Beberapa hari kemudian “Lo yakin akan meneruskan niat lo ini?” Pandangan skeptis Ovid terarah pada Fattan yang masih duduk termenung sambil bersedekap dan bersandar ke punggung sofa. Wajah Fattan tampak muram seperti langit mendung yang menanti datangnya badai. Lantunan musik jazz yang memenuhi ruangan VIP di pub tersebut bagai bilah pisau yang mengiris-iris hatinya. Semakin iramanya mendayu-dayu, semakin hati Fattan merasa sakit. Fattan kemudian menyugar rambutnya yang terbebas dari efek pomade hingga sedikit acak-acakan tapi tetap terlihat seksi. Meskipun pengaruh frustrasi sedang menghantam dirinya habis-habisan, tetapi pesona pria itu masih saja tak terbantahkan. “Hidup dia jadi berantakan gara-gara gue, Vid.” Akhirnya Fattan menjawab pertanyaan kawan lamanya itu dengan penuh penyes

