Episode 8

2534 Words
"Astaga berarti si Om ini kaya banget ya? Uangnya segini ya, Om?" Embun merentangkan kedua tangannya kemudian membuat gerakan membulat besar. Albert tertawa. "Bahkan uang Om lebih banyak dari seribu kali dari gerakan tangan kamu itu. Hehehe." Albert merasa muda kembali saat berinteraksi dengan Embun. Gadis ini asli dalam hal apapun. Asli wajahnya, asli hatinya dan asli kebaikannya. Sikap manipulatif dan tukang cari kesempatan tidak ada didirinya. Terberkatilah siapapun yang menjadi pasangannya. "Tapi Om kok tidak jahat ya? Biasa orang kaya itu jahat. Suka memandang orang dengan sepele, terus juga suka menghina orang miskin. Mbak Ret— eh biasanya begitu sih. Eh tapi nggak semuanya juga hehehe... Om ini udah kaya, baik, harum lagi." Embun tersenyum. Albert seketika merasa terkesima. Senyum itu mengingatkannya kepada seseorang. Seseorang yang bahkan tidak akan bisa dijangkau oleh status maupun harta kekayaannya. Seseorang itu terlalu jauh untuk digapainya. "Ah, itu kan kalau orang yang baru kaya. Tetapi kalau orang yang sudah kaya dari sananya pasti tidak akan bertingkah laku norak seperti itu. Dengar Embun orang kaya tidak semuanya jahat. Kalau sombong itu mungkin iya. Karena mereka sudah terbiasa berharta. Jadi mengganggap segala sesuatunya mudah saja baginya, walau bagi orang lain itu susahnya setengah mati untuk mendapatkannya. Kalimatmu ini mengacu pada duo racun yang mengerjaimu 'kan?" tebak Albert. Embun mengangguk. "Sudah, tidak usah kamu pikirkan. Selama mereka tidak mengganggu dan menyakiti kamu, biarkan saja. Toh kamu juga tidak rugi karenanya. Kamu tidak minta makan pada mereka bukan? Lain cerita kalau mereka mulai menyakiti kamu, lapor saja sama Om. Biar Om habisi mereka semua. Mana ponsel kamu? Masukkan saja nama Om dalam kontak kamu." Albert mengangsurkan tangannya pada Embun. Meminta ponselnya. "Saya belum punya telepon kecil, Om. Lagi pula buat apa saya punya telepon kecil? Kan saya bukan pengusaha?" Embun menjawab jujur. Buat apalah fungsi telepon kecil baginya? "Perlu. Telepon kecil itu disebut handphone. Dengar Embun, di zaman sekarang  ponsel adalah salah satu hal yang penting. Misalnya untuk saat sekarang ini. Kalau kamu punya ponsel, kamu bisa mengabarkan pada keluargamu kalau kamu ditinggal oleh teman brengsekmu tadi kan? Nanti sambil jalan, Om akan membelikan satu untuk kamu. Ayo sekarang masuk dalam mobil. Om akan membawa kamu makan sampai kenyang dan tidak perlu bayar." Albert menghela lengan kanan Embun dan membimbingnya kearah parkiran. Entah mengapa hari ini dia ingin sekali membahagiakan gadis kecil ini. =================== "Cla, kayaknya udah cukup lama ini kita memberi pelajaran pada si gadis kampung. Udah saatnya kita balikin dia ke rumahnya. Sebentar lagi pasti Revan pulang. Nanti kita dinyanyiin lagi." Margaretha dan Clarita yang sedari tadi sibuk berbelanja ini itu, mulai mencari Embun di tempat yang tadi mereka tinggalkan. Namun setelah setengah jam sibuk mencari, mereka tidak menemukan sosok Embun. Wajah keduanya memucat. Embun tidak ditemukan di mana pun. Mereka bahkan sudah mengumumkan tentang hilangnya Embun pada bagian customer service. Tetapi setelah dilakukan beberapa kali pengumuman melalui microphone, Embun sama sekali tidak muncul. "Cla, coba lo telepon Revan gih, suruh bantuin nyari. Gue nggak berani. Tante Gayatri nggak aktif lagi ponselnya. Makin lama kita nyari itu gadis udik, ntar malah makin jauh lagi hilangnya." Retha mulai berkeringat dingin. Bisa dihabisi Revan mereka berdua nanti kalau Embun benar-benar hilang. "Lo dong yang telepon. Kan lo sepupunya. Cepetan gih. Ntar itu si udik makin merajalela lagi kemana-mana hilangnya. Mana mukanya lempeng gitu. Pasti gampang banget dikadalin orang." Clarita ngeri membayangkan masalah yang akhirnya jadi membesar seperti ini. Dengan perasaan campur aduk tidak karuan, mau tidak mau akhirnya Retha pun memberanikan diri menelepon Revan. Sedangkan Revan yang memang mengsilent ponselnya karena sedang meeting dengan beberapa client, merasa penasaran juga saat sepupu annoyingnya itu berkali-kali meneleponnya. Tumben. Biasanya Retha paling takut berhubungan dengannya. Pasti ada sesuatu yang penting sepertinya. "Ya, Retha. Ada apa? Gue lagi rapat. Kalo nggak penting-penting amat nanti aja teleponnya!" "I—itu lo, Van. Si Embun ilang di mall. Gue udah sejaman sama Cla ngubek-ngubek itu mall, tapi tetep nggak ada. Makanya gu— "Lo berdua tunggu gue di sana. Kalo bini gue sampe kenapa-kenapa, gue mutilasi lo berdua. Liat aja!" Dan Revan pun segera bergegas menuju mall tempat hilangnya Embun. Setelah sebelumnya ia mengutus salah satu tangan kanannya untuk melanjutkan meeting. Sementara Retha dan Cla saling berpandangan dengan ngeri. Mereka berdua teringat pada kesadisan Revan. Dari kecil pun kesadisan Revan memang sudah pada taraf mengerikan. Sewaktu mereka kecil dulu, Revan pernah memotong rambut panjang Retha hingga nyaris botak saat Retha menghilangkan salah satu mobil-mobilan kesayangannya. Revan itu sebenarnya orangnya kejam dan sadis luar biasa. Cuma kebrutalannya itu selama ini ketutupan oleh pandainya lidahnya dalam berdiplomasi. Hanya orang-orang tertentu yang sangat mengenalnya sajalah yang tahu akan sifat asli keberingasannya itu. Clarita pernah dicukur sebelah alisnya oleh Revan saat membuat kucing kesayangannya hilang. Seram bukan setiap hukumannya? Makanya kini duo biang onar itu pun ketar ketir saat menunggu hukumanan dari Revan. Mobil dan kucing yang hilang saja hukumannya sadis begitu. Bagaimana dengan istri yang hilang? Bisa benar-benar dimutilasilah mereka berdua! Sementara itu Albert dan Embun sudah tiba di salah satu gerai makanan seafood kenamaan negeri ini. Perut Embun berbunyi semakin kencang saat aroma makanan lezat yang berseliweran di udara. Aroma harum terendus oleh hidungnya dan langsung merangsang syaraf lapar ke otaknya. Om Albert kembali menghela lengannya menuju sebuah meja yang telah diduduki seorang wanita cantik bergaun batik. "Mas inilah. Kalau janji nggak pernah ditepati. Udah lewat sepuluh menit ini dari janji Mas. Mana Zahra udah kelaparan sampai mau pingsan di sini. Kalau Zahra mati karena kelaparan bagaimana? Mau Mas masuk penjara lagi?" Embun melihat wanita cantik itu langsung memberondong Om Albert dengan berbagai macam omelan. Padahal si om belum lagi sempat duduk. Tetapi si om terlihat santai saja. Si om seolah-olah tidak mendengar berondongan pertanyaan yang entah harus bagian mana dulu yang duluan harus di jawab. Om Albert menarikkan sebuah kursi untuknya sebelum ia juga ikut duduk. "Namanya juga jam pulang kerja, istriku Zahra. Macet di mana-mana. Lagian kamu ini semok begini bodynya. Pasti cadangan lemak kamu juga banyak. Harusnya sih nggak gampang lapar. Lagian ya mana ada orang mati karena menderita kelaparan yang cuma sepuluh menit? Kecuali kalau pas lapar itu, minum kopi campur sianida. Nah itu baru bisa mati." Embun nyengir melihat cara Om Albert menjawab omelan istrinya dengan argumen santai tetapi tepat sasaran. Si om ini ternyata juara sekali ngelesnya. "Huapahhh? Jadi maksud Mas, Zahra gemuk. Begitu? Jadi simpanan cadangan lemak Zahra banyak?" Zahra langsung emosi saat suami gagunya ini menyerang sisi sensitifnya. Emang suami nggak tau diri si Al ini. Istri seksi abis begini dibilang gendut. Bagaimana dia tidak semakin lapar coba? Eh semakin emosi maksudnya, ding. "Katanya kamu ini guru Bahasa Indonesia. Masa kalimat semok dan gendut saja kamu ini tidak bisa membedakannya? Kalimatnya saja sudah beda. Apalagi artinya bukan? Lagipula yang bilang kalau kamu gendut itu kan kamu sendiri. Bukan mas lho?" Albert geleng-geleng kepala melihat istri sablengnya ini. Dijawab jujur salah, di jawab bohong ngamuk. Entah mau dijawab bagaimana maunya istri aduhainya ini. Zahra masih terlihat ingin mengomel saat pandangannya terarah pada Embun. "Lho ini siapa Mas? Mas nyulik anak gadis siapa lagi ini? Mas... Mas...  bukannya kapok karena dulu sempat masuk penjara gara-gara mau memperkosa pacar orang. Eh ini malah mau menculik anak gadis orang lagi. Kurang lama ya dulu masuk penjaranya? Kangen dengan suasana di sana?" Zahra membelalakkan matanya saat menatap Embun, yang sedari tadi mengamati pertengkaran tidak jelas sepasang suami istri ini. Embun bingung. Perasaan dia dudah cukup lama di sini. Tapi Mbak cantik ini masa tidak melihat penampakannya? "Udah kumur-kumurnya? Kalau udah, biar Mas jelaskan semua tuduhan tanpa dasar kamu itu. Kamu tahu Zahra kalau menuduh tanpa bukti itu disebut fitnah. Mengerti?" Albert menoyor pelan kepala istrinya yang terus saja nyerocos seperti kereta api non stop. "Gadis kecil ini namanya Embun Pagi dari Bukit Dua Belas Jambi. Dia ini berasal dari komunitas Suku Anak Dalam. Tadi di mall dia di tinggal oleh temannya dan tidak tau jalan pulang. Mana belum makan lagi. Makanya Mas ajak makan sama-sama kita di sini, Zahra. Sudah cukup penjelasan dari Mas? Kalau sudah ayo kita pesan makanan, daripada nanti kalian berdua pingsan berjamaah, 'kan Mas susah nanti gotong-gotongnya." Albert menjawab kalem. Beginilah istrinya. Cepet marah tapi cepet juga redanya. Seperti hujan sore-sore. "Ya nggak apa-apa dong, Mas. Kasian banget kamu, Dek. Pasti kamu dikerjain sama teman kamu itu ya? Lain kali kalau kamu ketemu mereka lagi, tiup aja mereka pakai Sumpit Suku Kubu. Coba lihat masih berani nggak mereka ngerjain anak rimba seperti kamu ini? Sekarang ayo kita pesan makanan. Embun pesan yang banyak ya? Jangan takut nggak habis. Sisi-sisi perut Mbak masih banyak muatannya ini. Tenang saja!" Zahra pun menepuk-nepuk perutnya dengan nada jumawa. Albert menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan istrinya. Hobbynya makan, sukanya ngemil, cita-citanya pengen kurus. Dari mana logikanya coba? =================== "Di mana terakhir lo ninggalin bini gue duo kamprets?" Revan memelototi Retha dan Clarita yang terlihat berdiri ketakutan di depan sebuah gerai kosmetik terkenal. "Di depan counter Guerlai* ini harusnya. Tadi kami lihat-lihat kosmetik sebentar. Begitu kami balik badan eh Embunnya udah nggak kelihatan lagi." Retha mencoba memberikan alibi. Revan hanya berdecih saja. Dia tidak percaya. "Sekarang kita temui manager mall ini. Kita lihat saja melalui CCTV Embun terakhir kali ada di mana. Ayo kalian berdua ikut gue!" Tanpa berani membantah lagi, Retha dan Cla pun akhirnya mengekori langkah Revan dari belakang menuju kearah customer service. Setelah sempat bersitegang dengan manager mall, akhirnya Revan pun diperbolehkan untuk melihat CCTV mall pada saat jam-jam hilangnya Embun. Tetapi akhirnya CCTV itu malah mengungkap kedatangan mereka bertiga sedari awal. Geraham Revan saling beradu saat melihat duo kamprets itu mengerjai Embun yang terlihat ketakutan saat menaiki eskalator. Embun nyaris jatuh terpelanting jika saja tidak ditahan oleh seseorang yang rasa-rasanya familiar. Gemeletuk gigi Revan kembali terdengar saat melihat adegan di mana Retha dan Cla meninggalkan Embun yang ketakutan dan mencoba mengejar tetapi terhalang eskalator. Wajah istrinya tampak ketakutan bercampur sedih. "Setahu gue Allah menciptakan manusia itu berasal dari tanah. Tetapi gue rasa kalian berdua entah kenapa sewaktu di ciptakan malah tercampur dengan tai* kuda." Saking emosinya Revan sampai memukul meja manager dan membuat Retha dan Cla terlompat kaget seketika. Mereka sampai merasa khawatir setelah hari ini jantung mereka bakalan rusak parah karena ketakutan dan terus menerus sport jantung akibat dibentak-bentak. "Ternyata dia juga orangnya yang telah membawa  Embun pergi rupanya. Albert Tjandrawinata!" Akhirnya Revan mengingat juga sosok pria dewasa yang membawa pergi istrinya. Raja mall dan kuliner nusantara ini memang terkenal don juan dan suka main perempuan. Dia pernah masuk penjara hampir satu tahun lamanya akibat percobaan perkosaan pada istri Christian Diwangkara. Dia bahkan pernah mencoba untuk memperdaya Ibell agar mau menjadi pengganti almarhumah istrinya. Buaya darat ini harus segera di jauhkan dari kehidupan istrinya. Dengan segera Revan pun menelepon Albert. Albert sebenarnya adalah teman ayahnya walaupun usianya masih rekatif muda, yaitu sekitar awal empat puluhan. Sosoknya sangat gallant dan perlente. Setelah dua kali panggilan, Albert tidak menjawabnya. Pada panggilan ketika akhirnya panggilannya di angkat juga. "Om Al, kembalikan istri saya! Jangan suka mengambil milik orang lain dan mencari kesempatan dalam kesempitan. Kembalikan ke mall ini atau saya yang akan menjemputnya. Sebutkan saja alamatnya?!" "Oh jadi gadis kecil ini istri kamu? Kamu tahukan bahwa dalam UU perlindungan anak, yang disebut anak adalah seseorang yang berusia di bawah 18 tahun? Kamu tidak takut dipidana karena menikahi anak kecil, Revan? Lagipula sebagai suaminya, kamu seharusnya melindunginya karena keistimewaan sukunya. Bukannya malah menyerahkannya begitu saja pada teman-teman jahatnya yang terus saja berusaha mengerjainya. Suami macam apa kamu ini? Jemput istrimu di Raja Seafood daerah Kemang. Istrimu kelaparan karena belum makan dari siang, makanya saya membawanya mengisi perut terlebih dahulu disini. Jadilah suami yang bertanggung jawab kalau tidak ingin istrimu diambil orang. =================== "Ayo pulang!" Revan menghela lengan Embun kuat namun tidak menyakiti saat menjemput istrinya di rumah makan Raja Seafood. Hatinya panas saat melihat Embun terus saja tertawa riang dengan laki-laki yang lebih pantas menjadi omnya itu. "Bang, pamit dulu dong sama Om Al. Hendaknyo tibo nampak muko, balik nampak punggung." Embun merasa tidak enak kepada Albert karena Revan membawanya pulang begitu saja tanpa sedikit pun mengucapkan kata terima kasih atau pun basa basi. "Buat apa mengucapkan terima kasih pada laki-laki tukang modusan dan perebut pacar orang?" Revan menjawab ketus. Dia sebenarnya paling malas menghadapi Albert yang dia tahu tidak ada baik-baiknya jadi orang itu. Kecuali ada maunya, baru lah dia akan menjelma menjadi malaikat tanpa sayap dalam sekejab mata. Itu adalah trik lamanya bila ingin menjerat mangsa. "Ini kamu sedang mengata-ngatai diri sendiri atau bagaimana? Jangan bersikap seperti maling teriak maling. Kamu itu tidak lebih baik dari saya. Mau bukti? Apa perlu saya beberkan semua mantan-mantan pasangan ONSmu yang sebagian besar juga merupakan staff dan kerabat saya?" Albert menjawab santai. "Dan apakah Om pikir saya tidak tahu apa yang dulu Om lakukan terhadap Tante Marilyn dan Ibell baru-baru ini? Om i—" "Revan, apa dulu Ibu pernah mengajari kamu untuk mempermalukan dan membuka aib orang lain? Sekarang ini Ibu adalah istri Om Albert. Bisakah kamu menghargai perasaan Ibu di sini? Lagipula apapun masa lalu Om Al itu bukan urusan kamu bukan? Urusan kamu adalah mengucapkan terima kasih padanya karena telah menolong istri kamu. Bersikap dewasalah, Revan." Zahra merasa sudah saatnya dia turun tangan. Mantan muridnya ini tidak berubah sedikitpun dari masa SMA. Ketus dan keras kepala. Revan menghela nafas panjang. Begini ini nih kalau bertemu mantan guru. Berapapun usianya selalu saja dianggap masih sebagai muridnya. "Terimakasih telah menolong istri saya. Saya permisi dulu Bu Zahra, Om Al." Mau tidak mau Revan mengucapkan kata terima kasih juga pada Albert. Bu Zahra memang benar, apapun ceritanya, Om Al telah menolong istrinya. "Saya jadi percaya kalau kamu adalah anak kandung Gilang Aditama Perkasa, setelah melihat kamu meminta maaf dengan cara manis seperti ini." Albert kembali menghadirkan smirk nya mengejek Revan, sebelum akhirnya Zahra menyumpalkan sepotong paha ayam ke mulut Albert. Ia ingin agar suaminya menutup mulut besarnya. Nanti Revan membalas, jadi makin panjang urusannya. =================== "Kamu dibawa kemana aja tadi sama Om Al, my country girl?" Revan masih terus menatapi wajah cantik Embun yang terlihat kelelahan dari samping kemudi. Karena Embun mencepol rambutnya menjadi sebuah sanggul, leher putih mulusnya membuat Revan berulang kali menelan ludah. Dia sudah terlalu lama menunda acara belah durennya. Sepertinya malam ini dia ingin mencicipi wanita bersegel dengan predikat lulus sertifikasi alias halal baginya ini. Embun kan memang sudah sah menjadi istrinya. "Nggak ke mana-mana kok, Bang. Cuma beli telepon kecil eh handphone murah ini aja. Kata Om Al, ponsel itu penting, jadi si om membelikannya satu untuk saya. Kata om, dia beli ponsel yang paling murah dari yang termurah, karena tadinya saya tidak mau dibeliin. Ini ponselnya. Murah dan bagus kan?" "Apple iPhon* 7 Plus 256 GB ini kamu bilang ponsel paling murah dari yang termurah, Mbun? Ponsel ini harganya 17 juta. Murahnya di mana country girl? Wah... wah... wah... Bahkan si Om sudah mensave nomornya dikontak kamu. Padahal biasanya dia itu terkenal paling pelit kalau memberitahukan nomor ponselnya pada orang lain. Saya jadi curiga, sebenarnya dia itu ada maksud terselubung apa sama kamu? Serigala kenapa bisa mendadak jadi kucing manja kalau berhubungan sama kamu? Pasti ada sesuatu yang salah di sini!" Karena tidak mendapat jawaban, Revan  menoleh ke samping. Dan ternyata istri primitifnya itu sudah tertidur kelelahan di sampingnya.
Free reading for new users
Scan code to download app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Writer
  • chap_listContents
  • likeADD