When you visit our website, if you give your consent, we will use cookies to allow us to collect data for aggregated statistics to improve our service and remember your choice for future visits. Cookie Policy & Privacy Policy
Dear Reader, we use the permissions associated with cookies to keep our website running smoothly and to provide you with personalized content that better meets your needs and ensure the best reading experience. At any time, you can change your permissions for the cookie settings below.
If you would like to learn more about our Cookie, you can click on Privacy Policy.
"Belum tidur?" suara Ramon terdengar dari arah pintu, Venus membalikkan badannya menatap tubuh Ramon yang kini berdiri di ambang pintu dengan kaus putih tadi dan celana santai selutut bercorak army. Sepetinya dia mengganti celana boxernya beberapa waktu lalu. Ramon melangkahkan kaki dan menarik kursi ke dekat ranjangnya. "Mau apa?" ucap Venus parau, suaranya agak serak karena terlalu banyak menangis. "Ngobatin luka lo, mana kakinya?" Venus mengernyit, ternyata Ramon sudah memegang kotak obat yang luput dari pandangan Venus barusan. Ramon seperti tak sabar karena Venus hanya mematung tak bereaksi atas ucapannya. Diapun membuka pelan selimut yang membebat tubuh Venus, ditariknya kaki kanan Venus untuk diletakkan ke pahanya. Venus hanya terdiam. Lututnya ternyata masih mengelua