bc

Terbelenggu Obsesi Pewaris Gelap

book_age18+
10
FOLLOW
1K
READ
billionaire
revenge
dark
love-triangle
family
HE
fated
forced
opposites attract
friends to lovers
arranged marriage
arrogant
badboy
mafia
heir/heiress
drama
tragedy
sweet
bxg
lighthearted
mystery
loser
city
office/work place
enimies to lovers
rejected
affair
polygamy
actor
like
intro-logo
Blurb

Menikah di usia yang baru menginjak angka 25 tahun, apalagi dengan pimpinan Rhys Industries generasi ketiga tidak pernah ada dalam daftar rencana Vallery. Impiannya hanya sebatas bekerja setelah menempuh pendidikan. Namun, takdir membawa Vallery Hayes pada Hadley Rhys Jr. Pria yang terkenal dermawan.

Menjadi istri berlandaskan kesepakatan dua keluarga, Vallery pikir sang ayah sedang mengirimnya pada sebuah misi berbahaya. Bayangkan saja, Hadley yang bak malaikat; pangeran dari negeri dongeng, tak sebaik yang dilihat publik tentangnya selama ini. Dia manusia berhati dingin dan kejam. Tepat saat Vallery tahu rahasia keluarganya yang terkait dengan dinasti Rhys, saat itulah tujuan pernikahannya berubah. Bukan lagi untuk berbakti pada sang ayah; bukan pula untuk menghadirkan pewaris generasi berikutnya. Melainkan, untuk mengungkap kebenaran dan sebuah penebusan. Mampukah Vallery mencapai tujuannya?

chap-preview
Free preview
Istana Hadley Rhys
"Selamat datang, Nyonya Hadley. Selamat bergabung di keluarga Rhys. Senang bertemu denganmu." Sambutan yang Vallery dapat ketika dirinya memasuki istana megah Hadley Rhys Jr. Sungguh luar biasa apa yang dimiliki pria 28 tahun itu di usianya yang masih sangat muda. Memang tidak menyangkal juga, jika kekayaannya itu sudah ada dan turun-temurun dari kakek buyut Rhys. Namun, kabar yang Vallery dengar, Hadley punya pengaruh besar terhadap perusahaan Rhys Industries saat ini. Apakah dengan semua kemewahan ini Vallery akan bahagia? Dia hanya tersenyum kecil menanggapi sambutan. Langkahnya mengayun lebih dalam mengikuti sang suami. Siang tadi, pemberkatan atas dirinya dan Hadley berlangsung cukup intim. Hadley Rhys menyerukan sumpah janji di depan pendeta dan Vallery Hayes diantar langsung ke altar pernikahan oleh sang ayah, Noah Everett Hayes. "Vallery, kamu sangat cantik, Sayang. Terima kasih sudah bersedia menjadi menantu kami." Ucapan itu datang dari wanita berambut sebahu, matanya memancarkan ketulusan. Dan dia, satu-satunya yang dapat Vallery lihat—memiliki senyum teduh. Lain hal dengan nyonya Ethan, sang suami, Ethan Rhys hanya mengangguk samar. Gerakan matanya seolah meminta Hadley segera membawa Vallery pergi dari ruang tengah. Hadley pun sama, hanya mengangguk menuruti perintah bak kerbau dicucuk hidungnya. "Ini kamarmu," ucapnya datar segera setelah tiba di ruang pribadi. "Kamarmu juga?" Rasanya, tidak ada salah ketika Vallery yang berstatus istri menanyakan itu pada suaminya. Tapi, kenyataan justru berbeda ketika yang menikahinya itu Hadley, manusia bak bongkahan es kutub yang sulit mencair. Dia hanya menatap dingin kemudian pergi. Vallery tidak menghentikan pun menanyainya ulang. Dia justru sibuk meneliti seisi ruangan yang tidak bisa dikatakan kecil itu. Semua tersedia lengkap di dalam sana, hingga rasanya Vallery tidak perlu keluar kamar lagi kecuali—mungkin—untuk makan. "Aku punya ruangan sendiri. Kamu bebas melakukan apa pun di tempat ini." Suara Hadley kembali terdengar dari ambang pintu, sebelum benda itu menutup. Dia memberitahu Vallery? Padahal yang diberitahunya saja tidak begitu peduli. Vallery cukup hafal keluarga Rhys sebab sang ayah memiliki keterikatan kerja dengan mereka dan itu sudah berlangsung cukup lama. "Jangan pernah menanyakan apa pun jika kamu tidak diberi kesempatan untuk bertanya!" Kalimat Noah kembali Vallery ingat. Hadley tidak memberinya kesempatan bertanya. Dia pergi begitu saja meninggalkannya yang sudah membuat satu kesalahan pertama. "Huh! Aku lupa," gumam gadis bersurai pirang itu. "Pantas jika dia tidak menjawab." Tangannya sibuk membuka resleting di bagian punggung gaunnya. Vallery melepas gaun tersebut dan membiarkannya teronggok di lantai. Kemudian, dia pergi ke bilik mandi dengan hanya menggunakan underwear. *** "Sial!" Umpatan keluar dari mulut Hadley diiringi aksinya melempar dasi yang baru saja dia lepas. "Dia bisa membukanya di kamar mandi, bukan?" Lagi, umpatan Hadley belum berakhir. Dia menoleh. "Apa yang sedang kau kagumi?" Menangkap tatapan asistennya yang masih memelototi layar, Hadley mendengkus keras. "Maaf, Tuan." Adric menahan tawa. "Sepertinya, memasang CCTV di kamar gadis itu, ide yang buruk." "Diam!" Tanpa harus Adric mengatakan itu, Hadley sadar itu kesalahan. Kepalanya kini dipenuhi bayangan lekuk tubuh indah milik Vallery. Gadis yang bahkan enggan dia sentuh. Hadley masih bisa mengontrol diri untuk tidak gugup; untuk tetap bersikap biasa. Dia pun turut ke kamar mandi seperti Vallery yang dilihatnya di layar berukuran 16 inci tadi. Mandi sepertinya bisa sedikit menenangkan ketegangan. Sementara itu, Adric keluar kamar tuannya setelah mematikan layar-masih dengan tawa yang sebelumnya hanya bisa dia tahan. "Heum ... tapi boleh juga," gumam Adric. "Vallery Hayes." "Dric?" Adric menoleh kaget saat fantasinya tengah tertuju pada istri tuannya sendiri. Membayangkan bisa menyentuh Vallery sepertinya sangat menggairahkan. Terlebih, Hadley tidak menginginkannya. Rasanya, tidak salah jika dia saja yang mendahului sebelum Hadley berubah pikiran. Nyonya Ethan yang memanggil. Wanita lebih dari separuh abad itu muncul dari sisi kanan."Ah ... Iya, Bu?" Seraya sedikit membungkukkan tubuh. "Hadley di dalam?" Adric mengangguk. "Tuan sedang mandi." Infonya. "Ibu mau bertemu?" "Oh, tidak perlu, biarkan. Vallery juga di dalam, bukan?" Bingung harus menjawab apa, Adric kembali mengangguk dan kali ini sedikit ragu. bagaimana mungkin mengatakan yang sebenarnya pada sang nyonya kalau menantu barunya itu dikurung di kamar, yang bahkan hanya Hadley dan dirinya yang tahu. Sebuah ruangan rahasia di rumah ini. "Biarkan mereka saling dekat. Kamu jangan mengganggunya!" Nyonya Ethan memperingatkan. "Tapi, jika nanti Hadley keluar, katakan kami sudah pulang." "Baik, Bu. Akan saya sampaikan pesannya." Adric tersenyum kecil. "Tapi, apa tidak sebaiknya Ibu dan tuan besar menginap saja? Ini hari spesial Hadley." Keduanya berjalan menuju lift untuk bisa sampai ke lantai dasar. Adric menekan tombol, membuat kabin alat transportasi vertikal itu mulai bergerak. "Justru karena hari ini, hari spesial putraku. Aku tidak ingin mengganggu moment mereka." Adric yang berdiri selangkah di belakang sang nyonya hanya menggaruk pelipis. Moment apa? Batinnya sambil tersenyum mengejek. *** Selesai mandi dan berganti pakaian, Vallery bermaksud ingin keluar. Jam masih menunjukkan pukul sepuluh malam. Belum terlalu larut untuk dia pergi tidur. Vallery ingin melihat-lihat sekeliling rumah ini, terutama di lantai atas tempat dia berada. Namun, saat handle pintu dia pegang, suara mekanik halus terdengar, menandakan sistem keamanan diaktifkan. Lampu pada gagang pintu juga berubah dari hijau menjadi merah terang. "Oh, God! Apa yang manusia es itu lakukan padaku? Aku dipenjara di sini?" Setengah tidak percaya, Vallery berusaha membuka benda akses tersebut. Akan tetapi, nihil, usahanya sia-sia dan yang ada kini, tangannya merasai sakit. Panik, Vallery menoleh kanan-kiri mencari jalan keluar lain. Ada jendela, dia menyibak tirai berwarna abu muda tersebut. Dapat Vallery lihat dari balik kaca, lampu-lampu kota menghiasi malam. Menyentuh bagian slot pada jendela tersebut, tapi kembali bunyi yang sama seperti pada pintu-terdengar. "Apa-apaan ini!" Vallery menggeram frustasi. Ingat pada ponsel, Vallery pun mengambil benda tersebut di dalam tas yang tadi dia simpan di atas ranjang. Vallery mencari kontak sang ayah 'tuk dia hubungi. Panggilan tersambung dan Vallery segera bicara. "Ayah, aku di-" "Di ... apa, Sayang?" Oh, s**t! Bukan suara ayahnya. Bukan Noah, melainkan ... "Hadley?!" "Yes, Beiby. Ada apa? Kamu mau keluar?" tanya suara di seberang Vallery yang terdengar amat menyebalkan. Dia bisa membayangkan, jika pria itu mengatakannya dengan wajah datar dan tatapan dingin seolah tidak merasa bersalah. "Apa yang kamu lakukan? Oh, no! Apa hal seperti ini pun aku tidak punya hak untuk bertanya?" Vallery meraup serakah oksigen yang ada. Sebisa mungkin meredam gejolak di dadanya. Andai pria tersebut ada di hadapan mata dan dia bukan Hadley cucu Rhys, sepertinya sudah Vallery hadiahi tinju saat ini juga. "Kenapa aku dikurung? Aku mau keluar." Serta-merta, pintu berbunyi dan terbuka sendiri. Ajaib! Alat apa yang digunakan Hadley? "Kamu lupa siapa aku?" Angkuh terdengarnya di telinga Vallery hingga dia berdecih. Ya, dia tidak lupa siapa suaminya. Pimpinan Rhys Industries. Perusahaan yang banyak menciptakan berbagai metode pengamanan digital. Pintu, jendela, pastilah sudah dirancang khusus untuk mengurungnya agar tetap berada di ruangan ini. Vallery melesat keluar sebelum pintu kembali tertutup. Dan apa yang dia dapati, Hadley sudah berdiri tegak di sana-di luar kamarnya. Tangan dengan ponsel yang masih menempel pada daun telinga, perlahan turun. Melihat layar gawai, pertanyaan di kepalanya kembali muncul. Bagaimana bisa bukan ayahnya yang menyambut panggilan. "Aku hanya menyalakan forward," ucap Hadley datar dan mengakhiri panggilan. "Hanya?" Tangan Vallery terangkat seolah tidak percaya. "Kamu memutus komunikasi antara aku dan ayahku, dan kamu bilang itu, 'hanya'?!" "Lalu apa?" Alis Hadley terangkat, membuat Vallery semakin geram. "Sekarang ... mau apa kamu keluar?" Vallery menatap nyalang. "Apa aku tawanan yang harus tetap berada di sana?" Tunjuknya ke arah kamar. "Kalau, ya—" Kalimat Hadley terpotong ketika seseorang datang menghampiri.

editor-pick
Dreame-Editor's pick

bc

30 Days to Freedom: Abandoned Luna is Secret Shadow King

read
311.6K
bc

Too Late for Regret

read
294.3K
bc

Just One Kiss, before divorcing me

read
1.7M
bc

Alpha's Regret: the Luna is Secret Heiress!

read
1.3M
bc

The Warrior's Broken Mate

read
138.6K
bc

The Lost Pack

read
410.6K
bc

Revenge, served in a black dress

read
148.9K

Scan code to download app

download_iosApp Store
google icon
Google Play
Facebook