Pagi hari setelah bersiap, Xiao Rou menunggu Xiang Qing di gerbang istana. Dilihatnya sosok yang dari tadi ditunggunya keluar melalui pintu utama dengan ekspresi datar yang terpampang di wajah tampannya. Dengan wajah sinis ia berjalan mendekat hingga sampai di hadapan Xiao Rou.
"Kita berangkat sekarang," ucap Xiang Qing tanpa basa basi.
Xiao Rou hanya mengikuti langkah pria di hadapannya itu, gadis itu memperhatikan Xiang Qing dari ujung rambut hingga ujung kaki dengan tatapan menilai.
Xiang Qing tersenyum sinis ketika ditatap oleh gadis di hadapannya yang dia anggap akan menjadi rivalnya. Rasa tak suka semakin tampak di wajahnya ketika diingatnya perilaku Ren Xi ketika berhadapan dengan gadis di depannya ini.
"Berhenti menatapku, Gadis Kecil," ujar Xiang Qing tanpa menoleh.
"Aku punya mata yang bisa digunakan untuk melihat, hakku pula hendak kugunakan untuk melihat apa dengan mataku ini," balas Xiao Rou dengan arogan, Xiang Qing menoleh dan menatap Xiao Rou sesaat.
Xiao Rou menghela napas kasar akibat reaksi pria ini padanya, mereka saling melemparkan tatapan menantang satu sama lain. Xiang Qing kembali melanjutkan langkahnya tanpa menghiraukan gadis kecil di belakangnya itu.
"Dia memang berbahaya dan aku harus berhati-hati padanya, tetapi bukan berarti aku harus takut padanya," gumam Xiao Rou yang langsung saja mengikuti langkah Xiang Qing.
Dengan dikawal oleh beberapa prajurit, Xiao Rou dan Xiang Qing akhirnya tiba di pasar. Mereka berkeliling melihat-lihat sesuatu yang menarik. Di tengah itu, Xiao Rou baru menyadari satu hal yang terasa janggal di tempat itu, selama beberapa tempat ia lewati semua pedagang di sana berjenis pria, tak ada satu pun wanita yang berdagang di sana. Atau memang di daerah itu wanita dilarang bekerja? Tetapi, mengapa dari tadi yang ia lewati adalah manusia berkelamin pria? Bukan hanya pedagangnya namun pembelinya dan semua orang yang ada di tempat itu adalah pria.
Xiao Rou melirik pria di sampingnya yang asik melihat-lihat sekitar dengan santai. Ia ingin bertanya namun dirinya merasa ragu, haruskah ia bertanya atau tidak.
"Ehem." Xiao Rou berdeham sekilas membuat Xiang Qing melirik sebal ke arahnya.
"Yang Mulia, mengapa tidak ada satu pun perempuan di sini?" tanya Xiao Rou tanpa melirik ke arah Xiang Qing.
Pertanyaan itu mampu menghentikan langkah Xiang Qing, membuat Xiao Rou pun refleks ikut berhenti melangkah.
"Karena memang kami tidak membutuhkan manusia yang bernama perempuan," balas Xiang Qing, lalu kembali melanjutkan perjalanan untuk melihat-lihat.
Xiao Rou menatap sengit ke arah Xiang Qing yang berjalan di depannya, lalu berjalan cepat menyusul langkah Xiang Qing. Banyak pasang mata yang memperhatikan mereka dengan bingung ditambah lagi dengan beberapa prajurit berseragam di belakang mereka dengan membawa tameng dengan lambang Kerajaan Xia Pi.
Dengan mudahnya mereka memberi jalan ketika mengetahui siapa sosok yang kini berjalan di samping gadis cantik itu, tak hanya itu mereka juga penasaran akan siapa gadis yang berjalan beriringan dengan pasangan Pangeran Ren Xi. Inilah pertama kali bagi mereka melihat seorang perempuan. Ada yang memandang kagum, penasaran ingin tahu, ada pula yang menatap takut.
Seiring langkahnya Xiao Rou mendengar beberapa bisikan yang cukup keras, dan dia yakin bisikan itu.
"Apakah yang berjalan dengan Yang mulia Xiang Qing itu sungguh-sungguh seorang perempuan?"
"Dia sangat cantik."
"Bagaimana bisa ada seorang perempuan di sini?"
"Ini sungguh sebuah pemandangan yang langka."
Hampir semua bisikan didengar oleh Xiao Rou, ada rasa tak nyaman juga dalam benaknya karena begitu banyak pria tampan di sana. Ia menatap ke arah tanah demi menghindari bertatapan dengan pria-pria di sana. Semakin besar rasa herannya saat berjalan di sepanjang kota, semakin masuk ke dalam kota semakin banyak pria yang ia jumpai dan tak ada satu pun tanda kehidupan seorang wanita di sana, tentunya kecuali dirinya.
Rasanya ia ingin kembali saja karena rasa tak nyamannya. Namun, ketika ia membalikkan badannya, Xiang Qing dan beberapa prajurit yang mengikuti mereka tadi menghilang. Gadis itu kehilangan jejak mereka, panik ia menatap sekitar mencari keberadaan mereka namun, netranya tak menemukan mereka satu pun. Langkahnya semakin jauh menyusuri kota hingga tanpa tersadar dirinya kini telah tiba di suatu tempat dengan pohon-pohon besar, semak yang tinggi dan suara-suara hewan.
"Aku tersesat." Satu kata yang keluar dari bibir gadis cantik itu, matanya menelusuri keadaan sekitar. Ia berada di tengah hutan yang lebat tertutup rimbunnya daun pada pohon.
Xiao Rou melangkah dengan hati-hati mencari jalan keluar dari hutan itu. Tiba-tiba turun dari atas pohon seorang pria sangat ia kenal berwajah tampan menghalangi jalannya, sebuah senyum terpampang di wajah pria itu.
"Akhirnya aku menemukanmu, Putri," ujar pria itu sambil menyeringai.
Melihat pria itu melangkah mendekat ke arahnya, Xiao Rou mengambil ancang-ancang untuk berlari menghindari pria itu. Namun, sebelum Xiao Rou sempat berlari pria itu dengan cepat menahan pergelangan tangannya , menimbulkan rasa sakit tak terkira di pergelangan tangannya.
"Akh ...."
Melihat Xiao Rou kesakitan pria itu sedikit melonggarkan cengkramannya pada pergelangan tangan gadis itu. Melihat adanya peluang untuk lari, Xiao Rou menginjak kaki sang pria dengan sekuat tenaga membuat pria itu menjerit kesakitan.
"Arrggh ...,"
Xiao Rou berhasil melepaskan diri dan berlari sekencang yang ia bisa, matanya selalu melihat ke arah belakang takut jika pria tadi menyusul mengejarnya. Karena merasa lelah dan berpikir pria tadi tak lagi mengejarnya Xiao Rou memutuskan untuk berhenti guna beristirahat sejenak, napasnya naik turun tak beraturan akibat rasa lelah yang dirasakannya bukan hanya itu dia pun merasa haus.
"Mengapa pria itu berada di sini?!" gerutu Xiao Rou pelan.
"Ini semua karena Xiang Qing, dasar pria b******k!" rutuk Xiao Rou lagi.
"Putri, kau tidak akan mampu menghindar dariku, kau sangat tahu itu," ujar pria itu membuat bulu halus Xiao Rou meremang.
Mata Xiao Rou melebar sempurna mendengar teriakan yang menggelegar di hutan yang sunyi ini.
"Persetan dengan Xiang Qing, aku harus bisa kabur dari pria itu. Tetapi, bagaimana?!" Xiao Rou menutup wajahnya dengan lengan pakaiannya.
Pria itu masih mengejarnya, Xiao Rou bangkit dan kembali berlari tanpa mempedulikan pakaiannya sobek karena semak-semak tajam. Tangannya terluka meneteskan darah, kedua kakinya yang meskipun memakai alas pun mengeluarkan darah. Saat ini yang ada di pikirannya hanyalah berlari sejauh mungkin menghindari pria tampan yang sangat ia kenal berbahaya itu.
"Putri, mau lari ke mana kau?!" Pria itu berlari sambil memotong semak yang menghalangi jalannya dengan senjata yang terpasang di tangannya.
Teriakan itu menggema terasa semakin dekat, Xiao Rou kembali melihat ke arah belakang melihat jarak antara dirinya dan pria itu. Karena tak melihat jalan Xiao Rou terjatuh, tersandung akar pohon yang tumbuh keluar dari dalam tanah. Ia meringis kesakitan namun, tak peduli dengan rasa sakit itu ia tetap bangkit dari jatuhnya dan kembali berlari memperjauh antara dirinya dan pria itu.
Kini Xiao Rou memasuki sebuah semak yang rimbun dan cukup tinggi untuk mengecoh pria tersebut pakaian indahnya telah sobek di beberapa bagian namun, masih melindungi bagian yang wajib ditutupi. Beberapa di bagian tubuh Xiao Rou terluka karena tergores duri dan daun yang tajam dalam semak itu namun, siapa peduli yang ada di pikirannya saat ini hanya lari dan lari, menjauh dari pria tersebut.
Mengapa pria itu dapat menemukannya, pertanyaan itu melintas dalam benak Xiao Rou di tengah pelariannya. Tak jauh di depan Xiao Rou melihat adanya jalan keluar dari semak ini, dengan secercah senyum ia memperlambat larinya dan berjalan pelan sambil mengatur napasnya yang tersendat akibat berlari.
Tetapi sesampainya di luar hutan yang ia dapatkan adalah tebing dengan aliran air yang cukup deras di bawah sana.
"Seperti bernostalgia saja, belum lama kejadian seperti ini terjadi dan aku harus mengulangnya kembali? Jangan bercanda!" gerutu Xiao Rou yang mengambil jalan pinggir tebing untuk menghindari dari pria yang mengejarnya itu.
Lari dan terus berlari, akhirnya ia terbebas dari kerajaan itu akan tetapi, ia harus berurusan dengan seorang pria yang jauh lebih sulit untuk ia taklukkan. Sudah berapa luka yang tergores di tubuh indahnya tidak membuatnya jera untuk berhenti sejenak.
"Putri, kau terluka. Berhentilah," ujar pria itu yang terus mengikuti ke mana Xiao Rou pergi.
"Siapa yang kau sebut Putri? Aku tidak mengerti!" balas Xiao Rou sambil terus berlari.
Pria itu mengerutkan keningnya lalu mempercepat larinya hingga ia dapat menggapai tubuh ramping gadis di depannya.
"Ahk! Lepaskan, Dasar Pria m***m!" teriak Xiao Rou membuat pria itu terkekeh.
"Putri, aku akan melepaskanmu akan tetapi, jangan banyak bergerak. Kau sedang terluka parah." Xiao Rou memilih diam dan tidak membantah, ia baru saja merasakan sakit di sekujur tubuhnya.
"Bagus, aku akan membawamu kembali ke istana. Kau tahu, para Pangeran sangat mencemaskan dirimu, sudah berapa prajurit yang mati sia-sia karena tidak dapat menemukanmu," lanjut pria itu membuat Xiao Rou mengerutkan dahinya.
"Istana? Pangeran? Apa maksudmu, terlebih lagi siapa dirimu?" tanya Xiao Rou menatap bingung ke arah pria di hadapannya.
Berpura-pura akan lebih baik saat ini, ia tahu tidak akan selamat jika pria di hadapannya itu yang mengejarnya. Dengan mudah Xiao Rou akan tertangkap.
"Aku adalah Jendral Guan Fei, apa Putri tidak mengenalku?" jawab sang Jendral membuat Xiao Rou memiringkan kepalanya.
"Aku tidak mengenalmu," jawab Xiao Rou dengan nada rendah.
Jendral itu mengusap wajahnya kasar, senjata yang ada di tangannya ia lepas dengan kasar membuat Xiao Rou meringkuk ketakutan. Guan Fei yang melihat Xiao Rou ketakutan membuatnya merasa bersalah.
"Maafkan saya, Putri. Sebaiknya saya membawa Anda secepatnya ke istana," jawab Guan Fei sambil menggendong tubuh Xiao Rou.
Gadis itu hanya diam saat Guan Fei menggendong tubuhnya, tubuhnya merasakan sakit karena banyaknya goresan pada tubuhnya. Darahnya terus menetes tanpa diketahui oleh sang Jendral.
Aku harus terus berpura-pura, batin Xiao Rou sambil mencengkram pakaian milik Guan Fei.
"Tenang saja, Putri. Aku akan melindungimu dari apa pun," gumam Guan Fei sambil melangkahkan kedua kakinya dan berlari secepat mungkin menuju di mana pria itu mengikat kudanya di pepohonan.
Setelah menemukan kuda hitam miliknya, Xiao Rou dinaikan terlebih dahulu dengan dirinya yang duduk di belakang gadis itu.
"Perjalanan akan memakan waktu 3 hari," jelas Guan Fei, Xiao Rou hanya diam membisu menahan rasa sakit di sekujur tubuhnya.
***
Di sisi lain ...
Kerajaan Xia Pi begitu ramai dengan amarah sang Kaisar, terdengar kabar jika sang Dewi menghilang membuatnya murka. Para prajurit yang mengawal Xiao Rou dibunuh begitu saja oleh Ren Xi. Tidak hanya sang Kaisar, para petinggi sangat murka mendengar Xiao Rou tidak ditemukan, terlebih lagi sang Pangeran Albino yang kini ingin membunuh Xiang Qing jika saja tidak dihalangi oleh kedua adiknya.
"Aku akan benar-benar membunuhmu jika kau tidak menemukannya, Xiang Qing!" ujar Ren Xi murka, para prajurit begitu ketakutan saat melihat kemurkaan Ren Xi.
Xiang Qing hanya terdiam membisu dengan apa yang dilihatnya, begitu besar Ren Xi mempedulikan seorang gadis daripada dirinya. Membuat hati Xiang Qing semakin teriris-iris, Xiang Qing mengepalkan kedua tangannya keras. Ini memanglah salahnya karena membiarkan gadis itu berkeliaran sendiri tanpa pengawalan.
Dan kali ini gadis itu benar-benar kabur dari Kerajaan Xia Pi, para Pangeran turun menyusuri hutan dengan beberapa ratus tentara kerajaan untuk menemukan sang Dewi. Hingga Ren Xi mencium bau darah segar, Pangeran Albino itu berjalan tanpa menabrak pohon satu pun, layaknya orang normal, Ren Xi dapat menghindari semak belukar dengan mudahnya.
Mereka mengikuti Ren Xi hingga ke tebing dan mendapati ceceran darah yang sudah mengering. Ren Xi kembali berjalan menyusuri pinggir tebing hingga kembali memasuki hutan. Ren Xi terus berjalan diikuti kedua pangeran dan ratusan prajurit.
Hingga akhirnya Ren Xi berhenti di suatu tempat di bawah pohon rindang. Terlihat bercak darah berhenti di bawah pohon itu. Dan Ren Xi dapat melihatnya.
Sebuah tulisan dari bercak darah yang membuat Ren Xi dapat membacanya, kedua tangannya terkepal kuat karena ia begitu mengerti apa yang gadis itu tulis. Karena dirinyalah yang mengajari gadis itu menulis yang dapat dilihat oleh Ren Xi. Tulisan itu tertulis,
'Siapa pun, tolong aku!'