Pernikahan pun akhirnya dilaksanakan dua minggu setelah pertemuan antara kedua keluarga tersebut. Acara diadakan sesuai dengan keinginan Alisa. Sudah cukup banyak pertemuan yang terjadi di antara Alisa dan juga Rehan. Rehan dan Alisa sudah cukup mengenal satu sama lain.
Gedung didekorasi dengan sangat mewah dan megah. Paduan warna peach, broken white, serta gold menjadi tema utama. Ruangan terlihat begitu elegan dipadu padan dengan bunga-bunga segar yang berada di setiap sisi ruangan.
Acara berjalan lancar, banyak sekali tamu undangan dan cukup banyak orang-orang yang berpengaruh datang. Hari ini Alisa cukup senang, bisa melupakan hal-hal yang berat yang dilalui beberapa hari kebelakang.
"Aish," desis Alisa saat ia berjalan keluar dari kamar mandi setelah membersihkan diri.
Rehan menatap ke arah Alisa, dia melihat kaki sang istri yang lecet. Tanpa aba-aba, ia mengambil krim pereda luka yang memang sudah ia persiapkan. Dan dia memang meminta staff hotel untuk menyiapkan P3K dan beberapa hal.lain.
Rehan mendekat, menatap kaki Alyssa. "Kaki kamu lecet gini. Dari tadi kamu berdiri dengan kaki yang sakit begini?"
"Tadi nggak terlalu terasa, mungkin karena aku terlalu antusias ketemu sama tamu-tamu."
Alisa kini duduk di tepi ranjang. Sementara Rehan berjongkok, Dengan telaten ia mengoleskan krim pada kaki Alisa yang bengkak dan lecet.
Alisa menatap kepada Reyhan, perlakuannya terlihat sangat natural. "Kamu sering bersikap kayak gini ya"
"Kayak gimana maksud kamu?" Rehan bertanya sambil menatap ke atas, menatap ke arah Alisa.
"Bersikap manis, perhatian, aku sering merhatiin kamu selama pertemuan kita beberapa waktu ke belakang ini. Kamu kelihatan care dan peduli banget." Alisa mengira kalau Rehan pasti sering bersikap seperti itu kepada gadis-gadis lain.
"Kamu pasti ngira aku suka kayak gini ke perempuan lain ya?" Pertanyaan Rehan segera dijawab anggukan kepala oleh Alisa. "Adik perempuan aku, dia tuh ceroboh banget dan sering banget terluka. Jadi aku emang sering ngebantu dia buat ngobatin. Aku juga udah wanti-wanti staf tadi. Siapa tahu aja kaki kamu juga sama, sering sakit kayak dia. Dan ternyata benar."
Alisa bisa merasakan kalau Rehan begitu tulus dan perhatian sebagai kakak. "Enaknya jadi adik kamu, punya kakak yang care dan peduli sama adiknya."
"Aku kan sekarang punyanya kamu. Jadi aku juga bisa care ke kamu. Jangan sakit lagi ya? Apalagi terluka kayak gini, nanti aku cemas," kata Rehan, lalu segera bangkit, kemudian mengacak rambut Alisa pelan.
Malu, hal itu yang Alisa rasakan ketika dia mendapat perlakuan hangat dan manis dari Rehan. Jujur saja, dia tak pernah membayangkan memiliki seorang pria yang bisa bersikap semanis Rehan.
Rehan berjalan mengembalikan krim ke tempatnya semula. "Aku mandi duluan ya, kamu istirahat aja. Karena kamu tadi pasti capek banget."
Rehan segera berjalan ke kamar mandi, sementara Alisa merebahkan tubuhnya di tempat tidur. Baru saja ingin memejamkan mata, tapi ponselnya berdering. Dia menatap ke layar dengan malas, panggilan itu adalah dari Reno.
Kemudian, ada sebuah pesan masuk. Alisa terkejut melihat gambar yang dikirimkan oleh Reno. Itu adalah foto dirinya saat melakukan aborsi. Dengan tergesa Alisa bangun, mengambil jaket dan berlari keluar dari kamarnya.
***
"Sebenarnya mau kamu apa sih?!"
"Aku udah bilang ke kamu kan? Kamu boleh nikah sama siapa aja, tapi kamu nggak boleh ninggalin aku," jawab Reno dengan suara yang lantang.
Alisa mengacak rambutnya frustrasi. "Kamu tuh nggak sayang sama aku, terus kenapa kamu sampai bertindak sejauh ini sih?!"
Kekehan kecil terdengar dari bibir Reno. "Kalau nggak ada kamu, siapa yang puasin aku sayang? Siapa yang bantuin aku kalau aku kesusahan? Hmm sayang? Aku butuh kamu, aku butuh kamu Alisa." Reno berjalan mendekat, ia berniat mengusap wajah Alisa.
Mendengar itu membuat Alisa merasa lemas, jantung yang berdegup kencang dan rasanya air matanya ingin menetes. Sebenarnya dia sedikit berharap kalau Reno membujuknya, dia berpikir kalau Reno memintanya untuk kembali. Namun, apa yang ia dengar benar-benar menghancurkan harapannya.
Alisa menepis tangan Reno."Jadi selama ini kamu cuman manfaatin aku? Uang aku, badan aku?"
"Manfaatin?! Ayolah, kita ini saling membutuhkan. ibaratnya simbiosis mutualisme. Kenapa kamu bilang kalau aku manfaatin kamu? Kita saling membutuhkan sayang."
Reno tentu saja tidak ingin mengungkapkan maksudnya, karena jika ia mengatakan dengan terang-terangan ia takut Alisa yang akan meninggalkannya. Sementara, Reno membutuhkan Alisa siapa lagi gadis yang mau menyerahkan tubuhnya secara gratis kalau bukan Alisa? Siapa juga yang mau memberikannya uang kalau bukan Alisa?
"Jahat kamu Reno!"
"Siapa yang jahat? Siapa yang nggak bisa jaga calon anak kita dengan baik?!"
"Aku ngelakuin itu, karena kamu yang minta, kamu yang bujuk aku. Kamu mau berapa? sebutkan nominal yang kamu mau. Aku akan kasih kamu uang, tapi berhenti nemuin aku."
"Aku kangen kamu di atas tempat tidur." Reno katakan itu.
"Please, kamu mau berapa?"
"Ayo sayang, aku tau kamu juga kangen kan, ada di bawah aku? Hmm?" Reno katakan itu sambil berusaha menyentuh Alisa lagi.
"Pergi!!!" Alisa tidak dapat menahan lagi amarahnya. Dia berteriak keras, sebelum akhirnya terduduk di jalan sambil menangis.
Reno yang melihat itu menjadi takut, kemudian ia memutuskan untuk pergi. Reno takut keamanan akan melihat kemudian menangkapnya. Alisa terus menangis dengan suara yang cukup keras. Dia tidak bisa menahan diri lagi. Merasa benar-benar bodoh karena sudah mengencani laki-laki seperti Reno.
Dari sudut tembok, sebenarnya Rehan dari tadi mendengarkan pembicaraan di antara keduanya. Ia diam dan memutuskan untuk tidak menghampiri Alisa. Rehan membiarkan Alisa untuk menangis beberapa saat, sampai akhirnya memutuskan untuk menghampiri Alisa.
Raihan berjongkok ketika dia berada di depan Alisa. "Kenapa? Kenapa kamu nangis kayak gini? Aku cariin kamu tadi di kamar loh. Dan ternyata kamu ada di sini," kata Rehan sambil mengusap-ngusap lembut rambut Alisa lalu memeluknya. Pria itu pura-pura tidak tahu dengan apa yang terjadi.
Rehan juga sebenarnya sudah tahu siapa Reno. Dia memang mencari informasi mengenai Alisa. Rehan memang kecewa, tapi sepertinya dia tidak akan mengakhiri perasaannya. Apalagi kini Alisa sudah menjadi tanggung jawabnya.
"Han," lirih Alisa.
"Ya? Mau sesuatu?" tanya Rehan sambil melepas pelukannya, menatap Alisa, seraya merapikan rambut sang istri.
"Kalau nanti kamu punya seseorang, kamu harus perlakukan perempuan itu dengan baik ya? Dan kamu harus bertanggung jawab dengan apa yang kamu lakukan."
Rehan menganggukan kepalanya. "Iya .., sekarang kamu mau masuk ke dalam?"
Alisa menganggukkan kepalanya, kemudian dia mencoba untuk berdiri. Hanya saja tubuh Alisa terasa lemas, dia bersandar dengan menopang tangannya di pundak Rehan beberapa kali.
Rehan akhirnya memutuskan untuk menggendong istrinya dan membawa masuk ke dalam. Meskipun Alisa menolak beberapa kali, tapi Rehan tetap memintanya untuk diam, akhirnya Alisa menurut.
"Kamu nggak mau tanya kenapa aku keluar dan nangis ?"
"Kamu juga paling nggak mau jawab kalau aku tanya. Tapi karena kita udah sama-sama, setiap saat kamu bisa ngomong ke aku. Kapan aja kamu mau, aku akan jadi pendengar yang baik."