PART. 2 FAUZIYA EFFENDI

1215 Words
Tiba di bandara. Abizar mengedarkan pandangan Dari kejauhan dilihat seorang gadis berambut merah, dan berkulit putih pucat, terlihat sangat mencolok diantara orang-,orang disekitarnya, tengah melangkah seraya menatap sekeliling, tengah mencari-cari dengan pandangan matanya. Tatapannya menemukan Abizar yang membawa kertas bertuliskan nama Fauziya Effendi. Gadis itu mendekat, dan berdiri tepat di hadapan Abizar Tingginya sebatas dagu Abizar yang memiliki tinggi 183 cm "Maaf, saya Fauziya effendi dari Turki. Apakah anda yang dikirim oma menjemput saya?" tanya gadis itu. Abizar menatap gadis di depannya dengan seksama, tidak ada yang menunjukan kalo gadis ini adalah si chubby Ziya, selain rambut merah, dan kulit putih pucatnya 'Tapi wajahnya sama dengan yang difoto,' gumam Abizar dalam hati "Ya, saya yang diminta oma anda untuk menjemput," jawab Abizar. 'Hmmm ... sepertinya Oma Arnita tidak mengatakan pada Zoya kalau aku yang menjemputnya. Dan Ziya mungkin sudah lupa denganku,' gumam Abizar lagi di dalam hati "Barang anda?" tanya Abizar Ziya menggelengkan kepalanya. "Saya hanya membawa ini saja. Barang-barang saya sudah dikirimkan, bersama barang kakek,?dan nenek saya beberapa hari lalu," katanya menjelaskan. Abizar menganggukkan kepala. "Baiklah, ikuti saya. Saya akan mengantar anda ke rumah Oma anda," kata Abizar. Kepala Ziya mengangguk, ia mengikuti langkah Abizar menuju mobil. 'Supir oma ganteng banget, tapi kok aku merasa pernah melihat dia, di mana ya?' Ziya menatap punggung Abizar yang berjalan di depannya. Mereka masuk ke dalam mobil. Abizar menghela nafas karena Ziya duduk di jok belakang. Abizar jadi merasa seakan ia jadi sopir Ziya. Tak ada pembicaraan dalam perjalanan di antara mereka berdua. Ziya sibuk dengan ponselnya, Abizar sibuk dengan jalan di depannya Tiba di tujuan, rumah omanya Ziya, Abizar, dan Ziya ke luar dari mobil. Oma Arnita menyambut mereka "Aduuh cucu Oma tambah cantik saja. Bagaimana perjalanannya, Sayang?" Oma Arnita memeluk, dan mencium cucunya. "Lancar, Oma," jawab Ziya Arnita menatap Abizar "Terima kasih ya, Ezar sayang, sudah bersedia menjemput Ziya." Mendengar Omanya menyebut nama Ezar, Ziya menatap Ezar dengan pandang tak percaya kalau yang menjemputnya adalah pria cinta pertamanya. "Ezar? Maksud Oma ini ... Bang Ezar?" tunjuk Ziya ke arah Abizar "Loh, memangnya tadi kamu kira dia siapa, Ziya?" tanya Arnita. Ziya diam saja, tidak enak menjawab kalau tadi ia mengira Abizar supir Omanya. "Jangan bilang kalau kamu pikir dia supir Oma," kata Arnita Wajah Ziya memerah. 'Maafkan ya, Zar kalo tadi sudah dikira Ziya kamu supir Oma," kata Arnita ke Abizar. Abizar tersenyum. "Tidak apa, Oma. Oke, tugasku sudah selesai. Aku pamit pulang, Oma." Abizar meraih tangan Arnita, dicium punggung tangan Tante bundanya itu. "Makan di sini saja, Zar," tawar Arnita. "Terima kasih, Oma. Mohon maaf, aku sudah ada janji dengan teman," tolak halus Abizar. "Permisi, Oma, Ziya. Assalamualaikum," pamit Abizar. "Waalaikum salam." Abizar melangkah pergi. Ziya hanya diam menatap punggung Abizar. 'Sikapnya masih seperti dulu. Tak ada yang berubah,' kata hati Ziya. "Kenapa?" tanya omanya tiba-tiba Ziya tersenyum malu, kepalanya menggeleng pelan. "Bang Ezar ganteng sekali ya, Ziya. Banyak gadis yang mengantri ingin menjadi istrinya," kata Arnita, sambil merangkul bahu cucunya mengajak masuk ke dalam. Ziya hanya diam saja. ***** "Assalamuallaikum." Abizar masuk ke rumah, dilihat ayah, dan bundanya duduk di sofa ruang tengah sambil menonton berita di tv. Sama seperti saat ia tinggalkan tadi "Waalaikum salam, sudah salat, Zar?" Suara ayahnya yang bertanya. "Sudah, Ayah," jawab Abizar. "Sudah makan belum, Sayang?" tanya Arini "Sudah, Bunda," jawab Abizar lagi. "Bagaimana tadi, sudah bertemu dengan Ziya, Bang?" Arini menatap putranya. "Iya, sudah." Kepala Abizar mengangguk. "Cantik'kan? Waktu kami ke Turki dua tahun lalu, Ziya yang mengantar kita jalan-jalan. Sayang sepupu, coba kalau tidak, sudah Bunda nikahkan kamu sama Ziya, Bang," kata Arini. "Sepupu boleh menikah, Sayang. Tapi apa iya dia harus dijodohkan segala. Memangnya jaman Siti Nurbaya. Dia pria berbeda dengan Dilla," kata Abi "Lihat saja, sampai sekarang dia seperti tidak ada niat menikah. Padahal banyak pilihan, dari gadis-gadis yang sering datang ke sini mencari dia." Nada kesal terdengar dari suara Arini. Abizar menghela nafas "Ayah dulu nikah dengan Bunda sudah umur 37. Aku baru umur dua puluh enam, Bunda." "Ayahmu itu dulu terlalu sibuk membangun bisnisnya, makanya jadi lupa nikah. Kalau kamu sekarang tinggal menjalankan. Eh, lagipula ayahmu itu duda saat menikahi Bunda," kata Arini Abizar menatap Abi seakan minta bantuan. "Anggap saja dia masih menunggu jodoh yang tepat. Jangan terlalu memaksakan, Sayang." Abi membelai rambut istrinya lembut "Tapi aku ingin segera punya cucu dari dia." "Iya ... nanti juga dia pasti memberi kita cucu. Begitu'kan, Bang?" Abi mengedipkan mata pada Abizar, sebagai isyarat Abizar harus setuju. Abizar menganggukkan kepala. Abi tahu betul, anaknya yang satu ini memang agak pelit bicara, berbanding terbalik dengan Ardilla kembarannya, yang suka banyak bicara. ***** Ziya sudah memulai aktifitasnya sebagai seorang mahasiswi. Bahkan Ziya satu kampus dengan sahabat semasa SD nya dulu, Dian, namanya. Ziya, dan Dian sudah duduk di dalam kelas, menunggu dosen mereka masuk. Ruangan yang tadinya sedikit gaduh, langsung tenang saat dosen datang. Ziya tak berkedip melihat dosen yang berdiri di depan sana. Suatu kejutan tak terduga baginya. Dian tersenyum menggoda ke arah Zita. "Naksir ya? Saingannya mahasiswi seantero kampus ini, sanggup?" kata Dian menggoda. Ziya tersenyun mendengar ucapan Dian "Ganteng banget ya, Zi ...." ujar Dian lagi. 'Iya ganteng banget,' gumam hati Ziya Ditatap Abizar lama sekali. Tapi yang ditatap, balas menatapnya dengan biasa saja. Seperti tatapannya pada yang ada di ruangan itu. 'Ya ampun, Bang ... bisa nggak ekspresif sedikit,' batin Ziya sambil menatap Abizar di depan sana. *** Usai kuliah, Ziya nenunggu Abizar di dekat mobilnya. Dian sudah pulang dijemput pacarnya. Abizar melangkah ke arah Ziya "Ada apa?" tanyanya dengan nada datar saja. "Kenapa Bang Ezar bersikap seolah-olah tidak mengenal aku?" tanya Ziya, ia protes akan sikap Abizar di ruang belajar tadi. Abizar menatap Ziya "Apa aku harus mengumumkan, kalau aku kenal kamu?" tanya Anizar dengan nada suara, dan mimik datar. "Ya harus, biar semua orang di kampus ini tahu kalau Bang Ezar itu kakak aku!" Sengit Ziya. "Penting ya?" Pertanyaan Abizar membuat Ziya semakin kesal saja. "Penting! Biar mata-mata yang menatapku nakal di sana, berhenti menatap seperti ingin memakanku!" seru Ziya sambil menunjuk dengan lirikan matanya, kekerumunan mahasiwa di pojok parkiran. Abizar mengikuti arah tatapan mata Ziya. Benar yang dikatakan Ziya, para mahasiswa itu memandang Ziya dengan pandangan seperti ingin memakannya. Abizar menarik tangan Ziya ke arah mereka. "Selamat siang," sapa Abizar begitu mereka sudah berhadapan. "Siang, Pak," jawab mereka bersamaan. "Boleh saya tahu, apa ada yang salah dengan kekasih saya ini, sehingga kalian memandangnya tidak berkedip?" tanya Abizar. Yang ditanya terkejut dengan pertanyaan Abizar. Ziya juga terkejut dengan kalimat Abizar yang menyebut dia kekasihnya. "Tidak ada, Pak. Maaf, kami tidak tahu kalau dia kekasih Bapak," jawab salah satu dari mereka "Oke, saya maafkan, tapi jangan tatap dia seperti tadi lagi." Suara Abizar terdengar tegas. "Baik, Pak. Maaf ...." Abizar menarik tangan Ziya ke arah mobilnya "Kenapa Abang bilang aku pacar Abang!?" protes Ziya "Biar mereka berhenti mengharapkanmu," sahut Abizar santai saja. "Maksudnya?" Ziya menatap Abizar tidak mengerti. "Kalau aku mengakui kamu adikku, mereka akan makin gencar mengejarmu," jawab Abizar. Abizar mengambil kunci mobil dari saku "Tunggu jemputan, atau kuantar pulang?" tanya Abizar Sebelum Ziya menjawab, mobil jemputannya datang. "Ikut jemputan saja," jawab Ziya Abizar mengangkat bahunya. "Terserah," katanya. Abizar masuk ke dalam mobil, lalu menjalankan mobilnya. Perasaan Ziya dirundung rasa kesal. Karena Abizar mengaku sebagai kekasihnya. Itu artinya para pria di kampus akan menghindar berteman dengannya. 'Huh! Dasar seenaknya!' ****Bersambung****
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD