuji setiap bertemu dengan Ethan. Ia segera turun dari atas meja namun secara tak terduga Ethan tiba-tiba menarik pinggangnya dengan kasar seraya mendekatkan wajahnya. "Ethan!" Nindy reflek berteriak karena begitu kesal. Mendorong bahu Ethan dengan sangat kasar. "Kau masih mengingat namaku." Ethan mengulas senyum tipis dengan wajah yang sangat puas sekali. Pria itu tiba-tiba menunduk membuat Nindy memalingkan wajahnya, tak ingin b******n itu melakukan apa pun padanya. "Tubuhmu juga masih mengenali sentuhanku, Nindya Putri ...." Perlahan Ethan membenamkan wajahnya pada leher Nindy yang harum. Bangsatnya gejolak perasaan yang gila itu kini kembali tumbuh membuat Ethan rasanya ingin menerkam Nindy sekarang. Namun, tiba-tiba terdengar isak tangis dari wanita yang dipeluknya. Ethan melirik Nindy yang menangis dengan tubuh gemetaran. Ethan mendesis kesal lalu melepaskan Nindy dan menjauhkan tubuhnya. "Kau kembali menangis karena aku? s**t!" Ethan mengumpat geram lalu tanpa melakukan apa pun ia segera beranjak dari tempat itu. Jika terus di sana ia mungkin benar-benar akan menghabisi Nindy sampai meminta ampun. "Tidak seharusnya kau kembali di hadapanku, Nindy. Arghhhhhhhh perasaan sialan ini tidak boleh aku biarkan lagi!" maki Ethan dalam hatinya. Nindy semakin terisak-isak dan perlahan tubuhnya luruh di lantai. Sikap Ethan ini membuat kebenciannya semakin menjadi-jadi kepada pria itu. Justru melihat Ethan lagi membuat ia ingat tentang kejadian menyiksa 7 tahun lalu. Dimana ia yang seharusnya masih bisa melanjutkan kuliah demi membanggakan orang tuanya, justru harus menerima kenyataan pahit saat dinyatakan hamil anak b******n itu. "Kau menolak saat aku meminta pernikahan, ternyata kau justru menikahi wanita lain," lirih Nindy dalam hatinya. Bersambung~
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD