Ch-5

1000 Words
Joana melangkah ke lantai atas menuju ke kamarnya setelah berbicara dengan Roger. Gadis itu membuka pintu kamarnya, kemudian duduk di tepi tempat tidurnya. Masih terbayang jelas bagaimana pria bernama Frans Walke memperlakukan dirinya. Gadis itu memejamkan matanya, untuk melupakan segala kejadian barusan. Pria itu benar-benar membuat pikirannya menjadi sangat kacau. Keesokan harinya... Setelah menyelesaikan sarapannya gadis itu segera berangkat ke kampus seperti biasanya. Joana melangkah santai menuju halte tempat biasanya dia mengantri angkutan umum. Gadis itu duduk di kursi paling ujung, menjauh dari orang sekitarnya. Ketika dalam perjalanan menuju kampus Javier Chicharito melintasi halte tersebut, dia mendapati Joana sedang duduk mematung menunggu bus datang. Tanpa menunggu lama pria seniornya itu datang menghampiri dirinya. "Ana naik gih! Nanti telat kena hukuman loh!" Tawarnya sambil mengisyaratkan agar gadis itu naik ke atas boncengan sepeda miliknya. Joana hanya menatapnya, gadis itu masih tidak bergeming dari tempat duduknya. Dia hanya memperlambat ritme kedipan kelopak matanya. Javier semakin bingung dengan tingkah laku gadis berambut keriting tersebut. "Apa dia terlalu banyak belajar ya? Kenapa sampai seperti itu?" Menggaruk kepalanya yang tidak gatal. "Brruuumm! Chhhhssshh!" Bus berhenti tepat di depan Joana. Tanpa menunggu lagi gadis itu segera masuk ke dalam angkutan umum tersebut. Dia meninggalkan Javier Chicharito yang masih bengong melompong menatap kepergian dirinya. "Dia manusia atau robot sih?!" Keluhnya kesal, kemudian kembali mengayuh sepedanya menuju kampus. Joana sudah sampai di ruang ospek bersama mahasiswi lainnya. Gadis itu sedang membaca buku setebal lima belas sentimeter di atas pangkuanya. Dia melihat Javier masuk ke dalam ruangan tersebut, pria itu menatap tajam ke arahnya. Setelah acara selesai waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh, gadis itu bersiap mengemasi buku-bukunya kemudian melangkah keluar dari ruangan. "Ana pak Frans dah nunggu elo tuh! Buruan ke sana!" Perintah Javier seraya melihat pesan dari Frans melalui layar ponselnya. Gadis itu menghentikan langkahnya sejenak, menatap sekilas ke arah Javier. Kemudian melanjutkan perjalanan menuju halaman kampus untuk pulang ke rumah. "Kamu gak dengar, kamu diminta menemui pak Frans!" Javier mencegatnya menghalangi langkah kakinya. "Dia memintaku menjadi asisten dosennya, sekarang masih masa ospek. Pelajaran harian juga belum dimulai, untuk apa aku pergi menemuinya?!" Melenggang santai mengabaikan perintah Javier. "Dia tidak main-main! Kamu bisa kena skorsing! Dia dosen yang..." Belum selesai mengatakan semuanya Joana sudah berbalik arah, berlari secepat kilat menuju ruangan Frans. Sampai mati dia tidak akan membantah Roger, jika sampai kena skorsing dia tidak akan pernah bisa mendongakan kepalanya di hadapan ayah angkatnya itu. "Tok! Tok! Tok!" Joana mengetuk pintu ruangan kerjanya. "Masuklah." Perintahnya padanya. Gadis itu menarik pintu lalu masuk ke dalam ruangan. Dia duduk berdiri di sisi meja kerja Frans menunggu perintah darinya. Pria itu menyodorkan selembar kertas berisi ulasan materi kuliah. Joana segera mengambilnya dari atas meja. "Apa anda meminta saya untuk mengerjakannya?" Tanyanya pelan, dia melihat Frans menganggukkan kepalanya seraya tersenyum padanya. Joana segera meletakkan tasnya, gadis itu duduk di kursi, dan mulai mengerjakan soal tersebut. Frans berdiri dari kursinya, melangkah ke belakang punggungnya. Dia melihat cara Joana menyelesaikan soal tersebut. Frans merundukkan badannya, dia hampir meletakkan dagunya di bahu kanan Joana. Tangan kanannya menunjuk kertas yang sedang dikerjakan oleh Joana. "Ini seharusnya begini, bla bla bla." Memberikan arahan panjang lebar padanya. Akan tetapi Joana tidak setuju dengan jawaban dari Frans, dia punya caranya sendiri. "Jika anda mengalihkan ini kesini, maka hasilnya akan sedikit berbeda. Dan untuk mencari hasil yang lebih akurat anda tidak perlu mengalihkannya. Langsung saja bla bla bla." Ujarnya kemudian menoleh ke kanan menatap wajah Frans yang masih merunduk tepat di sebelah wajahnya. Hidung Joana menyentuh pipi Frans tanpa sengaja. Wajahnya mendadak terasa panas. Frans tersenyum melihat wajah salah tingkah di sebelahnya itu. "Maaf saya tidak bermaksud untuk mencium pipi anda." Ujarnya sambil mengerjapkan matanya, menjauhkan wajahnya dari wajah Frans. "Tapi itu ciuman pipi pertamaku!" Frans sengaja menggodanya, mendengar ucapan itu Joana semakin menciut nyalinya. "Maafkan saya, saya akan bertanggung jawab atas tindakan saya barusan. Mengganti kerugian anda." Meluncurkan kata-kata tanpa berfikir panjang. "Untuk mengganti rugi? karena ciuman pertamaku kamu ambil. Jadi aku akan mengambil kembali satu ciuman! Dan kita impas." Joana tercekat mendengar pernyataan dari Frans Walke. Dia meremas ujung roknya dengan tangan gemetar. Bagaimana bisa berciuman, bertanya atau sekedar basa-basi saja tidak pernah. Apalagi menyukai pria? dia belum pernah sama sekali. Dan sekarang berciuman??! Joana gemetar, tubuhnya terasa panas dingin. Frans meraih kepalanya lalu mendekatkan wajahnya perlahan. Frans tahu, Joana gadis yang tidak pernah tersentuh pria. Dan dia juga melihat butiran deras keringat dingin membanjir pelipis gadis itu. Frans mendaratkan sebuah ciuman lembut pada bibir tipisnya. Joana merasakan panas merambat di sekujur tubuhnya. Frans menambah kulumman lembut dan sengaja berlama-lama melumat bibirnya. "Perasaan apa ini? Tubuhku rasanya lemas seperti tersengat aliran listrik. Bibir Frans begitu lembut mengisap bibirku. Aku merasakan sekujur tubuhku tidak berdaya sama sekali. Sensasi ini begitu nikmat, aroma parfumnya menyeruak masuk ke dalam indera penciumanku. Aroma yang begitu lembut dan nyaman." Joana memejamkan matanya rapat-rapat, tubuhnya masih terasa seperti terkena demam dadakan. Wajahnya merona merah, merasakan getaran-getaran halus di dalam hatinya. Sekitar sepuluh menit Frans baru melepaskan lumatan bibirnya. Joana kembali membuka matanya. Dia melihat wajah Frans masih berada tepat di depan wajahnya. Tangan kanan Frans masih berada di bagian belakang kepala Joana. Ketika Frans mendekatkan wajahnya kembali, "Hutangku hanya satu kali ciuman!" Ucapnya polos sambil menahan dadanya. "Tapi aku ketagihan gara-gara bibirmu, kamu harus bertanggung jawab gara-gara itu!" Elaknya sambil tersenyum. "Pak Frans!" Menggembungkan pipinya, cemberut kesal menahan d**a Frans dengan kedua tangannya. "Gadis ini sudah tidak datar seperti kemarin, dia juga sudah menampilkannya sisi imutnya di depanku." Bisik dalam hatinya. "Pak, apa pekerjaan asisten dosen seperti yang kita lakukan barusan?" Pertanyaan Joana membuatnya terdiam, dia tidak bisa menjawabnya. "Kamu boleh pulang sekarang." Frans segera berdiri dan kembali ke tempat duduknya. Joana juga berdiri memasang tali tasnya di atas bahu kanannya, kemudian pergi meninggalkan ruangan pria itu. Gadis itu tidak menoleh lagi kebelakang. Atau sekedar melihat perubahan pada wajah dosennya itu. "Sebenarnya kenapa pria itu melakukan itu padaku? Dia sebenarnya sangat tampan, apa dia seorang playboy??!" Joana tertegun masih memikirkannya, tanpa sadar dia meraba bibirnya sendiri. Mengingat kejadian itu membuat sekujur tubuhnya meremang seketika.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD