Bukan Menantu Biasa

“Ini bukan hanya sebuah acara makan malam biasa, kita mengundang keluarga Wijaya untuk sebuah misi juga. Kalian tahu sendiri kan bagaimana kayanya keluarga Wijaya, hotel dan resort nya ada dimana mana, belum lagi bisnis mereka lainnya. Dan … kalian pasti tahu juga kalau Anggara Wijaya adalah anak laki laki satu-satunya dari keluarga Wijaya.” Devina menjelaskan dengan sangat antusias tentang keluarga Wijaya kepada semua anggota keluarganya yang sedang berkumpul di ruang tengah. “Mana suamimu yang tidak berguna itu, Sin?” tanya Devina kepada Sinta anak tirinya. “Di kebun,” jawab Sinta dengan wajah datar. “Apa kamu tidak ingin mengajaknya bergabung malam ini?” Devina tersenyum, dia sengaja ingin memperkenalkan suami Sinta kepada keluara Wijaya. Bukan tanpa tujuan dia ingin Rama suami Sinta hadir malam nanti, Devina suka sekali saat anak tirinya itu mendapatkan malu dari orang lain. Dia senang saat orang membicarakan suami Sinta yang buruk rupa, miskin dan tidak berguna itu. Semua rencananya telah berhasil selama ini dan dia merasa cukup puas. Sinta yang cantik jelita dan juga pintar memiliki suami yang buruk rupa, bodoh dan miskin. Sebuah hiburan tersendiri untuk Devina yang selalu menganggap Sinta adalah saingan Meisya anaknya. Devina pernah mendengar rencana Almarhum suaminya dulu yang ingin menjodohkan Sinta dengan Anggara Wijaya. Sejak lama Anggara Wijaya memang menaruh hati kepada Shinta dan itu membuat Devina tidak suka. Sebuah rencana disusun oleh Devina bersama anak-anaknya dan saat melihat Rama yang bekerja sebagai cleaning service di kantornya dia seperti mendapatkan durian runtuh. Seorang tukang bersih bersih yang miskin dan buruk rupa, lebih dari ekspetasinya tentang laki-laki yang inggin dia jodohkan dengan Sinta anak tirinya yang pintar dan cantik jelita itu. Surat wasiat palsu dibuat oleh Devina dan kedua anaknya yang salah satunya mengharuskan Sinta untuk menikah dengan seseorang yang telah dipilih oleh Devina dan mengatas namakan suaminya Setiawan Halim yang juga ayah kandung Sinta. Perempuan cantik itu dengan terpaksa menerima perjodohan itu. Tawaran berupa uang yang diberikan oleh Devina ditolak oleh Rama, laki-laki itu memang benar-benar jatuh cinta pada Sinta sejak pandangan pertama. Sebelum menikah dengan Rama, Sinta sangat baik pada laki-laki itu. Sama sekali tidak memandang rendah ataupun mencemoohnya, sikapnya berubah saat Sinta harus terpaksa menikah dengan Rama dia merasa kecewa dan jijik pada suaminya itu. “Sepertinya tidak perlu.” Sinta menjawab pertanyaan Devina masih tanpa ekspresi. “Yah … setidaknya dia bisa bantu-bantu. Kan memang itu pekerjaan dia, pekerjaan kaum rendahan.” Ucapan Devina disambut tawa anggota keluarga lainnya. “Aku merasa tidak enak badan, sepertinya aku tidak bisa ikut.” Sinta beralasan, sebenarnya bukan badannya yang tidak enak, tetapi, perasaannya. “Tidak bisa, kamu harus ikut!” perintah Devina. “Ajak suamimu juga, paling tidak kita akan tetap terlihat rukun meski papa kalian sudah tidak ada. Semua akan memberi pengaruh kepada penilaian orang yang berimbas juga kepada bisnis kita nantinya.” “Tapi, Sinta sepertinya sedang sakit.” Ayu ibu kandung Shinta yang juga istri pertama Setiawan Halim yang sedari tadi diam ikut angkat bicara. Wanita dengan kursi roda itu tahu apa yang sedang di rasakan anaknya, dia juga merasa sakit saat oeang-orang atau anggota keluarga lain mencemooh dan menghina putrinya itu. Hanya saja dengan segala keterbatasannya dia tidak mampu berbuat banyak . hari-harinya dia habiskan di atas kursi roda semenjak sebuah kecelakaan mobil 15 tahun yang lalu. Beruntung Ayu selamat hanya saja Arjuna kakak Sinta yang saat itu berusia sekitar 16 tahunan tidak dapat di selamatkan. “Kak Ayu … ini juga demi bisnis keluarga kita loh.” Devina tidak bisa menerima alasan apapun. “Semua keluarga harus hadir.” “Bawa ke salon dulu suamimu agar sedikit terlihat lebih bersih … hahahaha.” Gara anak tertua Devina tertawa dan mengolok Sinta adik tirinya itu. “Atau bisa juga mandi kembang tujuh rupa, siapa tau bisa berubah jadi kayak pangeran berkuda.” Meisya menambahkan. “Tapi, kalau burik ya … tetep aja burik.” Suara tawa memenuhi ruangan, Devina dan anak-anaknya juga beberapa keluarga yang lain terlihat begitu puas menertawakan Sinta. Perempuan cantik itu merasa sakit hati dan semakin membenci Rama yang hadir dalam kehidupannya. Semua ini dia rasakan bagai sebuah kutukan yang sepertinya akan membuat gelap sepanjang hidupnya. “Sudah … sudah, mama juga tidak habis pikir kenapa papa kalian dulu memilih dia sebagai menantunya.” Devina bicara dengan sisa tawanya. Tidak ada yang tahu permasalahan wasiat palsu itu selain anak-anaknya sendiri. Devina menyimpan kebencian yang mendalam kepada Sinta dan juga Ibunya dia merasa Setiawan Halim suaminya telah berlaku tidak adil pada dirinya juga anak-anaknya. Setiawan Halim memang mempercayakan bisnis keluarga untuk menjadi tanggung jawab dari Sinta. Bukan tanpa alasan Setiawan Halim memberikan hal lebih kepada Sinta, karena Sinta adalah anak kandung dari istri pertamanya. Devina menikah dengan Setiawan Halim saat wanita itu telah memiliki anak, Gara. Dari perkawinannya dengan Devina Setiawan Halim memiliki seorang anak perempuan yaitu Meisya. Sifat berbeda antara Sinta dan Meisya memang membuat Setiawan Halim lebih mempercayai Sinta. Meisya lebih suka hidup berfoya foya dan tidak pintar dalam hal akademis. Sangat berbeda dengan Sinta yang mewarisi kemampuan bisnis papanya. ••• "Nyonya Devina ingin aku hadir di acara makan malam nanti." Dengan suara pelan Rama berbicara pada Sinta istrinya yang sedang sibuk dengan ponselnya. "Lebih baik kamu tidak usah datang," ucap Sinta tanpa melihat ke arah Rama. "Tapi, Nyonya memaksa." "Apa kau ingin mempermalukan aku terus menerus, apa semuanya belum cukup?" Sinta melihat sinis ke arah Rama. "Baiklah, aku tidak ingin merusak suasana hatimu. Aku akan beralasan kalau aku sedang sakit." "Itu lebih baik," balas Sinta acuh. Bagi Rama sekasar apapun perlakuan Sinta padanya tidak sekalipun dia ambil hati. Dia tau bahwa aslinya Sinta memiliki sifat yang baik dan lembut. Sewaktu masih bekerja menjadi Cleaning Service dulu Shinta suka sekali berbagi makanan untuknya dan juga temannya. Sinta juga lah yang pernah menolongnya dulu. Sebuah hal wajar bagi Rama kalau setelah menikah Sinta berubah ketus. Bukan hal yang mudah pastinya bagi seorang Sinta harus memiliki suami seperti Rama. Laki-laki itu memang sengaja berpenampilan seperti itu untuk menyembunyikan jati dirinya yang sebenarnya. "Apa kamu bisa di luar? Keluar dari kamarku, Aku sedang tidak ingin melihatmu." Sinta yang hatinya masih kesal mengusir Rama dari kamarnya. Dia tidak ingin kehadiran Rama semakin merusak suasana hatinya. "Lebih baik kamu berada di kebun malam ini, atau setidaknya kamu menghilang sehingga tidak ada yang melihatmu sampai acara selesai," ucap Sinta lagi. Sinta berpikir kalau Rama tidak ditemukan di rumah, Devina tidak akan meminta pria itu untuk hadir di acara nanti malam. "Baik," jawab Rama, laki-laki dengan bulu lebat wajah dan tanda lahir hitam di pipi itu mengangguk dan kemudian beranjak pergi. "Ya Tuhan kesalahan apa yang telah aku perbuat hingga kutukan ini menimpaku," keluh Shinta setelah Rama keluar dari kamar.