Chapter 1

886 Words
“Nit, di panggil tuh sama Pak Kevin.” Intan menyampaikan pesan kepada Anita yang masih mengetik beberapa proposal untuk diseminarkan. “Oh, oke!” Intan berlalu pergi ke mejanya, lalu Anita menyusun beberapa berkas yang masih berantakan. Di kantor, seorang pria berwajah blasteran sedang memeriksa laporan keuangan dan dokumen investasi kerja sama dengan proyek bisnis perusahaan dari luar negeri. Dia adalah Kevin Adrian Hermawan, 32 tahun pewaris muda.  Suara ketukan pintu dari luar terdengar tiga kali. Pintu terbuka muncullah sosok yang ditunggu-tunggu akhirnya hadir memperlihatkan senyuman manis. “Selamat siang, Pak. Bapak memanggil saya?” sambutnya dengan sopan. “Oh iya, silakan duduk,” pinta Kevin membalas sambutan dari Anita. Anita pun menarik kursi berseberangan dengan Kevin. Kemudian Anita meletakkan berkas yang dia bawa itu ke meja kerjanya. Menunggu Kevin menyelesaikan tanda tangan dokumen dan laporan keuangan. “Bagaimana untuk proposal yang kamu buat? Ada yang buat kamu kesulitan?” Kevin bertanya setelah dia menyelesaikan semua dokumen laporan tersebut. Lalu dia mengambil beberapa berkas proposal itu sembari melihat-lihat hasil tugas dari Anita. “Masih ada sedikit untuk dibenahi warna gambar desainnya,” jawab Anita, “Hem ...” Kevin melenguh membolak-balik kertas yang telah di Print Out oleh Anita. “Oke, tidak ada masalah untuk itu, jika kau kesulitan untuk hal tersebut mungkin Fana bisa membantumu,” katanya senyum menyudahi pembahasan tersebut. Kemudian dia mengembalikan proposal itu kepadanya. “Baik, Pak. Kalau begitu saya permisi ...” Anita beranjak dari duduknya, namun Kevin melupakan sesuatu, “Nita!” panggilnya kemudian dengan cepat Anita menyahut panggilan dari atasannya. “Iya, Pak?” “Ah ... itu ... tidak jadi,” Anita mengernyit kemudian beri senyuman kepada Kevin, lalu dia pun berlalu pergi dari sana. Dengan angguk Anita pun keluar dari kantor Kevin. “Sial! Come on man! Masa begitu susah, sih, katakan, mau makan bareng? Atau kamu makan apa hari ini? Begitu saja kok susah sekali sih?!” omel Kevin menyalahkan dirinya sendiri. Setelah dia gagal mengajak Anita makan berdua. Anita meletakkan proposal di atas meja kerjanya. “Nita, apa kamu ingin ikut bergabung makan bersama kami?” sapa salah satu teman kerjanya yaitu Heni – bagian administrasi Audit. “Boleh.” Berkumpul dan makan bersama memang paling dinanti oleh Anita. Ketika akan masuk ke lift seseorang memanggil namanya. “Nita!” Dia pun menoleh, Kevin mengejarnya sementara lift masih terbuka lebar. Ekspresi wajah para karyawan – karyawati tertuju arah atasannya. “Yaaa, Pak Kevin suka banget ganggu kebahagiaan kami, ingat Pak, Anita sudah ada yang punya. Jangan diributkan lagi, malu sama kehormatan!” tuding seorang karyawati yang berani mengatakan seperti itu tak lain adalah sekretarisnya sendiri yaitu Anna. Kevin tidak menggubris cemoohan dari mulut sekretaris bebek itu. Ketika lift ditampung lima orang membawa mereka turun ke lobi, dalam gedung lantai delapan hanya dua manusia yakni Kevin dan Anita. “Maaf, aku hanya ingin mengajak kamu makan di luar. Apa kamu keberatan? Soalnya ada dua Voucher gratis makan sepuasnya, karena aku bingung berikan kepada siapa Voucher ini, jadi ...” Rasanya tenggorokan Kevin kehabisan air. “Boleh saja,” sambung Anita menerima tawaran gratis. Soalnya dia memang sudah lapar tidak ada salahnya menerima daripada menolak. Wajah Kevin kembali cerah ada harapan untuk bisa mendekat lagi dengan cinta bertepuk sebelah tangan. Walau pun status wanita ini sudah menikah tetap masih ada harapan bisa perbaiki tidak peduli kalau dia dicap sebagai perebut istri orang. Sekarang mereka berdua berada di salah satu restoran ternama ada acara makan sepuasnya untuk dua orang. Benar seperti remaja saja makan berdua dihiasi meja lilin romantisnya. Menu makanan simpel saja beraneka macam hidangan khas Padang, Kalimantan, Sulawesi Selatan dan lainnya. Daerah khas pulau Jawa. Bisa di pilih makanan apa yang diminati tentunya Anita menyukai makanan Khas Padang walau dia bukan orang Padang. Sedangkan Kevin tentu hal yang sama minatnya makan khas Padang tapi ada juga makanan lain tidak hanya satu macam saja dicicipi. Mereka mencari tempat duduk sambil melihat pemandangan luar kota Jakarta. Beberapa menit kemudian makan sepuasnya pun habis Kevin tidak sanggup lagi untuk menambah makanan itu sepertinya perut ingin pecah sesak napas tertahan. Dia perhatikan wanita sebelahnya masih sanggup menyantap sisa camilan berderetan di atas meja. Menunggu wanita itu selesai santapan kuliner ringan dia ke kamar kecil untuk setor kebiasaannya tidak pernah berubah. Lima belas menit kemudian Kevin keluar dari kamar kecil lega rasanya mencari sosok cinta bertepuk sebelah tangannya itu hilang ke mana, celingak - celinguk kanan-kiri ternyata sosok itu ada di depan minimarket sambil menikmati es krim walls. “Gila, perutmu terbuat apa, sih? Makanan tadi sudah kamu habiskan berapa porsi sekarang masih sanggup makan es krim di tanganmu?” celetuk Kevin tidak kalah juga mencicipi es krim Walls nya. Satu jam kemudian sampai di kantor gedung tinggi Agro Industri Kencana para karyawan – karyawati ke tempat masing – masing melanjutkan pekerjaan mereka. Anita baru saja sampai dan juga akan melanjutkan pekerjaan. “Ekhem! Makan berdua nih, Pak? Kapan nih ajak kami makan bareng, jangan cuma Anita saja di bawa-bawa, kasihan suami ada di luar bisa-bisa Bapak dipites sama Pak Alvin, loh,” nyinyir Susan buat yang lain di tempat senyum-senyum dapat omelan dari Mak lampir. “Kerja bukan suruh kamu bergosip!” ketusnya masuk ke dalam tetap menunjukkan tampang wibawanya. Padahal dia malu setengah mampus Cuma puas sudah berduaan dengan wanita cinta tepuk sebelah tangan. ▶▶◀◀
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD